25. The eclipse begin

1.2K 413 92
                                    

Usai menjemput kemenangan mereka di atas panggung, Beberapa anggota Team Savior bersorak riuh bahkan saat mereka telah keluar dari hall. Orang-orang yang menyaksikannya menatap mereka heran, gilanya mereka tetap sama. Para anak yang biasanya lebih sering berat bibir ini terlalu girang usai tak menyangka akan menjadi yang pertama.

Hal utama yang akan mereka lakukan setelahnya adalah beranjak menuju studio dan kelas. Masih dalam gedung yang sama, Team Savior tampak memamerkan throphy yang berada dalam genggaman Haechan, pada siapa saja. Bahkan mentor yang mengajar mereka sedikit bingung, mendapati pelajar yang biasanya lebih tenang itu terlampau bising.

Tak ada yang tahu pasti apa delapan orang itu kini  jelas bersahabat satu sama lain. Karena pada realitanya, sama-sama berjuang bisa membuat mereka cukup paham apa itu arti pertemanan. Persaingan mereka tentang posisi seolah terlupakan, kerja sama mereka pun menjadi saksi bagaimana mereka selalu berjuang melewatinya.

Saat tiba di studio, satu hal lucu terjadi. Ada macam-macam makanan berat dan kudapan yang baru saja ditata oleh beberapa staff. Park Jisung yang baru saja kembali, tersenyum lebar setelah sekian lama menggumam. "Oh, oh— apa ini ada apa?"

Salah satu staff menoleh dan menjawab. "Ini merupakan kiriman dari Direktur Huang, tepatnya ayah dari Huang Renjun."

"Woah—"

"Selamat menikmati!"

Kegembiraan mereka meningkat drastis, tak mengingat perihal lain dan benar-benar menikmati masa-masa ini. Sekali lagi, kemenangan itu membuat mereka saling bercanda ria, membuat mereka bisa merangkul satu sama lain. Mentor Seo, Lee, dan Kim menyaksikan kebahagiaan itu. Senang melihat betapa cerianya mereka menikmati durasi kebersamaan.


Tentu, akan ada yang mengambil kesempatan dari momen ini.


Huang Renjun.


Sesekali ia menghampiri Grace, menawarkan beberapa makanan bahkan bantuan yang sebenarnya tak perlu. Lelaki Huang itu berusaha untuk selalu duduk dan berdampingan, yang tentunya disadari oleh beberapa lelaki lain.

Tetapi tak ada yang tahu pasti perasaan sesungguhnya si lelaki dingin tersebut.

"Uh, hyung— bisa bergeser sebentar?" Izin Jisung. "Aku ingin berfoto dengan noona."

"Tentu."

"Dia seperti tak membiarkan Grace sendirian."

"Oh ayolah."

"Aku sendiri akan jatuh cinta saat melihat Grace bermain piano." Canda Zhong Chenle. "Sayangnya dia hanya temanku. Bagaimana, Tuan Huang?"

"Kalian salah menduga." Sahut Grace.

"Tak ada yang tidak mungkin~"

Grace menggeleng yakin, menyudahi dugaan teman-temannya yang terus menggoda. Meski mereka berusaha mengusilinya dan Renjun, tetapi Grace tak ingin membesarkan-besarkan obrolan ini. Untuk selanjutnya, mereka saling mengambil gambar menggunakan kamera milik Mark dan Jaemin, mengabadikan semua momen langka ini.


Lain halnya dengan Jeno Abraham, yang sudah kesekian kalinya mengambil view seorang Osaki Grace Eun. Ia terus tersenyum, apalagi saat Grace menyadari keberadaannya.

"Kau juga terpana?" Tanya Jaemin sedikit bersemangat, membuat Jeno sontak membantahnya. "Hanya terlihat bagus. Kenapa kau terus mengusikku?"

"Heol—" Dengu Jaemin lalu berlalu begitu saja dengan sepotong pizza di tangannya.

Selepas mengobrol, mereka menempel foto-foto kenangan mereka di dinding, bahkan bernyanyi dengan harmonisasi sangat merdu.


Tak ingin rasanya Grace mengakhiri ini, meski dirinya tak akan pernah tahu apa yang akan terjadi setelahnya. Pandangannya membuatnya tersadar, jika ia sangat nyaman merasakan atmosfer itu. Kapan lagi, ia bisa menyaksikan senyuman lebar Mark dan Jisung, candaan unik Haechan dan Jaemin, kehangatan Jeno dan Chenle, serta tawaan seorang Renjun?


Sayang, waktu pun tak bisa menjamin peristiwa ini akan terulang di depan matanya.


Selain Shotaro dan Yangyang, inilah hadiah yang diharapkan Grace ditiap malam dan siangnya. Merasakan pertemanan tanpa memikirkan pertarungan.


"Um, bagaimana jika kita ke kelas?" Ajak Jeno di sela-sela keseruan mereka. "Aku kira kita akan meletakkan thropy ini disana?"

"Ingatan yang bagus." Balas Mark Lee seraya berdiri dan kembali memimpin team tersebut untuk bergegas meninggalkan studio setelah merayakan kemenangan dalam dua jam di dalam sana.

Mereka melangkah, melewati jalanan yang sudah biasa mereka lalui, masih dengan berbincang. Saat tiba di kelas, Mark segera meletakkan benda berharga tersebut di tempat teratas dalam lemari kaca yang masih kosong. Setelah itu mereka tak berhenti menatapi thropy dengan mata yang berbinar, penuh rasa bangga.


Kelas ini, telah diisi satu kenangan nyata yang berbanding terbalik dengan kebiasaan yang terjadi.


Tiba-tiba saja Park Jisung tak sengaja melihat jendela kelas. Senyumannya memudar, menemukan anomali yang tengah berlangsung di luar gedung. "Uh, aku rasa di luar sana sedang tidak beres." Katanya, membuat rekannya yang lain ikut menatap ke arah pandangannya.


Senja itu menjadi tak normal dengan kehadiran gerhana matahari di penghujung hari.


Kedelapan pemuda itu mendekat pada jendela, melihat suasana sunyi yang tidak seharusnya terjadi di tengah kota ramai. Tak ada suara klakson mobil yang menyahut. Angin bertiup tak beraturan, menemani traffic light yang seperti tak berguna. Jalan besar benar-benar kosong, dengan beberapa kendaraan yang tersimpan tak beraturan.


Renjun membuka jendela, merasakan kekosongan yang sangat tak normal. Kemana orang-orang?


Jantung Grace berdegup kencang, menyaksikan dunia yang bekerja tidak semestinya.


"Semesta—" gumam Lee Haechan. "Akhirnya ini telah tiba."



To be continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






To be continue

[II] THE CLASS OF EVIL ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang