16. Keanehan Park Jisung

1.2K 431 60
                                    

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat.

Musim dingin telah terganti oleh musim semi. Lelehan salju pun tampak semakin menghilang. Menjelang sore, sebuah gedung besar terlihat dimasuki oleh banyak kalangan muda, terlebih karena jadwal sebuah kursus elit terdapat di dalamnya.

Seorang gadis berambut hitam dan sedikit campuran red wine sedang berjalan di luar gedung, bermaksud untuk terbenam di kesehariannya dalam bangunan megah itu. Gadis yang akrab disapa Grace dalam kelas dan Euna di rumahnya ini sempat terhenti, tatkala menemukan dua orang teman sekelasnya berdiri di samping sebuah mobil Audi.

"Kau tak boleh kalah telak dari saudaramu, Jaemin." Ujar seorang lelaki paruh baya dari dalam mobil mewah tersebut. "Sampai kapan posisimu seperti itu?"

Jaemin Abraham diam, tak ingin membela diri.

"Kau pun sama Jeno. Sangat percuma kalau dirimu terus berada di peringkat atas tetapi ilmu itu tak tersimpan baik di dalam otakmu. Jangan berharap semuanya bisa kau lakukan seenakmu, paham?"

Grace mendengus. Sepertinya urusan busuk seperti yang Jeno lakukan waktu itu tampak lumrah. Membenarkan segala cara untuk menjadi nomor satu.

Gila.

"Ayah sudah membuang banyak uang untuk kalian. Tak mungkin tahta ayah wariskan pada anak tak pintar seperti kalian, kan? Belajar dan jadilah musisi hebat. Jangan biarkan paman kalian merendahkan kalian."

Mungkin saja tindasan dari orangtua seperti itu tak akan pernah dibenarkan. Namun sama saja, melampiaskan tindasannya pada orang lain juga adalah hal yang salah.

Namun Grace berusaha tak peduli. Ia masuk lebih dahulu dan melangkah sendirian hingga menemui lift. Perempuan ini menunggu pintu terbuka, yang membuatnya bertemu dengan dua bersaudara tadi.

"Hai." Sapa Jaemin.

Secara bersamaan pintu lift terbuka. Tiba-tiba saja Jeno berjalan dan menyambar Grace, membuat kedua orang lainnya sedikit terkejut. Uh, sepertinya sikap Jeno yang lain agak terbuka kali ini.

Jaemin kesal, tetapi Grace menganggapnya angin lalu. Mereka akhirnya menyusul Jeno dengan suasana yang awkward menuju Kelas Savior. Grace berpura-pura tak sadar dan tak mengerti, padahal dalam hatinya ia ingin meminta penjelasan pada Jeno.

"Grace, kau tahu?"

Ujaran Jaemin yang memecah keheningan membuat Grace menoleh. Sepertinya ada topik penting yang akan lelaki itu sampaikan.

"Tentang kematian ibu Jisung."

Satu alis Grace terangkat. "Kenapa?"

"Katanya dia meninggal di depan Jisung, di dalam mobil tepat setelah menjemputnya. Saat itu ibunya tiba-tiba pingsan karena obat bawaannya habis. Padahal— mereka sudah tiba depan rumah Park."

"Ah, aku benar-benar tak menduga hal itu. Bagaimana dengan Jisung, ya?"

Jaemin mengendikkan bahu. "Ibunya sudah sejak lama menderita penyakit jantung kronis. Tapi enggan melakukan rawat jalan karena nekat menemani Jisung untuk terus belajar."

Bahkan masalah dunia pun menjadi tameng agar mendiang melupakan deritanya sendiri.


Ting!


Dentingan terdengar dari atas pintu lift, membuat ketiga remaja ini keluar dari dalamnya. Grace dan Jaemin masih mengobrol, sedangkan Jeno berjalan lebih cepat untuk sampai ke dalam kelas.

Pemandangan langka pun tampak terjadi di depan kelas. Ada Mark Lee yang tengah menepuk pundak Jisung, kembali menyampaikan bela sungkawa atas kepergian ibu lelaki bermarga Park itu. Jisung sendiri masih murung, hanya mengangguk ringan dan masuk ke dalam kelas bersama Mark setelah itu. Grace menghela nafas ringan, ikut menyusul kedua orang tadi bersama Jaemin.

Sayangnya hari ini mentor datang lebih cepat. Beliau langsung memulai jadwal lebih awal, lalu menyampaikan informasi penting dan cukup mengejutkan.


"Kelas Savior terpilih untuk mewakili bimbingan musik ini dalam kompetisi bergengsi dua minggu lagi. Dari rapat antar mentor dan pendiri, track record kalian membuat kami memutuskan untuk memilih band dari kelas ini sebagai peserta."

Oh tidak. Mereka yang bersaing dalam kelas akan menjadi sebuah team untuk bersaing di dunia luar.

Hebat.

"Lagu buatan dua di antara kalian akan terpilih, jadi bersiaplah. Sebelum pulang, kami akan mengumumkan lagunya. Bekerja keras dan tetap kompak, mengerti?"

Mereka masih dalam kondisi shock. Belum berapa lama bersama, namun mereka mendadak ditunjuk untuk ikut kompetisi bersama-sama. Pertanyaan utamanya sederhana, bagaimana bisa orang yang saling menjatuhkan ini dibentuk menjadi sebuah team harus bekerjasama nantinya?


Usai memberi informasi, mentor meminta para pelajar ini untuk berlatih di studio. Meski agak canggung karena pemgumuman tadi, mereka berusaha untuk terlihat santai dan mengikuti arahan sang pengajar.

Grace sendiri segera bangkit, memasukkan beberapa alat tulisnya ke dalam laci saat temannya yang lain sudah beranjak keluar kelas.


Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari bagian belakang. Ternyata itu merupakan ulah Jisung yang tak sengaja menjatuhkan tas beserta isinya. Jisung segera meraih benda-benda miliknya, kesal karena kelalaiannya sendiri.

Di samping itu, sialnya mata Grace tak sengaja menangkap suatu hal yang membuatnya tertegun.


Sebuah botol obat jantung menggelinding ke padanya.

Nampak masih terisi oleh beberapa kapsul.


Pergerakan Grace membeku, tergantikan dengan pikirannya yang berlarian tanpa arah. Ia berusaha berpikir jernih, dengan tatapannya yang perlahan melihat ke arah Jisung yang masih membereskan barang-barang. Tak berselang lama, Grace menemukan orang yang menyadari perkara yang sama.

Huang Renjun, dan satu orang lainnya ikut menyadari situasi yang sama.

Renjun ikut memandang gadis Osaki ini, berharap mereka sedang tidak memikirkan hal yang sama.

Jika mendiang ibunya telah kehabisan obat sebelum meninggal, lantas kenapa benda itu masih ada pada Jisung sendiri?


To be continue

[II] THE CLASS OF EVIL ✓Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ