21. Kapan?

31 55 0
                                    

"Di dalam kamar yang tenang, di dalam kepala yang ribut, di dalam hati kapan ya berhenti?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Di dalam kamar yang tenang, di dalam kepala yang ribut, di dalam hati kapan ya berhenti?"

Ulya terus menangis dan Raihan terus mengelus Surai Ulya.

Hingga dering ponsel memecahkan kesunyian isakkan.

Raihan berdiri dari posisinya. Berjalan menjauh dari Ulya yang masih menangis.

"Halo Raihan," suara pak Sugeng dari sebrang telpon.

"Iya pak, bannya sudah selesai?"

"Sudah ini nak."

"Pak maaf merepotkan, bisa nggak bapak ke sininya naik ojek. Nanti saya yang ongkosin deh, masalahnya teman saya sekarang Nangis. Saya masih bingung nenanginnya," jelas Raihan bertubi-tubi.

"Owalah iya ngga papa. Bapak ke sana sendiri aja. Nanti setelah bapak datang kamu ajak pulang aja, motornya teman kamu nanti saya bawa ke bengkel, kamu nanti bisa ambil. Kelamaan nunggu dia kayaknya."

"Owh iya pak makasih pengertiannya."

"Yaudah kamu tunggu dulu di sana," tutup pak Sugeng.

Raihan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Berjalan menghampiri Ulya yang masih menangis sambil menunduk. Badannya yang tepat berdiri di depan Ulya membungkuk tangannya mengelus Surai Ulya pelan. "Udah ya nangisnya? Hapus dulu, kita mau pulang. Nanti Lo ditanya-tanyain sama ortu," ujar Raihan selembut mungkin dan tangannya masih mengelus Surai Ulya.

Ulya mulai menengadahkan kepalanya, tangannya mengusap-usap pipinya yang banyak lelehan air mata. Raihan mundur beberapa langkah. Melihat Ulya yang keadaannya hampir seperti kemarin, wajah memerah dengan mata yang sembab.

"Cuci muka dulu. Air minum Lo masih kan?" suruh Raihan menatap Ulya lekat.

Ulya hanya diam menurunkan tas punggungnya yang sedari tadi dibawanya kesana-kemari. Membuka isinya, mengambil botol yang airnya tinggal setengah.

Ia berdiri dari jongkoknya, menjauh dari tas. Dan membasuh muka dengan air seadanya. Ia mengelap wajahnya dengan lengan seragamnya.

Tidak berselang lama pak Sugeng datang membawa ban motor Ulya.

Raihan tersenyum pada pak Sugeng. Pak Sugeng pun membalasnya dengan senyum serupa.

Ulya menghampiri tasnya, mengangkatnya kembali ke pundak.

"Yuk!" ajak Raihan.

Ulya menatap Raihan heran. "Kemana?"

"Pulang."

"Motornya?"

"Tenang itu urusan gue. Sekarang Lo pulang dulu," jelas Raihan.

Ulya pun mengangguk, ia masih lelah sehabis menangis.

Dia #APHPWhere stories live. Discover now