28 - First kiss?

27 16 24
                                    

"Aaw," ringis Lia.

Seakan itu adalah alarm panggilan, semua temannya langsung otomatis menolehkan kepalanya dan bertanya pada Lia. Padahal Lia hanya meringis dengan perlahan, tetapi semua temannya langsung panik.

"Gapapa, guys. Cuma hampir kena aja tadi," sahut Lia sambil menunjukkan cengirannya. Menghela nafas lega, semua temannya kini langsung kembali pada pekerjaannya masing-masing. Terkecuali Bram, Prasetya, Rio, dan Dewa. Mereka masih mengelilingi Lia dengan khawatir.

"Anying, gue cuma mau motong ayam, tapi kenapa pake bodyguard segala," ujar Lia sambil tertawa ngakak. Ya gimana gak ketawa, dari tadi mereka selalu bilang, "Hati-hati!" "Awas!" "Liat-liat dulu itu!" dan sejenisnya.

"Udah gih kerjain yang lain sono," usir Lia. Terutama pada Dewa. Karena pria itu harusnya membantu Bima, tetapi malah berdiri di sini sebagai bodyguardnya Lia.

Dengan terpaksa, akhirnya Dewa beranjak dari sana, menuju ke tempat Bima di dekat pintu dapur yang tengah sibuk membuat bumbu.

"Dewa, kampret, sini bantuin gue. Bucin mulu lo kerjaannya!"

"Iya, bawel!"

ㅡㅡㅡ

Lia menggoreng bahan-bahannya dengan santai. Tak lupa ia juga menambahkan beberapa bumbu yang diperlukan.

Sedangkan minyak panas yang berada di samping wajannya sedang mengamuk karena sudah terlalu panas, dan mungkin ada air yang tercampur di sana. Siapalagi kalau itu bukan wajan punya Bram, Prasetya, dan Rio.

"AP, kok minyak nya mau jinak sama lo?" tanya Prasetya bingung.

"Iya, soalnya gue pawang minyak," jawab Lia asal.

"Ooohh," sahut Prasetya dan Rio secara bersamaan. Polos sekali.

Lia hanya bisa menepuk jidatnya, lagi. Entah berapa kali ia akan menepuk jidatnya hari ini.

"Ah, oh, ah, oh. Gue bercanda. Ya makanya sekarang ayam lo samperin, atau tuh ayam gosong."

"Tapi gue ga berani minyaknya masih ngamuk," ujar Prasetya.

Lia lagi-lagi hanya bisa menarik nafasnya, sabar. Ia mengecek masakannya terlebih dahulu, apakah bisa ditinggal atau tidak.

Saat masakannya sudah bisa ditinggal sebentar, Lia langsung mengambil sendok goreng yang berada di tangan Prasetya.

Dengan perlahan, ia membuka tutup penggorengan itu. Dan benar saja, minyak-minyak panas itu masih mengamuk di sana.

Lia dengan perlahan tetapi cepat langsung membalikkan ayam tersebut. Seharusnya mereka bisa memasuki tiga sampai empat ayam dalam sekali goreng. Tetapi mereka hanya menggoreng satu persatu. Buang-buang gas aja.

"Aiish," ringis Lia saat ada cipratan minyak yang mengenai tangannya.

"AP, gapapa?" tanya Aya. Lia menganggukkan kepalanya, "Gapapa, cuma kena minyak dikit doang."

Lia lalu kembali menggoreng ayam-ayam lainnya.

Dan saat ini, Lia mengurus 2 masakan. Yang satu masakan untuk bumbu ayam, dan yang satu ayamnya. Jika salah satu gosong dan salah memasukkan bahan, hancur sudah. Karena ini sudah tahap terakhir.

Dita dan Aya tak membantu Lia dalam menggoreng karena mereka juga sama-sama tak mengetahui caranya. Dan satu alasannya mereka, takut terkena minyak panas.

Padahal selama mereka tidak melempar bahan tersebut dengan sembarangan, maka minyak panas tersebut kemungkinan tidak akan menyiprat kemana-mana. Kalaupun ada cipratan, tak akan timbul sebanyak cipratan dari hasil lemparan mereka.

Unspoken FeelingWhere stories live. Discover now