Bagian 34 - Fitnah

Mulai dari awal
                                    


"Saya kemaren langsung pulang, Bu, Pak, demi Tuhan. Asli, tega banget kamu, Nin. Nuduh aku gitu mentang-mentang kamu benci sama aku! Gak abis pikir kalian bawa-bawa aku yang gak tau apa-apa!" kata Kania sambil nangis. Ya, semua bacotan Kania itu adalah sebuah kebohongan. Aku yang mendengar semua kebohongan Kania itu tentu saja mengamuk. Kepala Sekolah menyabariku lalu memanggil kedua orangtuaku dan Gani. Gak lama mereka pun datang sedangkan Kania dipersilakan buat keluar ruangan.


Setelah menjelaskan semua isu yang terjadi ditambah dengan bukti foto-foto yang sudah tersebar, pihak sekolah akhirnya mutusin buat mengskors aku dan Gani selama seminggu dan lulus memakai persyaratan. Mendengar itu Mama menangis sedangkan Papa nampak marah besar padaku. Mungkin inilah akhir hidupku pikirku.

Keputusan sekolah sudah bulat. Meski aku gak terima, gak ada yang bisa aku lakuin karena aku gak punya bukti buat matahin isu yang menimpa aku dan Gani. Aku lalu mengambil tas sekolahku buat pulang. Begitu pula dengan Gani. Di jalan menuju kelas, aku meminta maaf pada Gani. Karena aku, Gani jadi ikut terseret.

"Tenang aja, aku yakin kita gak nyampe seminggu liburnya, aku bakal cari cara buat ngebuktiin kita gak salah! Liat aja. Kania pasti kena batunya!" kata Gani dengan mata merah. Aku terdiam.


"Enaknya yang dapet libur seminggu! Jadi pengen!" teriak Kania yang mendatangiku pas aku berjalan melewati kelasnya buat pulang. Kania merasa dia sudah menang telak.


"Makasih. Aku pastiin nanti kamu bakal dapetin libur tanpa balik lagi ke sekolah!" kataku menatapnya dengan tatapan benci.


"Bac*t L*nte! Coba aja!" kata Kania berbisik padaku. Aku segera menjauh darinya biar tanganku gak menghantam mulutnya sampai hancur!

~~~

Aku dan kalian pasti sudah dapat memperkirakan apa yang bakal terjadi padaku setelah sampai di rumah. Sesampainya di rumah, aku langsung dimarahi Papa dan Mama habis-habisan.

"Udah Papa bilang jangan berantem! Ternyata dibilangin makin parah! Mau jadi apa kamu kalo lulus pake persyaratan gini, hah?! Mana kasusnya gara-gara ngelakuin hal gak senonoh! Kamu bener-bener bikin sekeluarga malu!!!" kata Papa mengamuk. Mama menyabari Papa.

"Kalian bakal kami nikahin langsung setelah lulus!" kata Papa. Mendengar itu, jelas saja aku gak terima.


"Aku gak ngelakuin itu sama Gani! Kenapa kalian gak pernah percaya sama aku?! Aku ini anak kalian! Tolong percaya sama aku sekali aja! Dan aku gak mau nikah sama dia!" bentakku sekuat yang aku bisa. Papa akhirnya memukul mulutku.

"AKU LEBIH BAIK BUNUH DIRI DARI PADA HARUS NIKAH SAMA GANI!" bentakku lagi.


"Silakan kalo berani! Ditinggal di rumah sendirian aja takut apalagi di alam kubur!" kata Papa. Itu sangat menyakitkan. Aku yang gak tahan lagi langsung berlari ke kamarku dan mengunci pintu. Papa menggendor-gendor kamarku tapi cara itu gak berhasil mematahkan kuncian pintu kamarku. Sampai akhirnya Papa dan Mama pergi dengan amarah yang luar biasa.


Aku menangis sejadi-jadinya dengan keadaanku yang gak berdaya. Keadaan ini bener-bener bikin aku putus asa. Dengan pikiranku yang merasa gak lagi berharga, aku langsung mengambil tali pramuka dan berniat bunuh diri dengan cara gantung diri. Tapi pas aku pengen ngelakuin percobaan bunuh diri tersebut, dering telpon hpku tiba-tiba saja berbunyi. Aku mengurungkan niatku lalu mengambil hpku. Ternyata itu telepon dari Damara.

Tentang Kamu dan Rindu ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang