"Andai engkau bisa mengerti
Betapa beratnya aku
Harus aku tetap tersenyum
Padahal hatiku terluka," sambung Aleta seraya memejamkan matanya menikmati semilir angin di taman ini.

"Adakah arti cinta ini
bila ku tak jadi denganmu?
Jika memang ku harus pergi
Yakinlah, hatiku kamu." senandung Feri. Laki-laki ini tersenyum manis memperlihatkan pada semesta, bahwa ia sekarang sedang sangat bahagia bersama Aleta.

"Bukankah semesta yang pertemukan kita?
Haruskah kusampaikan pada bintang?
Mengapa bukan kamu
Yang memiliki aku?" Aleta bernyanyi dengan suara yang indah.

"Andai engkau bisa mengerti
Betapa beratnya aku
Harus aku tetap tersenyum
Padahal hatiku terluka
Adakah arti cinta ini." Feri pun bernyanyi dengan suara yang tak kalah indah dengan Aleta.

"Bila ku tak jadi denganmu?
Jika memang ku harus pergi
Yakinlah, hatiku kamu, oh
Mengapa cinta pertemukan
Bila akhirnya dipisahkan?
Dan mengapa ku jatuh cinta
Pada cinta yang tak jatuh padaku? Ho-oh." Mereka bernyanyi bersama dan melantunkan lagu yang sangat indah.

"Harus aku tetap tersenyum
Padahal hatiku terluka
Adakah arti cinta ini
Bila ku tak jadi denganmu?
Jika memang ku harus pergi
Yakinlah, hatiku kamu, kamu." Aleta dan Feri bernyanyi dengan penuh penghayatan. Senyuman dibibir mereka tak pudar.

Dipetikan gitar terakhir, Feri menatap Aleta dengan hangat. Jujur ia ingin sekali menghentikan waktu, dan ingin bersama gadis itu terus menerus.

Tapi, apa mungkin? Waktu laki-laki itu sudah tidak lama lagi.

***

Di sekolah Gold Diamond, Ginjar, Daru dan Cakra berlari menuju kelas XI IPA 2.

Sampai di sana, Ginjar langsung menendang pintu yang terpasang di depan kelas XI IPA 2. Wajahnya terlihat emosi.

Semua yang berada di kelas XI IPA 2 terkejut termasuk, Sesil dan guru yang mengajar.

"Kamu siapa? Tidak ada sopan santunnya sama sekali," cetus sang guru seraya menatap Ginjar dari atas sampai bawah begitu sinis.

Ginjar berjalan mendekati Sesil, lalu laki-laki ini langsung menampar pipi Sesil dengan kencang.

Plak!

Sesil memejamkan matanya, pipinya berdenyut nyeri akibat tamparan dari Ginjar.

Sesil membuka bola matanya, gadis ini menatap Ginjar tajam.

"Lo-"

"Lo kenapa buly Aleta? Oh iya gua tau, lo buly dia gara-gara foto yang di sebarin sama Alena kan?" serobot Ginjar, emosinya tidak bisa dikendalikan.

Ginjar memang sudah tau perihal tentang Aleta yang bersujud-sujud pada Helena, agar Helena membebaskan Rando-ayah Sesil dari penjara.

"Aleta sujud-sujud sama tante Helen, biar tante Helen ngeluarin bokap lo yang di penjara. Tapi lo? Lo malah buly Aleta."

Menggeleng pelan, laki-laki dengan nama belakang Pangestu ini menatap Sesil tak percaya.

"Lo sahabatnya Aleta. Harusnya lo lebih percaya sama dia kalo perempuan yang ada di dalam foto itu bukan Aleta."

Ginjar menunjuk wajah Sesil. Rahangnya mengeras. "Lo malah percaya sama foto yang disebarin Alena."

Ginjar mengalihkan pandangannya pada guru yang dari tadi hanya diam tak bersuara. Pandangannya menjadi dingin.

"Orang yang ada di dalam foto itu bukan Aleta. Kemarin, Aleta sama saya terus. Dan Aleta enggak pernah ke hotel."

Di luar kelas XI IPA 2 ada Thania yang sedang tersenyum miring. "Bagus, mereka harus cepet bunuh Aleta. Sebelum bokap gue di penjara."

Thania mengotak-ngatik ponselnya, lalu menelpon seseorang. "Halo."

"Than, kita udah di taman mystasry," ucap seseorang di sebrang sana.

"Bagus, sekarang lo bunuh Aleta." Thania tersenyum miring. Kemudian tertawa jahat.

"Than, kita beneran bunuh Aleta?" tanya orang itu memastikan.

"Iya, dia harus mati dengan keadaan yang mengenaskan!"

"Tapi, Aleta saudara gue satu-satu nya, Than."

"Bunuh Aleta. Sebelum dia menjarain ayah Sam." suruh Thani tak mau dibantah.

Menghela napas pasrah. "Oke, Than." sambungan pun terputus begitu saja.

***

Helena dan Sena sedang berada di kediaman wijaya dengan suasana yang cukup tegang.

Sena menatap tajam ke arah Helena. "Aleta mending tinggal sama aku mba." ujar Sena.

Helena menggelengkan kepalanya pelan.

"Enggak, Aleta itu anak mba. Biar Aleta tinggal sama mba aja."

"Tapi mba enggak bisa jagain Aleta. Mba cuma bisa buat Aleta terluka, dan menderita," sengit Sena.

"Setidaknya, Aleta masih punya Daru, tunangannya. Daru yang bakal jagain Aleta." balas Helena tak mau mengalah.

"Mba aja yang ibu kandungnya Aleta enggak bisa jagain dia, apalagi Daru." kesal Sena.

"Logika di pake, Mba."

"Udahlah, Na."

Sena terdiam. "Mba mau sampai kapan memisahkan Alvaro dan Aleta? Mba tau kan, mereka itu sampai kapan pun gak bisa dipisahin!"

Helena mendengus sebal, seraya melipatkan lengannya di depan dada. "Saya ibu kandungnya, saya tau apa yang terbaik untuk Aleta."

"Mba!" Sena tampak tak terima, alisnya menyatu.

Helena tersenyum miring, kemudian berujar pelan. "Kemarin, Alvaro menemui Aleta lagi di rumah sakit. Dan saya gak terima, ancaman saya saat itu tidak didengarkan Alvaro."

"Mba mau ancam Alvaro lagi? Mba, Aleta butuh Alvaro. Dan Alvaro juga butuh Aleta. Sena minta sama mba, jangan egois. Jangan pisahin mereka. Mereka saling membutuhkan," Sena memohon dengan suara yang bergetar.

Dagunya terangkat, wajahnya terlihat datar. Helena menatap Sena tajam. "Saya gak peduli!" teriak Helena kencang.

Preng!

Tak ada angin, tak ada hujan tiba-tiba foto yang berada dibingkai pecah begitu saja. Foto itu adalah foto Aleta semasa kecil.

Helena bangkit dari duduknya, lalu berjalan mendekati foto Aleta yang jatuh dan bingkai nya terpecah. "Aleta..."

Sena ikut mendekat, perasannya tak karuan.

"Ponsel Aleta gak aktif," beritahu Sena yang sudah menghubungi Aleta dengan ponselnya beberapa kali.

Namun nihil, ponsel gadis itu tidak aktif. Membuat mereka dilanda keresahan.

***

Eyyo, sapa dulu geis!

Halo geis, kabar kalian gimana? Semoga pada sehat ya-!

Coba tebak apa yang akan terjadi di part 34? Huhu tebak ya.

Sayang kalian banyak-banyak<3

RATSELWhere stories live. Discover now