4. mark your fate

1.7K 543 67
                                    

Alarm yang menandakan waktu pulang akhirnya terdengar, seisi kelas menjadi gemuruh dengan suara gerakan untuk bersiap-siap. Aku sendiri sisa bangkit, karena sudah kubereskan semua peralatan milikku sebelumnya. Mereka sibuk dengan ponsel atau kawan masing-masing, aku? Tentunya akan pulang sendirian, seperti biasa.

Uh, aku lupa menggunakan earphoneku. Ini akan memakan waktu agak lama, mengingat moodku sedang tidak dalam keadaan yang baik. Aku mengutak-atik playlist yang kurasa cocok, dan kembali berjalan dalam kesunyian. Sengaja kupelankan langkahku guna membiarkan Mark, Jeno dan Jaemin masuk lebih dulu ke dalam lift tanpaku. Kami masih belum berbicara satu sama lain, meski ini sudah hari yang kesekian aku menjadi pelajar yang sama dengan mereka.

Jadi, ya. Canggung.

Dum—dum—tes!

Suara ketukan drum itu terdengar saat lagu memiliki jeda sedikit. Langkahku ikut berhenti sepenuhnya, kemudian membuka sebelah earphone untuk memastikan suara tadi.

Ah, benar. Suaranya berasal dari studio yang ada di sampingku.

Kutorehkan pandanganku sepenuhnya dan membuka pintu untuk mengecek siapa yang ada di dalam studio. Kukira itu adalah seorang mentor atau guru, ternyata dia adalah Huang Renjun. Aku segera membungkuk, memintamaaf karena telah menghentikannya. "Maaf."

Renjun hanya diam dalam datarnya ekspresi itu, membuatku agak kikuk dan segera menutup pintu. Kusembunyikan diriku agak lama di samping studio, lalu saat ia kembali bermain drum, aku mengintip dari kaca yang tidak tembus pandang ini.

Ia bermain dengan lihai, tidak terlihat seperti lelaki pendiam yang hanya terus duduk di samping jendela kelas.

Dia terlihat tidak peduli, karena dia hanya suka dengan musik. Dia terlihat dingin, karena dia merasa hangat dalam alunan buatannya sendiri.

Aku suka dari caranya memejamkan mata untuk memastikan dentuman drum itu terdengar tepat. Dia seperti diciptakan untuk ini. Keren, bukan?

Sret!

Aku mendadak terbawa oleh seseorang menuju ujung koridor lantai ini secara paksa. Aku terkejut, tak sempat bertanya siapa dia. Namun begitu menunjukkan wajahnya, aku lebih terkejut lagi saat mengetahui jika dia adalah Mark Lee.

"Apa maksudmu berada di sini? Tidak cukup kau menggagalkanku di masa lalu?" Katanya.

Dahiku mengerut, tak paham dengan apa yang ia ucapkan. "Uh? Apa kita saling kenal?"

"Cih, kau sok lupa?"

Kutautkan anak rambutku, merasa Mark agak berlebihan. Bagaimana jika orang yang dia maksud bukan aku?

"Hey, Osaki. Aku yang selalu gagal mendapatkan posisi teratas saat di sekolah menengah pertama karenamu di Aussie."

Aku tersentak saat Mark menyebutkan negara yang menjadi tempat tinggalku beberapa tahun sebelumnya.  "Lalu? Maaf, tapi aku benar-benar tidak ingat siapa dirimu."

"Oh, kau lupa anak berkacamata tebal yang dirisak karena dianggap tidak pantas menjadi sainganmu? Sekarang, kau kembali di depanku untuk menjatuhkanku?"

"Pertama, aku mintamaaf karena aku tidak tahu, atau aku lupa, atau aku benar-benar tidak tahu hal itu terjadi. Kedua, itu sudah sangat lama dan ketiga, aku tidak ada maksud apapun padamu."

"Alasanmu yang kedua sangat menyedihkan. Tidak peduli kenangan buruk itu terjadi berpuluh-puluh tahun yang lalu, yang menyakitkan akan tetap tinggal. Sekarang, aku peringatkan dirimu jangan berlagak seperti orang yang kubenci." Ujarnya masih dengan mencengkram pergelangan tanganku. "Kau belum tahu aku akan melakukan apa saja untuk mimpiku? Aku bisa saja membunuhmu dalam diam."

Ucapannya sukses membuatku bungkam.

Mungkin aku telah melakukan kesalahan di masa lalu, yang benar-benar aku tak tahu apa itu sehingga membuat Mark sangat membenciku. Namun aku bersumpah aku tak tahu harus melakukan apa saat ini.

"Kau menakutinya."

Kami reflek menoleh, mendapati Renjun dengan hoodie putih yang membalut tubuhnya berjalan menghampiri kami. Ia menarik tangan Mark lalu sedikit menghempaskannya ke udara. "Aku rasa sudah cukup."

Segera kurenggangkan jemariku yang sudah kebas karena cengkraman lelaki itu ini. Meski begitu aku tetap tak berani melawannya, takut jika memang dia sangat membenciku dan melakukan hal yang tidak kuinginkan.

Kehadiran Renjun membuat Mark mendengkus kesal. Ia masih menatapku penuh kebencian dan beranjak, meninggalkan tempat ini dan kami berdua.

"Terimakasih." Ujarku.

Renjun menatapku dalam damainya sendiri, tanpa maksud dan tujuan tertentu. Pandangan itu sepertinya tak asing bagiku, namun karena tidak ingin hal buruk terjadi, aku kembali mengulang ucapanku. "Terimakasih, Huang Renjun." Kataku seraya membungkukkan badan.

"Jangan terlalu polos, jangan terlalu baik. Kau gampang tersingkir jika seperti ini."

Mataku berniat untuk mencari pandangannya, namun Renjun sudah lebih dulu berbalik dan pergi sesaat sebelum dirinya berkata, "takdir akan tetap sama, dan apa yang terjadi sepertinya tidak akan jauh berbeda. Hanya saja—"

Dia malah pergi.

Membuatku memikirkan ucapannya yang tidak sempat terselesaikan.

Kau tahu? Aku benci berpikir.


To be continue

[II] THE CLASS OF EVIL ✓حيث تعيش القصص. اكتشف الآن