Aleta masuk, ia meneguk ludahnya kasar saat melihat Helena dan Gustira yang sedang menatapnya tajam. Ternyata mereka berdua sudah pulang dari tadi.

Helena merebut hasil ulangan matematika yang berada di tangan Aleta, saat wanita paruh baya itu melihat berapa hasil ulangan harian yang di dapat Aleta, napasnya langsung memburu.

Aleta sontak menutup matanya ketika tangan Helena melayang ke udara hendak menampar Aleta.

PLAK!

Satu tamparan melayang di pipi Aleta, sudut bibirnya berdarah karena tamparan itu mengenai pipinya. Gadis itu sudah menduga hal ini pasti akan terjadi.

"Nilai kamu menurun, Aleta!" bentak Helena sambil menatap Aleta dengan nyalang.

"Kamu cuma dapet 89?! Saya kan udah bilang, jangan sampai nilai kamu ada yang dibawah 90!" Helena marah, tangannya mengambil guci mahal yang terbuat dari kaca kemudian melemparnya ke arah Aleta.

Prang!

Beberapa pecahan guci itu berhasil mengenai wajah Aleta. Sehingga membuat wajah gadis ini mengeluarkan darah.

"Selama kamu di sekolah Gold Diomond, nilai kamu tidak pernah menurun. Tapi kenapa sekarang nilai kamu menurun?!" teriak Helena murka.

"Maaf," bahu Aleta bergetar hebat ketika Helena membentak dan terus menuntutnya seperti ini, padahal ini bukan pertama kalinya Helena membentak dan menuntut Aleta.

"Belajar lebih giat lagi! Kalo bisa dari pulang sekolah sampai jam dua belas malam belajarnya," tuntut Helena.

"Mami gak mau nilai kamu menurun lagi!" bentak Helena lagi.

"Sebagai hukumannya, kamu gak boleh makan apa pun, apa lagi makan nasi selama satu minggu, kalo kamu ngelanggar, hukuman kamu bakal lebih berat dari ini! Inget itu, Aleta!"

"Jangan mengenal cinta dulu, Aleta! Kamu akan menjadi bodoh jika mengenal cinta-cintaan!"

"Aleta ke kamar dulu. Permisi," pamit Aleta kemudian melenggang pergi dari sana.

"Anak itu benar-benar," geram Helena karena Aleta langsung pergi tanpa mengiyakan omongannya.

"Jangan marah-marah, sayang. Nanti aku hukum dia," ujar Gustira menenangkan istri tercintanya-Helena.

"Terserah kamu mau hukumnya gimana. Aku cape, mau istirahat," balas Helena ketus lalu pergi menuju kamar tamu yang selalu ia tiduri membuat Gustira tersenyum kecut.

***

Aleta melempar tasnya asal-asalan saat dia sudah sampai di kamarnya, gadis itu menghela napas panjang.

Gustira yang entah dari mana langsung mendobrak pintu kamar Aleta.

BRAK!

Gustira berhasil mendobrak pintu kamar Aleta dengan tenaganya sendiri, sedangkan Aleta sedikit terkejut karena kedatangan Gustira. "Dad?"

Gustira langsung menarik tangan Aleta secara paksa, pria dengan wajah yang menahan amarah itu menarik Aleta ke gudang yang terletak di belakang kediaman wijaya.

Sampai di gudang, Gustira langsung mendorong tubuh Aleta hingga kepala Aleta terbentur tembok dan mengeluarkan darah. Napas Gustira memburu, dia mengambil alat cambuk untuk mencambuki tubuh Aleta.

Ctar!

Satu cambukan berhasil mengenai kaki Aleta.

Gustira terus mencambuki tubuh Aleta terus menerus sampai emosinya tersalurkan, sementara Aleta hanya diam tidak menjerit atau bahkan berteriak kesakitan karena tubuhnya di cambuki oleh Gustira. Jauh di dalam hatinya, Aleta berteriak kesakitan.

RATSELDonde viven las historias. Descúbrelo ahora