34 - Lia's story

32 12 18
                                    

Suasana kembali hening. Setelah pertanyaan Dewa yang terakhir, ia jadi bingung akan membahas apa dengan Lia. Hanya terdengar suara kendaraan yang berlalu lalang, dan suara dedaunan yang saling menyapa satu sama lain karena hembusan angin.

"Hm, Wa. Gue mau cerita sesuatu ke lo, boleh gak?" tanya Lia secara tiba-tiba sambil menatap Dewa.

Dewa mengerutkan dahinya bingung, "Ya cerita aja, biasanya lo kan as--"

"Ini nyangkut Tiara," potong Lia.

Dewa awalnya tampak ragu, namun ia menganggukkan kepalanya secara perlahan. Lagipula jika Lia ingin bercerita padanya, itu artinya ia percaya pada Dewa. Dan Dewa juga ingin mengetahui tentang Tiara lebih jauh. Bukan, kini bukan karena ia menyukai Tiara. Tapi karena ia merasa ada sesuatu yang ganjal.

Hening beberapa detik, lalu Lia menghela nafasnya berat.

"Gue gatau kenapa mau nyeritain ini ke lo, tapi lo anggep cerita gue angin lalu aja, ya? Gue cuma lagi mau cerita sama orang."

Dewa semakin bingung dengan perkataan Lia. Sebenarnya apa yang akan ia ceritakan? Lia tampak sangat sedih dan juga serius.

Dewa hanya diam dan menatap Lia dengan tatapan bingung.

"Jadi, dia pernah nuduh gue nyuri HP guru waktu kita kelas sembilan," ucap Lia membuka suara.

Dewa awalnya terkejut, namun ia tetap memilih untuk diam dan menunggu kelanjutan cerita dari Lia.

"Katanya sih karena dulu dia suka sama cowok yang nyukain gue. Padahal gue aja nggak tau itu cowok suka sama gue, dan gue juga gatau kalau dia suka sama cowok itu,"

"Dan kebetulan salah satu guru dulu sedang kehilangan HP setelah ngajar di kelas gue. Bahkan gue gatau guru itu kehilangan HP kalau gue gak diajak salah satu temen gue buat ke perpus, yang katanya mau minjem buku,"

"Dan ternyata temen gue itu udah kerja sama bareng guru gue dan Tiara buat manggil gue ke perpus," ujar Lia sambil tersenyum lirih. Pandangannya kini sudah berubah menjadi menatap rumput-rumput di depannya yang sedang bergoyang.

"Terus gimana?" tanya Dewa. Ia kini sudah menatap Lia sendu. Ia merasa kasihan pada Lia, padahal mereka hanya baru mengenal beberapa bulan.

Lia lagi-lagi menghela nafasnya berat sambil berusaha tersenyum, "Gue dipanggil sama guru itu. Dan ditanyain diceramahin ini itu,"

"Gue masih gapapa kalau guru itu enggak ikut nuduh gue dan cuma sekedar nanya ke gue. Tapi kayanya karena Tiara, yang bisa dibilang salah satu murid kesayangannya guru itu nuduh gue, jadi guru itu juga ikut nuduh gue. Bahkan gue sampe dibent--tak." Lia menghentikan ceritanya selama beberapa saat untuk mengatur agar air matanya tidak keluar. Namun hidung dan mata Lia sensitif, mereka tidak bisa diajak bekerja sama.

"AP, lo gapapa?" tanya Dewa prihatin. Ia tak bisa melihat Lia seperti ini. Padahal Lia belum mengeluarkan air matanya. Mata miliknya hanya baru berkaca-kaca.

Lia menggeleng, "Gapapa. Kalau gue cerita, justru beban gue hilang dikit rasanya."

"Harusnya gue yang nanya sama lo, lo gapapa ga kalau gue lanjut ceritanya?" tanya Lia sambil sedikit tertawa. Walau susah.

Dewa menggeleng, "Kalau lo ngerasa nyaman dan lebih tenang habis cerita, cerita aja. Kalau lo udah gak kuat, enggak usah diceritain, gapapa."

Lia mengangguk sambil tersenyum. Ia kembali menatap rumput di depannya.

"Sampe mana tadi? Aish, bisa-bisanya gue lupaan gini di tengah cerita," ujar Lia sambil sedikit tertawa.

"Lo sampe di perpus, terus--"

Unspoken FeelingKde žijí příběhy. Začni objevovat