The lies

982 311 25
                                    











[Aussie, beberapa tahun silam]







"Tapi aku mohon Minhyung—"

"Hentikan itu, Dean!" Teriak seorang pemuda di atap sebuah gedung sekolah. Ia menggertak seorang pemuda lain yang nampak telah putus asa dengan egonya. "Kau bukan sahabat yang baik untukku!"

"Namun kau juga punya banyak kelebihan, jangan terlalu menanggapi kesuksesan orang lain."

"Kau menyuruhku tenang di saat aku tak punya progress apa-apa? Kau bodoh? Kau ingin melihatku dibunuh ibuku?"

"Minhyung, tenanglah."

"Aku Mark Lee! Bukan Minhyung lagi!" Gertaknya untuk kesekian kali, membuat Donghyuk mundur dengan raut ketakutan. Minhyung —yang kini mengakui dirinya sebagai Mark lantas beranjak meninggalkan tempat itu, membuat Donghyuk benar-benar sendirian.

Angin yang berhembus pelan, menemaninya dalam kalut dan kegelisahan. Sudah kesekian kali ia berusaha menenangkan Mark agar tetap menghargai dirinya masing-masing, namun lelaki itu tetap haus akan kemenangan. Andai saja ia tak terlahir dari keluarga ambisius dan terlalu menyanjung status sosial, maka bisa saja Mark tidak separah ini.

Tubuh Donghyuk beralih bersandar pada tembok, mengambil rehat dari kesedihannya. Kini ia merasa kesepian apalagi hubungannya dengan sang sahabat semakin memburuk. Bayang-bayang kepergian kedua orangtuanya pun masih menyelimuti, kerinduan pada adik semata wayangnya semakin menjadi.

Donghyuk mengusap air matanya lalu mengeluarkan ponsel. Satu pesan tak terbaca datang dari nomor bibinya, yang mungkin itu adalah ucapan kerinduan dari sang adik. Dalam sekejap Donghyuk menghapus raut keterpurukan di wajahnya dan menelepon Lee Haejung —adiknya.







"Donghyuk?"

"Oh, bibi. Apa Junga—"

"Kondisinya semakin kritis, kankernya semakin menyebar. Aku tak sanggup melihat adikmu seperti itu, Hyuk."


Boom!


Tubuhnya semakin tersentak mendengar pernyataan bibi. Rahangnya bergetar kala bibinya menangis, mengatakan bahwa Haejung sudah tidak bisa melakukan apa-apa.

"Hyuk."


"Iya, bi."


"Haejung mengatakan ini tiap malam. Dia berharap kau mempertahankan beasiswamu disana, kejar mimpimu dan buat dia bangga."

Donghyuk menangis tak bersua, tak ingin terdengar lemah di seberang bibinya.

"Apa keluarga Minhyung merawatmu dengan baik?"


"Tentu— mereka seperti itu. Bahkan aku terlalu fokus disini hingga jarang menghubungi Haejung dan bibi, maafkan aku."







Kebohongan itu terus dilakukannya untuk menutupi semua beban. Donghyuk berpikir semuanya akan membaik meski hilalnya tak kunjung terbit. Semuanya akan melegakan meski jatuhnya tak kunjung berujung. Hari demi hari berlalu, Donghyuk kian merasakan keanehan dalam dirinya.

Sesuatu seperti memasuki kulitnya, memaksanya untuk terus tenggelam dalam kesendirian.







"Kau akan terperangkap dalam depresi dan menemui kutukan itu."


"Kau tahu kan? Kau akan menjadi kaum monster vampir yang mengerikan."


"Jadi semuanya tergantung dari dirimu dan pikiran itu."







Kian hari nafasnya kian menyesak. Donghyuk tak tahu apa yang terjadi, dirinya pun semakin putus asa. Ia terus mengurung diri, tak menghadiri kelas, bahkan menghindar dari orang-orang. Hal itu membuat Mark merasa ada yang tidak beres.

Jumat malam, ia memutuskan untuk mengunjungi Donghyuk di kamarnya.


Tok tok—


Tak ada jawaban.


Tok tok.


"Ini aku, buka pintunya."


Sama saja.


"Kita perlu—" dan pintu terbuka begitu saja saat tangannya memutar gagang pintu, tidak terkunci. Mark memutuskan untuk memasuki kamar Donghyuk guna memastikan kondisi lelaki tersebut. Ranjangnya seperti tak tersentuh, namun di lantainya banyak berserakan kertas-kertas penuh coretan dan tinta bolpoin.

Mark menoleh, melihat pintu kamar kecil terbuka.

Langkah kakinya pun berlanjut.


"Dean!"


Sayatan di atas nadinya mengalirkan darah segar, Donghyuk mencoba bunuh diri. Matanya masih terbuka meski hanya segaris, menimbulkan panik yang berlebih pada Mark.

"Dean, bertahan!"

Tangan Donghyuk meraih lengan Mark. "Kau tidak perlu melakukan apa-apa. Lebih baik seperti ini."

"Jangan seperti itu!"

"Bahkan aku tak tahu, apa aku akan berhasil untuk mati atau akan tetap menikmati kutukan ini sepanjang hidup."

"Donghyuk—"

"Maafkan aku, Mark Lee."

"Tidak, jangan!"

"Bila nanti aku kembali, aku harap aku bisa melihatmu menjadi lebih baik ya."

[II] THE CLASS OF EVIL ✓Where stories live. Discover now