23. Tidak dihiraukan

32 46 0
                                    

"Seperti udara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Seperti udara. Berada di sekitarnya, tapi tidak pernah dihiraukan."

Sampai di kelas mereka segera memakan makanannya.

Mereka bertiga tidak banyak bicara, hanya Nabila yang sibuk bercerita tentang idolanya. Apalagi kalau bukan gosip oppa oppa Korea.

Bel masuk pun berbunyi nyaring.

Selesai merapikan alat makannya dimasukkan kembali ke dalam tas. Ulya menatap ponselnya yang tergeletak di atas meja di samping kontak pensil.

Ia menoleh ke bangku pojok lain. Di sana Raihan tengah tertidur.

"Masa gue harus maafin dia semudah ini?" gumamnya sangat pelan.

Raihan mulai mendudukkan badannya dengan benar, merenggangkan badannya menghadap samping kanan ke depan. Namun tidak disangkanya Ulya tengah menatapnya. Tidak lama kemudian Ulya mengalihkan pandangannya.

Raihan mengernyit bingung. Apa ia tidak salah lihat, Ulya tadi sedang memperhatikannya kan?

Raihan pun hanya mengendikan bahunya. Lalu menatap Leo yang asik Mabar dengan Eko dan yang lain.

"Hai guys!" ujar Robby memasuki kelas dengan suara lantangnya.

Semua menatapnya heran.

"Gue ada kabar baik dan buruk. Kalian mau kabar yang mana dulu?" tanyanya mendramatisir. Dia pun mengulum bibirnya sejenak menyembunyikan gigi kelincinya.

Anak kelas menatapnya jengah.

"Kabar buruk dulu deh!" balas Erina tidak sabaran.

"Oke tenang semuanya," ucap Roby diakhiri dengan senyum ganjilnya. "Kabar buruknya, kelas kita kosong tapi dikasih tugas banyak. Sedih," lanjutnya semakin mendramatisir. Membuat kami yang mendengarkan muak sekaligus jijik.

"Biasa ae kalau ngomong," komentar Rahmat disela main gamenya.

"Tahu tuh," Lana ikut menimpali.

"Mohon tenang ya semua," ucapnya kembali mendiamkan kelas. "Dan kabar baiknya si Tio berbadan dua." lanjutnya yang terdengar sangat girang.

Lalu muncul lah Tio yang memasuki kelas. Dengan pakaian acak-acakan, baju yang keluar, dengan perut menggembung diisi bola. Dan memakai taplak meja sebagai krudung di kepala. Anak-anak sekelas tertawa nyaring melihatnya.

Apalagi melihat ekspresi Tio yang kesakitan sambil menggelus-elus perutnya.

Tidak lama tawa mereda .

"Wah-wah kalian berdua habis ngapain woi?" tanya Imam mengundang kerlingan jahil Tio. Kami melihatnya tertawa kecil. Tio sudah layaknya banci yang mangkal di lampu merah.

"Biasa malam Jumat sama mas Robby," balas manja Tio menatap jahil Robby.

Robby yang diperlakukan seperti itu bergidik mundur-mundur ke belakang. Tawa anak-anak terdengar semakin nyaring.

Dia #APHPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang