"Maksud lo?"

"Ya gue belum gambar, geblek. Gue cuma baru buat garis pinggir doang. Gue gatau mau gambar apa." Ucapan Lia sudah seperti orang yang putus asa. Lia memang tidak pandai menggambar.

Ia menggambar hanya jika disuruh menggambar. Ia tak ahli menggambar. Dan hobinya bukanlah menggambar. Tapi melakukan fangirling.

Fangirling juga disebut sebagai hobi, bukan?

"AP, menurut lo ini udah mirip belum?"

Kini giliran Bram yang menanyakan gambarannya. Ada apa dengan teman-temannya ini?

"Udah mirip kok, tapi orangnya lucu. Kek boneka."

"Lo dikomentarin apa sama Bu Mita?" lanjut Lia to the point. Ia tahu pasti Bram menanyakan ini karena gambarannya dikomentari sesuatu oleh Bu Mita.

"Masa katanya orang-orangan ini kek kambing."

Lagi-lagi Lia menahan tawanya. Tadi seekor kodok, sekarang kambing. Nanti apa?

Padahal menurut Lia, itu semua tak mirip dengan apa yang Bu Mita katakan. Bahkan diliat dari segi apapun, Lia tak bisa menemukan kemiripan diantara itu semua.

Entah apa yang ada di otak Bu Mita saat mengomentari gambaran milik Adi dan Bram.

"Coba tangannya diubah dikit. Soalnya tangannya juga ucul banget kek tangan boneka." Semoga saran Lia ini berguna.

"Gue gabisa gambar tangan woi, lo bisa ga?"

Bram serius nanya itu pada Lia?

"Lo nanya ke gue?"

Bram menganggukkan kepala yakin, "Ya menurut lo?"

"Ck, jangankan tangan, gue gambar gunung aja hasilnya suka jadi kaya segitiga sama kaki."

"Goblok, kaku banget gunung lo."

"Ya gue kan gabisa gambar anjir," sungut Lia.

"Dah lah, gue mau lanjut gambar," lanjut Lia.

"Lo gambar apa?"

Lia menggelengkan kepalanya dan menaikkan bahunya. Ia bahkan tak tahu harus menggambar apa.

"Gue gatau juga, daritadi ngapus terus. Andai ngapus hal-hal yang ga gue suka segampang itu," celetuk Lia.

"Lo kenapa malah jadi sesi curcol gini?" Lia hanya tertawa dan lalu melanjutkan gambarannya. Walau gambarannya masih tak berwujud sama sekali.

"AP, menurut lo gambaran gue gimana?"

Lia yang tadinya sedang menggambar mata langsung terkejut. Alhasil, mata di gambarannya tercoret. Sudah seperti mata yang eye-liner nya kepeleset.

"Dewa!" pekik Lia geram. Dewa ini selalu saja membuatnya kesal.

Padahal gambarannya tadi sudah hampir bagus, menurutnya.

Sedangkan pria itu hanya cengengesan. "Menurut lo gambaran gue gimana?" Dewa menyodorkan gambaran miliknya itu ke depan Lia.

Lia langsung melihat gambarannya Dewa. Ia takjub dengan gambaran Dewa. Bagus banget, 2 kata itu yang langsung muncul di otaknya saat melihat gambaran milik Dewa.

"Kaya astronot ngambang," canda Lia. Padahal bagus, pake banget.

Dewa tampak langsung melihat gambarannya dengan tatapan bingung dan agak menyedihkan.

"Wa, gue becanda. Gambaran lo bagus banget, gue ga bohong." Lia mengatakan itu untuk jaga-jaga. Takutnya Dewa benar-benar merasa insecure pada gambaran miliknya itu. Padahal mah bagus banget menurut Lia.

"Lo bener deh, kayanya gambaran gue kaya astronot terbang," ujar Dewa dengan nada yang sedikit sedih, menurut Lia.

Kan. Pikiran Lia benar.

"Tapi, Wa. Astronot di luar angkasa kan emang ngambang."

Dewa sedikit tertawa mendengar ucapan Lia. "Ya juga sih. Tapi makasi masukannya." Dewa langsung pergi menuju tempat duduknya.

Lia merasa bersalah pada Dewa. Ia takut Dewa terpengaruh sama candaan miliknya tadi.

"Ih, Wa, gue becanda, Wa. Sorry," ujar Lia perlahan dengan nada yang halus. Lia mencegah Dewa dengan memegang jari kelingking Dewa.

Namun Dewa melepas tangan Lia. "Iya, terus? Gapapa."

Dewa tersenyum sekilas, dan kembali ke tempat duduknya.

"Aih, gue salah. Duh, goblok banget sih?!"

"LAGIAN YA LIA, LO NGAPAIN BECANDAAN BEGITU? Lo gatau mood nya Dewa lagi gimana tadi. AAKH, kesel. Pengen jadi pacar Sunwoo aja."

Lia terus saja memikirkan itu. Untung saja Bu Mita sedang tak berada di kelasnya. Kalau tidak, ia bisa dikomentari mati-matian karena masih belum menggambar sesuatu di kertasnya.

ㅡㅡㅡ

-to be continued-

Hai semuanya!
Thank you~
Semoga menghibur!❤️

Ciakh, ngambek-ngambekan🤪

Unspoken FeelingWhere stories live. Discover now