Flashback: Our 1st meet

21 5 2
                                    

Di part ini, ayo kita liat dari sudut pandangnya Dewa pas doi baru ketemu Lia!👀

Happy reading!💕

ㅡㅡㅡ

Dewa mematikan alarm ponsel miliknya yang dari tadi terus saja menderingkan 'aiaiaiai Dewa cepetan sekolah woi, capek gue bangunin lo' dengan nada khas suara telepon mainan di bagian awal, namun di bagian akhir hanya berisi omelan.

Iya, itu nada dering custom khusus dari kakak perempuannya.

Sebenarnya Dewa sudah menolak untuk menggunakannya. Selain ia malas mendengarkan omelan kakaknya yang berarti hanya itu-itu saja, ia juga malas menghidupkan alarm. Berisik, menurutnya.

Mending kakaknya saja yang langsung mengomelinya. Atau kalau boleh ibunya. Walau bakal lebih pedas, sih.

Tapi mereka berdua sama saja. Sejak Dewa menginjak masa SMP, mereka selalu mengatakan hal-hal yang kalau Dewa sudah dewasa. Dan harus belajar dewasa. Seperti "Belajar mandiri! Kamu tuh udah gede. Masih aja manja minta dibangunin."

Jadi, kakaknya itu berinisiatif untuk membuatkannya sebuah ringtone khusus untuk alarm adik kesayangannya itu. Dan harus memasang itu sebagai alarm nya.

Ringtone yang merdu diawal, namun menyebalkan di akhir. Ngomel aja terus, pikir Dewa.

ㅡㅡㅡ

Setelah siap dengan seragam putih abu yang terpakai rapi, serta tas yang disampirkan di bahu kirinya, Dewa menuruni satu persatu anak tangga dengan gesit. Ia sudah 17 tahun di rumah ini, tentu saja ia hafal setiap inci dari bangunan yang sudah melihat tumbuh kembangnya.

"Kamu kok baru bangun jam segini? Kebias--"

"Ya namanya juga telat bangun, Ma. Dewa mana tau bakal bangun jam segini," sahut Dewa santai sambil mengambil rotinya dan langsung bergegas ke sekolah. Soalnya udah telat.

"Dewa berangkat dulu," pamitnya. Setelah Dewa berpamitan pada ibu kesayangannya melalui beberapa ritual, seperti salim tangan, cium pipi kanan, cium pipi kiri, cium dahi, rambut, dan hidung. Itu sudah menjadi kebiasaan Dewa dengan ibunya.

Walau sudah besar, tapi Dewa selalu tak keberatan. Bahkan terkadang ibu nya sendiri yang malah menanyakan Dewa, apakah ia akan tetap menjalani semua ritual itu?

Tapi jawaban Dewa tetap sama, "Kan di mata mama, Dewa masih bocil."

ㅡㅡㅡ

Sesampainya di sekolah, ia sedikit merasa lega. Karena gerbang belum tertutup. Padahal sekarang jam sudah menunjukkan pukul 08.00 tepat.

Mungkin ini karena hari pertama sekolah, jadi mereka masih diberi sedikit kelonggaran.

Dewa dengan santai berjalan memasuki pekarangan sekolah. Dengan jaket yang masih ia gunakan, dan tas ransel yang disampirkan di bahu kiri.

Beberapa siswi, atau lebih tepatnya tak sedikit para adik kelas yang memperhatikan Dewa dari atas sampai bawah. Walau Dewa bukan jajaran most wanted, tapi kakak kelas memang selalu menarik perhatian untuk ditaksir, bukan?

Dewa akhirnya memasuki kelasnya. Yang terasa ... Sedikit asing? Dewa tak begitu mengenal warga kelasnya. Ia hanya mengenalnya beberapa.

Terutama Bram, Prasetya, dan Rani yang ia tahu kalau mereka ada di kelas ini juga. Sebelumnya mereka adalah teman kelas Dewa selama 2 tahun, dan ternyata takdir enggak misahin mereka dari sistem rolling kelas yang diadain sekolah mereka.

Unspoken FeelingNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ