18. Siapa si aktor terhebat?

1.2K 411 39
                                    

Sebuah benda terjatuh dari lubang gitar begitu Haechan membaliknya. Mereka semua menemukan sebuah memori DVR mobil atau car blackbox.

Semuanya spontan bertanya-tanya.

Apalagi begitu Jisung bangkit dan berlari mengambilnya dengan wajah ketakutan.

"Jisung." Panggil Chenle. "Ada apa dengan benda itu?"

Yang terpanggil tidaklah menjawab, hanya gelisah di antara tatapan teman-temannya yang begitu terheran. Jisung terguncang habis-habisan, mulutnya terbata-bata membuat Jaemin Abraham maju dan meraih satu tangannya. "Berikan padaku."

"Tidak, hyung. Ini—"

Tiba-tiba satu tangan Jisung lagi tercegat oleh Grace, membuat dirinya semakin kalut tak terkendali. "Kenapa kau menyimpannya di dalam gitarku? Apa yang sebenarnya kau sembunyikan?"

"Aku bilang tidak ada apa-apa!"


Brak!


Tubuh Grace terdorong hingga menghantam meja setelah menjadi sasaran amukan Jisung. Renjun dan Jeno berlari dengan cepat pada gadis Osaki itu, sementara Mark Lee spontan menyerukan, "Park Jisung! Ada apa denganmu?! Kau sinting?!"

Tanpa aba-aba, satu orang lainnya dengan santai meraih benda kecil tersebut di tangan Jisung. Dengan wajah tenangnya, Lee Haechan lalu mengatakan sesuatu seolah meremehkan pemuda bermarga Park ini. "Kalau hal ini mencakup sebuah tindakan buruk, maka temui aku jika kau sudah membuat kondisi kondusif. Mengerti?"

"Tidak seperti itu hyung—"

"Wajahmu mengatakan segalanya."

"Hyung—"

"Jangan membuat momen kompetisi besar nanti hanya menjadi angan bagi semua manusia disini." Sambung Haechan kemudian berjalan keluar dari studio, menyusul Jisung yang merosot turun usai Jaemin melepasnya tangannya. Sayup-sayup ucapan kau tak apa-apa terdengar dari posisi jatuhnya seorang Grace, membuat atmosfer untuk Jisung terasa sangat hampa.

Grace terkejut? Tentu saja. Bayangkan orang yang bersikap often seen friendly sejak kedatangnnya di tempat ini hingga momen dimana orang itu terlihat sangat mencurigakan tega mendorongnya hingga terluka di bagian dahi. Renjun sendiri bahkan rela merobek kemeja miliknya untuk membalut luka itu agar tak merembes lebih lama.

Mata Grace melihat Haechan keluar, sengaja menghindari darah yang mengucur dari bagian kepalanya.

"Aku baik-baik saja." Kata Grace. "Kalian tak perlu seperti ini."

"Tapi kepalamu terluka." Ujar Jeno.

Grace tak tahu kenapa Jeno selalu bersikap sebaliknya di setiap kondisi telah berganti. Ini mengakibatkannya sedikit tak enak hati meski lelaki itu telah menyakiti perjuangannya tempo hari.

Tak menunggu waktu lama, Renjun dan Jeno membantu Grace untuk bangkit, ikut keluar dari studio disusul Mark yang sudah sangat muak melihat Jisung.


"Park Ji—"


"Diam." Tekan Jisung, saat mendengar Chenle yang telah menyebut setengah namanya. Pandangan matanya menajam, merasakan sedikit benci pada sahabatnya sendiri. "Jika aku tak tenggelam dalam ucapanmu, maka ini semua tidak akan pernah terjadi."

"Kau menyalahkanku? Kau baru saja menuduhku?"

"Pergilah. Jangan bersikap seolah kau tak tahu apa-apa di depanku."

"Andy, ada apa denganmu?" Chenle berusaha terkekeh meski kondisi tak mendukung gesturnya. "Jangan seperti ini."

Dengusan kesal terdengar dari Jisung. Ia pun tanpa pamit, meninggalkan Chenle yang akhirnya bisa tersenyum manis meski itu sangat tak cocok dengan suasana yang telah berlangsung. Tak ingin berlama-lama berada di luar topengnya, Zhong Chenle ikut keluar, bersama raut yang perlahan berganti menjadi begitu sedih.

Sayangnya langkah lelaki tersebut terhenti tepat di depan studio. Ternyata, Haechan dan Jaemin-lah yang mencegah langkahnya, berdiri dengan hawa arogan seolah ingin menggali sesuatu dari dirinya. Tangan Haechan menyilang di depan dada, yang tak lama kemudian memperlihatkan memori black box milik Jisung tadi pada Chenle. "Kau tahu sesuatu?"

"Eng, maksud hyung?" Balasnya dengan wajah memelas.

"Kami masih menghargai privasi kalian, tetapi kami tak bisa menyimpan kepalsuan lebih lama. Setidaknya jangan sembunyikan apapun sebelum kompetisi."

"Hyung, aku masih tercengang dengan apa yang baru saja terjadi. Aku, aku masih mencerna semuanya. Percayalah. Jaemin hyung, apa kau mencurigaiku?"

Haechan kembali melakukan rolling eyesnya, mengutuk tindakan si aktor Chenle yang sudah tak berarti baginya.

"Zhongchen, kami hanya—"

"Hyung."

Damn you, Batin Haechan.

Spesifik. Jaemin menjadi iba karena mimik serta ungkapan Chenle. Lagipula kami tak boleh menyerang dengan secepat ini, pikirnya. Terlalu cepat mengambil kesimpulan akan menambah masalah, katanya.

"Chenle, aku mungkin hanya orang baru yang belum bisa menjadi 'hyung'mu dalam kelas ini. Tapi, biarkan aku memberimu satu nasihat untuk bertahan hidup." Ujar Haechan, lalu mengambil selangkah dan berbisik di telinga Chenle. "Setelah kompetisi nanti, akan ada momen dimana populasi vampir akan bertambah. Dunia akan berhenti bekerja, semua akan terasa mencekam. Dan jika hari itu telah tiba, maka orang sepertimu biasanya akan lebih dulu diterkam dalam gerhana matahari."

Tentunya Chenle tertegun seketika, mengakali tutur kata ambigu dari seorang Lee Haechan. Sayangnya lelaki bermarga Lee itu mundur sambil mengukir senyumnya, kemudian berbalik untuk meninggalkan tempat menuju Kelas Savior-nya.


To be continue

[II] THE CLASS OF EVIL ✓Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum