1. tentang dunia ini

5.6K 904 61
                                    

Tolong untuk tidak menjadi silent reader.
















Gumpalan salju tampaknya masih enggan untuk pergi saat ini. Kutatapi wujud berwarna putih itu sebelum masuk ke dalam sebuah gedung megah, tempatku akan menjalani pembelajaran tentang musik. Di luarnya terpampang nama gedung, dengan font tebal yang terlihat elegan. Karena tak ingin membuang waktu lebih banyak, kuputuskan untuk masuk ke dalamnya dan mencari lantai di mana tempatku akan belajar selama beberapa waktu ke depan.

Begitu tiba di tujuan, seorang staff menyambutku ramah, kemudian mengarahkanku menuju sebuah kelas yang terdapat papan keramik bertuliskan Savior Class. Aku mengambil cukup nafas dalam, lalu menghembuskannya perlahan begitu dipersilahkan masuk olehnya.

"Dia merupakan murid baru dalam kelas musik ini. Dia baru saja kembali ke kota ini setelah menetap beberapa waktu di Indonesia." Jelas seorang guru yang menemaniku. "Kuharap kalian berserdia membantu dan berteman dengan baik meski hanya dia satu-satunya perempuan disini. Baik, tolong perkenalkan dirimu Nona Osaki."

"Halo." Sapaku seraya membungkukkan badan. "Aku Osaki Eun, dan nama tengahku Grace. Osaki 'Grace' Eun. Umurku sebentar lagi akan mencapai 20. Selain kelas ini, aku sedang tidak menjalani pendidikan apapun. Mohon bantuannya."

Beberapa dari mereka tersenyum dan bertepuk tangan, sisanya hanya melihatku. Hanya melihatku.

"Baik, Eun. Kau boleh duduk di tengah sana dan mengikuti pembelajaran hari ini."

"Terimakasih, mentor."

Dengan semangat aku berjalan menuju bangku baruku usai sekian lama tidak menjalani kegiatan seperti ini. Tidak buruk, meski hanya aku satu-satunya perempuan di sini. Setengah hari pertamaku pun berjalan dengan baik, meski aku merasa canggung karena sebagian dari mereka sepertinya pendiam.

"Hai, Eun? Grace?" Sapa salah satu di antara mereka usai menghampiriku.

"Lebih terbiasa dipanggil Grace." Balasku.

"Selamat datang di kelas ini, aku harap kau bisa berbaur dengan baik bersama kami. Karena kau satu-satunya."

Alisku saling bertautan, mendengarkan kalimat terakhirnya yang tidak begitu jelas.

"Lagi, kuharap kau bisa menerima buku ini untuk mencatat. Sebagai tanda perkenalan." Katanya bahkan tak kunjung memberitahukan namanya sendiri.

Sebelum menanyakan namanya, aku lebih dulu menerima benda tersebut dan meletakkannya tepat di depanku. Setelah itu, dia mendadak pergi karena terpanggil oleh orang lain. Lumayan aneh, tapi kubiarkan dia karena ini masih hari pertamaku.

Saat berniat memasukkannya ke dalam tas, aku tersadar dengan sampulnya yang tertulis beberapa kata.


Kau tidak tahu siapa pendusta yang ada di dekatmu. Jangan percayakan siapa pun, meski itu adalah dirimu sendiri.


Eung, kata-kata yang menarik meski agak ambigu. Desainnya pun hanya hitam dan putih, tapi sangat keren bagiku. Perkenalan yang berjalan lancar meski dia tak mengungkapkan nama.

Untuk kesekian kalinya aku menghela nafas, duduk di tempatku seorang diri sambil memasang earphone. Alunan musik Canon in D yang menjadi temanku dalam meraih hari-hari ini masih menjadi yang terfavorit. Membangkitkan moodku meski aku hanya sendirian.

Tiba-tiba...

Pandanganku menghitam begitu saja, terasa sangat mengejutkan. Kudengar suara ketukan kaki yang mendekat, tetapi aku tak bisa melihat apa-apa. Tak lama berselang suara itu tergantikan dengan obrolan dan tawaan beberapa orang. Aku berusaha mengontrol diriku, meski aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.


"Grassie, jangan terlalu dibelakang."


"Eung, baiklah."


"Kau berharap atau memimpikan suatu hal di sini, maka itu bisa saja menjadi kenyataan."


"Apa aku bisa berharap kalau suatu saat hidup kita akan dihampiri sebuah keseruan? Atau mungkin menjadi seorang—"


"Namun ada resiko, tentunya."


Ada suaraku, namun aku tak tahu apa yang tengah terjadi di sekitarku. Aku berusaha menyentuh kepalaku dalam kegelapan ini, berusaha berteriak walau mulutku seperti dibungkam.



"Grassie, kau lelah?"


"Sudah sejak beberapa hari terakhir, Jun."


"Apa kau masih merasa aman disini?"


"Simpan air matamu untuk kebahagiaan kita nanti."


"Hey, apa kau baik-baik saja?"

Tidak, tolong aku.


"Grassie?"


"Siapa namanya tadi?"


"Osaki Eun?"


"Grace!"


Akhirnya sekumpulan cahaya itu kembali menyinari mataku. Samar-samar kulihat seseorang menunduk di hadapanku, melihatku cukup lama. Dan begitu semuanya sudah tampak jelas, ternyata dia sedang melongo.

"Kau baik-baik saja? Kau sepertinya tertidur dalam keadaan tegap seperti ini. Keren~" Ujarnya, seorang lelaki teman kelas musikku yang terdapat coretan di pipinya yang bertuliskan, Andy is Jiseong.

"Jisung, dia melihatmu aneh—karena wajahmu seperti buku gambar yang penuh coretan." Sahut seseorang lagi yang membuatku tersadar sepenuhnya. "Cuci wajahmu Jisung." Tambahnya.

"Eung, sebelum itu aku ingin berkenalan dengannya. Hey, aku Andy."

"Andy apaanya, dia Jisung, Park Jisung."

"Ya—"

"Aku Chenle, yang di sana adalah Mark hyung, Jeno hyung, Jaemin hyung. Lalu yang agak pendiam itu, yang itu—namanya Renjun hyung."

1, 2, 4, 6— tidak, ini bukanlah tentang seorang lelaki dingin sok cool yang ada di dekatku, atau tiga orang lelaki lainnya sedang mengobrol membentuk sebuah kubu. Ini bukanlah tentang diriku yang menjadi satu-satunya di antara mereka, namun aku rasa tadi mereka ada bertujuh. Apa aku melewatkan seseorang? Atau dia sedang keluar dari sini?

"Halo?"

Aku kembali tersadar. "Uh, aku Grace. Maaf sebelumnya, aku rasa tadi kalian bertujuh."

"Tujuh?" Jisung mengulang kata terakhirku. "Tujuh apanya—hihihi."

Respon Jisung seperti membuatku merasa aneh, apalagi usai mengalami kejadian barusan. Aku seperti déjà vu, yang uniknya aku benar-benar yakin bahwa ini adalah kali pertama aku berada dalam kondisi seperti ini. Apa mungkin, aku pernah bermimpi dengan hal yang serupa?

Tak!

"Uh, maaf."

Aku segera menunduk untuk meraih buku catatan baru yang tak sengaja dijatuhkan oleh seseorang bernama Injun? Eh, Rinjun? Renjun? Ah, itu karena aku meletakkan bukunya terlalu di pinggir.

Kubungkukkan badanku beberapa kali sebelumnya, dan saat meraih buku tersebut aku kembali menemukan sesuatu yang berada di sampul belakang.

Parallel universe, dunia paralel.


To be continue

[II] THE CLASS OF EVIL ✓Where stories live. Discover now