22. Sebentar lagi

1.1K 415 36
                                    

Controlled, then blurred. Mau kemana kau setelah masalah mulai terlihat? Berlari menjauh, atau maju untuk membuatnya pergi?


Menjadi korban dari keburukan orangtua bukanlah keinginan semua anak. Alasan aku pun tak ingin terlahir seperti ini seringkali dianggap remeh, sebatas emosi sesaat, katanya. Penderitaan itu tampak menjadi beban umum, seolah semua manusia harus merasakannya.


Hasil akhir yang menentukan, apa mereka akan berhasil— atau sialnya menyesal karena gagal dalam menjalaninya.


Tiga hari menjelang kompetisi.


Semua anggota team Savior terus berteguh diri di dalam studio bersama rekan-rekan lain. Karena sebentar lagi persaingan terhebat akan dimulai, mereka memilih menambah waktu latihan agar lebih maksimal. Mark Lee, menjadi orang yang benar-benar berbeda. Tak ada lagi prioritasnya yang lain selain menjadi yang terhebat yang lagunya terpilih. Mereka yang awalnya saling acuh tak acuh karena beberapa perkara, kini saling menyokong demi kepentingan posisi di akhir nanti.

Performa mereka akan menjadi nilai tersendiri, maka dari itu mereka berpikiran jika tak boleh ada yang menjadi 'perusak' nanti.

Hal berlainan pun terjadi pada Osaki Grace Eun. Sejak rekaman waktu itu terkuak, dirinya menjadi lebih tertutup. Bahkan sekadar tersenyum pun kelihatan sangat sulit. Rambut yang biasanya terikat rapi kini lebih sering dibiarkan tergerai begitu saja. Wajahnya selalu pucat, diam tak bergeming. Satu-satunya hal yang bisa disyukuri adalah permainan indah gitar klasik dari tangannya tidak memburuk.

Jangankan saudaranya, teman sekelasnya menjadi cemas karena melihat Grace yang berbeda. Huang Renjun sebagai orang yang selalu ada kini semakin ada akibat sikap gadis Osaki yang selalu murung itu.

"Grace." Panggil Jaemin dengan 2 susun kotak bekal serta sebotol air mineral di tangannya. "Ada dua orang lelaki yang membawa ini, beristirahatlah. Mereka Taro dan Liuyang, katanya."

Grace mendongak, melihat Jaemin kemudian mengangguk paham.

"Ini dariku." Sambung Jaemin dengan menyelipkan sekotak susu cokelat di atas bekal.

Untuk selanjutnya ia bangkit dan meraih bekal tersebut, tak lupa mengucapkan terimakasih lalu keluar dari dalam studio, begitu saja. Melihat Grace yang beranjak, Jaemin hanya bisa menghela nafas.


Prang!


Hentakan alat musik milik Jeno membuat anggota tersentak. "Apa kalian akan membiarkannya seperti itu?"

"Lantas bagaimana lagi, hyung?" Sergah Chenle. "Kita telah melakukan semuanya, namun dirinya masih dalam masa trauma."

Satu alis Haechan terangkat. "Trauma? Trauma katamu? Darimana kau bisa tahu hal itu?"

"Sudahlah." Lerai Jaemin.

"Jika kau ada campur tangan dalam masalah Jisung, aku akan benar-benar membunuhmu." Tambah Haechan.

"Jisung yang psikopat, kenapa kau harus membuatnya meluas?" Sahut Mark membuat Jisung menunduk dengan segala rautnya yang tertekan. Tak ada yang menjadi alasan untuk sekadar membela diri, ia hanya diam dengan tangan yang terkepal. "Bisa-bisanya orang sepertimu bertahan disini."

"Dirimu masih lebih hebat daripada dia." Singgung Jeno.

"Kau tak menyadari kesalahanmu?"

"Ayolah, kalian sama."

"Benar-benar memuakkan."

"Berhentilah!"

Hening, suasana mendadak senyap. Huang Renjun murka, kesal dengan kegaduhan yang seharusnya tidak terjadi beberapa hari sebelum kompetisi. "Sadarlah jika kalian tahu apa yang semestinya kalian lakukan. Kalian telah sepakat untuk melupakan semuanya hingga kompetisi berakhir, seolah menghindarinya dan membuatnya tak ada. Lalu kenapa detik ini kalian malah mengungkitnya?"

Mereka tak membalas.

"Bahkan menyembunyikan ini semua adalah kesalahan terbesar. Blaming others for our absence is also a sin." Ujar Renjun lagi, lalu berdiri untuk mengambil rehat sejenak. "Kita semua sama."

Suara tapakan kakinya lalu menyusul, keluar dari studio meninggalkan keheningan setelah meluncurkan jenuhnya. Renjun melangkah untuk masuk ke dalam kelas, menemukan kehadiran Grace yang tengah melahap bekal dengan air mata yang berurai. Lelaki Huang ini mengambil waktu sebentar, menatapnya sendu sebelum menghampiri.


"Ada apa?" Katanya.


Grace tak menjawab, hanya melakukan apa yang harus ia lakukan saat ini.


"Aku rasa tak begitu bagus jika makan dengan kondisi hati yang sedang kau rasakan." Lanjut Renjun dengan meraih dua lembar tisu untuk mengusap air mata Grace. "Bagaimana?"

Aku senang, aku bahagia, setidaknya masih ada yang menyayangiku. Buruknya, aku merasa sedih karena harus memendam semuanya. Setidaknya itu yang ada dalam batin Grace, berjuang menghabiskan makanannya dengan teringat wajah Shotaro dan Yangyang. Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi selepas kompetisi nanti, namun Grace hanya bisa berharap segalanya akan kembali seperti semula.

Tangan Renjun tergerak untuk mengusap lengan Grace, menemaninya bertahan untuk mencapai kemenangan.

"Injun, bagaimana ini?" Ujar Grace dengan getaran kesedihannya.

"Tak apa-apa, tak apa-apa. Tenanglah, sebentar lagi akan kompetisi dan hingga saat itu tiba, kau bebas melakukan apa yang kau mau."

"Tapi bagaimana? Bagaimana jika semuanya berjalan dengan tidak semestinya?"

Renjun terdiam, merenungkan ekspektasi Grace yang sepertinya semakin menyeramkan. Tak akan ada yang baik-baik saja. "Eun." Panggilnya membuat gadis tersebut memilih menghentikan pikirannya. "Tak apa, mari bertahan sedikit lagi. Ya?"

Leher Grace terlihat berusaha menelan makanannya. Tak berselang lama ia mengangguk, berjuang menyemangati dirinya yang akan menghadapi kompetisi sebentar lagi.

Sedikit lagi, sebentar lagi, lalu semuanya akan berakhir.


To be continue

[II] THE CLASS OF EVIL ✓Where stories live. Discover now