6. old missing person

1.5K 468 20
                                    

Latihan di dalam studio hari ini tidak begitu lancar. Aku terdiam lebih banyak, memperhatikan para calon musisi yang lebih baik dariku sedang beraksi. Ini bukan soal aku malu atau sebagainya, aku hanya terlalu memikirkan tentang tempat ini.

Mereka seperti orang-orang yang menyimpan sebuah rahasia dalam diri masing-masing, dan aku hanya bisa bersikap naif untuk membiarkan mereka begitu saja. Pesan yang ditanggalkan pada buku catatanku oleh orang yang kulupa terus teringat di kepalaku. Membayangiku meski aku tak seharusnya menganggap hal itu sebagai hal serius.

Lantas, siapa yang harus kupercaya disini?

Sesekali Chenle menyikut lenganku, memintaku fokus untuk memainkan gitar klasik. Ini sedikit mengganggu mereka, dan aku merasa bersalah atas itu semua. Keteledoranku berakhir begitu Renjun akhirnya menegurku karena kesal.

"Apa kau bisa memainkannya? Kau terlihat bodoh daritadi."

Aku terhenyak, sedikit kaget karena yang lain ikut berhenti.

"Kau menghalangi pembelajaran hari ini." Sambungnya.

"Ah—itu," aku awalnya tak bisa memberikan alasan apa-apa. Tak ingin mereka menunggu, akhirnya aku segera menyimpan gitar dan membungkuk pada mereka. "Maafkan kesalahanku, hari ini aku akan pulang lebih awal. Maaf."

"Renjun hyung, kau terlalu kasar." Ujar Chenle yang segera kubantah. "Tidak, aku memang sedang tidak enak badan. Rasanya lebih baik untuk pulang."

Kemudian Jeno yang menggunakan handband leader untuk hari ini bertanya. "Apa kau perlu teman?"

Untuk pertamakalinya seorang Jeno Abraham bertanya padaku.

"Ti-tidak perlu, aku bisa pulang sendiri."

Segera aku bergegas untuk keluar dari sini. Aku mengambil tas dan pulang dengan nafas tersengal. Just another bad day, Osaki Grace Eun. Kau tak perlu menanggapinya secara berlebihan.

Aku berhenti sesaat di penghujung jalan, menyokong tubuhku di salah satu tiang untuk mengatur nafas. Ah, ada apa denganku hari ini?

Aku mendongak melihat awan, berusaha semaksimal mungkin untuk kembali tenang. Aku tidak boleh seperti ini. Penyakitku akan kembali muncul setelah sekian lama terpenjara dalam diriku.

Ekor mataku mendadak menangkap penampakan kertas orang hilang yang sedikit terbuka. Itu, yang tadi sore kulihat bersama Shotaro.

Astaga, tidak mungkin.

Inikah alasan kenapa aku seperti tak asing dengannya? Orang hilang beberapa bulan silam itu—adalah Haechan? Tapi kenapa nama yang tertera di bawahnya adalah Lee Donghyuk? Aku bersumpah, tapi ini benar-benar dia! Fitur wajahnya sangat mirip, bahkan...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Inikah alasan kenapa aku seperti tak asing dengannya? Orang hilang beberapa bulan silam itu—adalah Haechan? Tapi kenapa nama yang tertera di bawahnya adalah Lee Donghyuk? Aku bersumpah, tapi ini benar-benar dia! Fitur wajahnya sangat mirip, bahkan terlampau mirip. Namun, apa yang sebenarnya terjadi kalau orang ini memang dia?

Langkahku berjalan mundur.

Hari ini sangat gila.

Aku segera berlari menuju bis, mempercepat perjalanku untuk pulang ke rumah. Aku harus meninggalkan gedung itu, tidak mungkin aku hidup dengan rasa gundah seperti ini.

Keanehan terus hadir seperti merenggut jiwaku. Bahkan saat aku telah menjauh, ia seperti terus mengikutiku.

Begitu sampai di depan kediaman, aku kembali berlari untuk masuk ke dalam rumah. Sayangnya saat membuka pintu, aku tidak menemukan sepatu kedua saudaraku.

"Yangyang, kau dimana? Shotaro?"

Hening. Rumah benar-benar kosong.

Hanya suara jam dinding yang terus berdenting.

Kesunyian ini semakin menyebar.

Aku tidak tahu siapa saja yang akan membohongiku, bisakah kau menolongku?

Jendela itu, jendela yang dihantam oleh mahkluk aneh. Apa itu tak bisa dihapus dari kediaman ini?

Tidak, bukan aku yang menciptakan ketakutan ini.

Brak!

Kutorehkan pandanganku yang semakin kalut usai pintu luar mendentum sangat keras. Detik demi detik berlalu, dan saat bayangan itu mendekat, suaranya terdengar melepas kegelisahan ini.

"Euna?"

"Yangyang."

Lelaki itu menghampiriku, melihatku dengan rambut yang berantakan dan raut yang tak menentu. "Ya, kau baik-baik saja? Seharusnya kau belum pulang, bukan?"

Kepalaku terasa pening, sangat pening.

"Euna, kau kenapa? Kemari. Jangan sampai asmamu kambuh."

Ia membawaku ke atas sofa panjang dan membantuku untuk berbaring. Setelah itu Yangyang mencari sesuatu di dalam tasku. "Kau tidak membawa inhalermu ke tempat kursus, kan? Sepertinya kau harus menjawab ya."

Tapi aku selalu membawanya kemana pun aku pergi.

"Biar aku ambil di kamarmu." Akhirnya ia sendiri yang memutuskan untuk mengambil yang baru lalu kembali, langsung membantuku untuk menghirupnya. "Kau sakit? Atau sesuatu telah terjadi?"

"Mungkin."

Yangyang menghela nafas. "Kalau seperti ini, lebih baik kau beristirahat. Sudah kuduga kau akan sakit karena sejak lama kau tidak sibuk seperti ini. Akan kutelpon Taro."

Tak ada yang bisa kulakukan selain membiarkan Yangyang. Setidaknya ada yang menemaniku, setidaknya aku tak mati karena sentimen tidak normal tadi. Baru kali ini, aku seperti dihantui hal buruk.

Yangyang kemudian duduk di sampingku, sambil menghubungi Shotaro dan menjelaskan apa yang telah terjadi.

Shotaro. Aku rasa dia sempat melihat orang yang mirip dengan Haechan saat bersamaku. Lee Haechan yang telah memberitahuku tentang vampir, tentang kutukan dengan senyuman miringnya untuk Mark. Apa yang telah terjadi pada mereka?

Tak sampai 15 menit, pintu utama kembali bersuara dan Shotaro muncul dengan tergesa-gesa. "Apa yang terjadi?"

"Sudah lebih baik."

Bahunya terjatuh, mengucapkan kata syukur karena aku masih ada di hadapannya. "Ada apa Eun? Saat berangkat tadi kau terlihat biasa saja."

Aku ingin mengatakan hal ini pada Shotaro, namun kurasa Yangyang tak perlu tahu. Mereka menungguku untuk memberi jawaban yang pasti, tetapi kubalas dengan gelengan ringan. "Aku hanya perlu istirahat, mungkin."

"Eun—"

Dua saudaraku yang sangat kusayangi. Aku tidak ingin mereka terlalu khawatir, aku tak perlu menyampaikan hal sepele ini. "Jangan cemas, aku baik-baik saja." Balasku dan menutup mata dengan satu tangan, berpura-pura tertidur untuk menghindari tangisanku di hadapan mereka.


To be continue

[II] THE CLASS OF EVIL ✓Where stories live. Discover now