24. Menyimpan angan

1.1K 410 79
                                    

"Tak usah khawatirkan tentang juara, kau telah melakukan yang terbaik."

"Tidak." Jisung menggeleng. "Bukan soal hasil dari kompetisi ini."

"Lalu?"

"Aku akan menyerahkan diri, noona. Aku akan bertanggungjawab, aku tidak akan sembunyi lagi."


Grace tersentak, melihat sisi pemuda Park tersebut yang berujung memberanikan dirinya mengurangi rasa penyesalan itu. "Kau yakin?" Tanyanya.

"Ya— aku tak bisa hidup di tengah rasa ini. Tenanglah, aku tak akan melibatkan kalian. Semuanya murni merupakan kesalahanku, aku terlalu mementingkan emosi hingga tak menyadari jika aku melakukan kejahatan." Suaranya kian terpaksa agar tak bergetar. "Pada ibu."

Mata gadis Osaki tersebut menjadi sendu melihat Jisung. Tak pelak, ia merasakan kesedihan yang membuatnya beralih menuju toilet untuk menyembunyikan. Grace memandangi diri pada cermin lebar, memandangi betapa lemahnya ia di hari baik seperti ini. Waktu Grace habiskan hanya untuk meluapkan segalanya, hingga saat yang ditunggunya yaitu terlihat baik-baik saja akhirnya datang lagi.


Saat itu tiba, Grace memutuskan untuk kembali bersama wajah cerah.


Tanpa diduga, sebuah tangan mengulur tepat di depan matanya, mencegat dirinya melangkah. Grace menoleh, melihat Lee Haechan yang menaikkan satu alisnya.

"Kenapa?" Tanya Grace.

"Kau sedih karena Jisung, benar?"

Grace membuang pandangan, seperti mengiyakan pertanyaan Haechan.

"Berarti kau harus membaca ini." Lanjutnya seraya mengeluarkan sebuah buku yang di sudut sampulnya bertuliskan Jiseong Andy Park. "Tulisan harian Park Jisung."

"Kau mencurinya?"

"Hey, ini bukan mencuri bodoh. Ia tak sengaja meninggalkannya di studio, jadi kubaca saja. Toh dia adik kita yang kriminal, kan? Siapa tahu ada pesan terselip dalamnya."

"Jaga mulutmu."

"Dan kutemukan apa yang kucari."

Seketika Grace terhenyak, apalagi begitu Haechan serta-merta membuka bagian yang mungkin telah ditandainya. Lelaki Lee itu memperlihatkan tulisan tangan seorang Jisung, membuat Grace diam untuk membacanya.


Dia bilang, jika aku muak, aku bisa melakukan segalanya. Katanya aku juga hanya manusia biasa yang butuh kebebasan karena Ibu yang terus memamerkanku agar tampak tinggi setelah perceraiannya dengan ayah.


Apa aku berhak melakukannya?


"Lalu ini—" Ucap Haechan lagi dengan reflek membuka halaman lain.


Sekarang aku menyadari, ia melakukan semuanya untuk menjatuhkanku.


Kupikir dia selalu hadir dan mendengarku, menjadi sahabat baikku agar tidak membuatku merasa sendiri. Kupikir ia akan menemaniku setelah membuat ibu menderita. Nyatanya, itu agar aku bisa jatuh dan berada di bawahnya. Kau setega itu, Zhongchen.


"Ia terhasut oleh manusia sok asik itu, Zhong Chenle."

Untuk kedemikian kalinya, Grace harus tercengang pada kenyataan di waktu yang tidak tepat. Grace menatap Haechan kosong, yakin tak yakin dengan tulisan yang terpampang nyata di depannya.

"Tentu aku tak memaksamu mempercayaiku, aku tak ingin menghasutmu."

"Lalu," Grace menekankan suaranya. "Kenapa kau melakukan ini? Kenapa harus aku yang tahu?"

"Sudah kubilang, kau terlihat sebagai penolong jiwa anak itu. Dan lagi—" Haechan menggantungkan ucapannya, menutup buku harian Jisung karena berniat untuk beranjak. "Aku tak ingin dia menjadi korban persis seperti diriku yang sebenarnya."

"Apa?" Cegah Grace sebelum Haechan pergi. "Apa yang sebenarnya terjadi?"

Haechan menyeringai. "Kau akan tahu, kau akan segera mengingatnya. Tentang Lee Donghyuk yang melakukan sesuatu karena posisimu, untuk memberikannya pada Lee Minhyung."

Kalimat itu menjadi yang terakhir sebelum Haechan benar-benar pergi, meninggalkan Grace yang termenung atas satu clue tambahan. Tak ayal, betapa terbebaninya kepala gadis ini atas semua jejak misterius yang diberikan Lee Haechan.

Dengan berat Grace melangkah menuju ruang tunggu. Segala usahanya untuk terlihat santai nampak konyol, lebih mengarah pada lelah karena terus palsu.

Seperti biasa. Dengan teratur Huang Renjun datang menghampirinya, mengatakan apa semuanya baik-baik saja.


Dan, untuk pertama kalinya, Osaki Grace Eun berkenan akan mengucapkan sesuatu yang berbeda.


"Kau cemas?"


"Injun."


"Ya?"


"Apa aku boleh mengatakan jika aku sedang lelah?"


Renjun memandangi Grace cukup intens dalam waktu yang lama. Mungkin, manusia tak bisa menentukan kapan ia bisa lelah karena wujud segala permasalahan. Apa yang terjadi, terjadilah. Takdir tak bisa ditangguhkan oleh siapa pun.


"Eun."

Grace menoleh.

"Kau bisa bersandar di bahuku, kapan pun itu."

"Bagaimana dengan sekarang?"

"Kapan pun itu."

Grace menggemam, perlahan meletakkan kepalanya pada bahu milik lelaki Huang ini. Setelah itu mereka terdiam, menikmati kesunyian dan waktu masing-masing. Sangat jarang derita dan damai berada dalam satu waktu, sangat jarang.


"Simpan air matamu untuk kebahagiaan kita nanti."


Pandangan orang lain tampak sangat berbeda. Ialah Jeno Abraham, terkesan kikuk pada Grace dan Renjun. Menyadari saudaranya sedang menatap sesuatu, Jaemin bertanya, "apa ada yang salah?"

Jeno beralih menatap Jaemin datar.

"Mereka menyebalkan?"

"Omong kosong." Balas Jeno kemudian bangkit.

Secara bersamaan Mark dan Chenle datang entah darimana, membawa kabar agar mereka harus kembali ke atas panggung. Untuk kedua kalinya para anggota mempersiapkan diri, menerima segala keputusan dan pemenang. Mereka kembali saling menyemangati, meski jauh dalam diri mengharapkan yang terbaik.

Ada The Mamba, God's Menu, hingga Treasure Kids yang menjadi saingan Savior. Tak ada yang bisa dianggap remeh, mereka begitu handal. Tapi, bukan sebuah dosa saat untuk sakadar berharap, bukan?

Team Savior menjadi yang team terdiam meski situasi menjadi lebih bersaing. Mereka canggung, bingung akan seperti apa. Para ambisius berusaha terlihat berwiba, hingga sesi pemberitahuan pun tiba.


Posisi ketiga dan kedua, secepat itu berlalu. Tetapi nama Savior tak kunjung terdengar.


Hingga tiba-tiba saja,


"Team Savior, selamat! Kalian telah menduduki posisi pertama!"


Ekpresi wajah mereka terkejut luar biasa, sangat tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. Bahkan begitu Mark menerima thropy sebagai tanda kejuaraan, mereka yang lain masih ragu bahkan skeptis menanggapi hal tersebut.

Apa ini benar-benar terjadi?

Karena dirinya berdiri tepat di samping Mark, bahu Grace menjadi orang pertama yang mendapat rangkulan oleh lelaki Lee tersebut. Grace semakin tidak percaya, seperti sedang bermimpi setelah jatuh bangun keadaan yang dilaluinya. Selagi Mark menyampaikan speech dalam kebahagiaan dan rangkulannya itu, Grace menemukan kedua saudaranya yang bersorak bangga, membuatnya melupakan hal lain.


Taro, Liuyang. Step pertama telah kulalui, dan itu berhasil.


Congratulation, Savior Team!


To be continue

[II] THE CLASS OF EVIL ✓Where stories live. Discover now