Epilog

1.6K 359 96
                                    

Hamparan rerumputan hijau dan sejuknya sapuan angin menjadi saksi untuk hari terakhirku di kota ini. Gereja kuno dengan aksen kastil klasik menjadi tujuan tatapanku untuk sesaat, menemukan pahatan tulisan yang mulai memudar di bagian depannya.

Sérénité.

Cantik bukan? Bangunan yang penuh keindahan namun untuk bagian dalamnya, aku tak tahu seperti apa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cantik bukan? Bangunan yang penuh keindahan namun untuk bagian dalamnya, aku tak tahu seperti apa.

Setahun sejak kejadian itu, aku akhirnya benar-benar bangkit dan menjalani kehidupanku yang normal. Meski aku masih terus terbayang dengan keanehan dan déjà vu ini, aku tak ingin tenggelam dalam angan dan dukanya. Jejak jejak mereka sesekali datang menghantuiku, namun sepanjang nafasku berhembus, aku memutuskan untuk berdamai dengan kenyataan.

Serenite bukanlah gereja biasa. Gereja ini baru ditemukan dua bulan yang lalu di pinggiran kota, tepat bersampingan dengan sebuah hutan dan sungai. Banyak rumor yang sampai di telingaku mengenai gereja yang terkunci di bagian pagarnya ini. Tetapi aku percaya, Serenite merupakan tempat tinggal mereka. Banyak clue yang menampakkan wujudnya dan membuatku yakin atas kehadiran tempat ini.


Aku membungkuk lalu meletakkan setangkai bunga mawar di depan pagar tuanya. Selepas itu aku tersenyum, berpamitan dengan salah satu penghuninya.


"Taro, aku pergi dulu ya."


"..."


"Liuyang sudah sukses dan kami akan pindah ke US. Aku telah mendapatkan beasiswaku disana, aku akan berkuliah."


"..."


"Kau bersama Haechan, bukan?"


"..."


"Eun."


Aku menoleh, menemukan kehadiran Huang Renjun dengan syal yang melilit di lehernya setelah menyebut namaku. Ia berjalan menghampiriku seraya mengeluarkan kedua tangannya dari balik saku coat. "Penerbangan akan dimulai dua jam lagi, butuh 30 menit untuk ke bandara."

"Eoh— aku tahu."

"Jangan terlalu lama, Liuyang sudah menunggu di bandara."

Kusunggingkan senyuman padanya kemudian kembali menatap gereja untuk sesaat. Jika benar kalian ada disana, kuharap kalian menjalani kehidupan dalam ketenangan yang kalian dambakan.

Aku baik-baik saja, aku akan selalu bahagia.


"Ayo."

Tangan Renjun terulur untuk meraih jemariku.

"Ayo berjalan bersama."

Kupandangi bola matanya yang bulat nan damai, memancarkan kenyamanan dan apa yang selama ini kucari.

"Ayo kita pergi."

Kuraih jemari Renjun dan tersenyum bahagia untuk kesekian kali, merasakan kehangatan di tengah musim dingin ini. Ia berjalan di sampingku, di bawah hamparan langit yang indah serta kepulan asap kecil dari mulutnya.

[II] THE CLASS OF EVIL ✓Where stories live. Discover now