02. Tinta spidol

133 100 14
                                    

"Kita yang berbuat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kita yang berbuat. Kita juga yang harus bertanggung jawab"

Keadaan kelas yang ricuh merusak ketenangan pagi ini. Setelah dikabarkan pak Hari berhalangan masuk karena sakit, kelas langsung bermetamorfosis menjadi pasar dadakan.

Dari mulai ada yang gambar-gambar nggak jelas di papan tulis dan buku pelajaran ngabisin spidol. Anak yang tukang molor sudah bermimpi sampai amerika. Anak gamers yang asik teriak-teriak saat musuh menyerang.

Konser dadakan yang digelar di lantai seadanya dengan gitaris profesional memegang sapu. Lalu ada anak narsis yang suka berfoto dengan berbagai gaya menambah riuhnya. Dan ada juga anak remaja mirip ibu-ibu komplek yang suka ngegosip semakin memeriahkan suasana.

Kelakuan teman-temannya yang absurd ketika jam kosong termasuk ia. Ia sendiri saat ini sedang membuat mahakarya, sebuah seni abstrak yang dipopulerkan oleh balita.

"Gambar apaan sih, jelek banget," sebuah komentar pelan, namun menusuk. Entah dari mana asalnya tiba-tiba saja makhluk biawak ini sudah berdiri menyamping bertumpu pada siku tangannya yang bersandar di tembok sebelah papan tulis.

"Bukan urusanmu," ujar Ulya ketus.

Bibir Raihan tertarik sekilas. "Jutek amat neng?"

"Diam bisa nggak?"

"Jangan gitu dong, aa kan cuma tanya." Raihan mengedipkan matanya saat melihat Ulya menoleh. Sedangkan Ulya, bergidik jijik melihatnya.

"Udah sana jauh-jauh."

"Udah sini, biar aku aja yang gambar." Raihan merebut spidol dari tangan Ulya.

"Eh, eh spidolku." Ulya mencoba merebut spidol yang sudah di tangan Raihan. Dan yang paling menyebalkannya adalah si tiang listrik malah mengacungkan spidol ke atas. Mentang-mentang badannya tinggi, songong ini orang. "Sini balikin!"

"Ambil aja kalo bisa."

Ulya semakin menatap dongkol Raihan. Ia mengepalkan kedua tangannya di depan wajah Raihan dan menghentakkan kakinya sebal.

Bukannya takut Raihan malah tertawa. "Dasar bocah!" Raihan menggeleng kepalanya pelan. Tangannya meraih penghapus di atas meja guru. Membersihkan mahakarya seorang Ulya yang terbilang cukup berantakan. "Makanya kalo gambar itu, pakai perasaan," celotehnya seakan menghayati dalam menggambar.

"Idih!"

"Cewek itu bukannya mengedepankan perasaan ya? Eh, kok kamu nggak sih? Jangan-jangan titisan alien ya?" kata Raihan asal sambil menunjuk wajah Ulya yang sekarang mulai mengeras.

"Wah jangan ngomong seenak jidat yah, biawak!"

"Ngaca gih. Butuh pencerahan itu otak."

Ulya yang akan berucap terhenti.

Dia #APHPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang