48 - Mau selingkuh

19 6 38
                                    

"Wa! Dewa! Stop!" teriak Lia dari belakang. Ia masih sibuk mengejar Dewa yang sudah berada di depan agak jauh darinya.

"Wah, ngajak berantem," sambungnya.

Bisa-bisanya pria itu berjalan dengan sangat cepat sambil membawa 3 tas berat dan sebuah jaket milik Lia.

Dewa langsung menghentikan langkahnya dan menolehkan badannya ke belakang. Ternyata Lia sudah terengah-engah di belakang sana.

"Santai, dong, santai. Gue bukan keturunan kancil yang bisa lari cepet!" dumel Lia sambil menarik nafasnya sebanyak mungkin.

"Memangnya lo keturunan apa?"

"Ya bapak ibuk gue lah, ogeb! Masa iya kura-kura. Aneh-aneh aja lo, sumpah."

"Kali aja gitu, kan?" Lia hanya mendengus, membiarkan Dewa cekikikan sendiri karena omongannya sendiri yang menurut Lia itu sangat garing.

"Iya, maaf," ucap Dewa dengan perlahan. Melihat Lia yang mengabaikannya membuat Dewa sedikit tersadar, kalau ucapannya tadi sedikit garing.

"Ya. Tapi, ngapain lo ngajakin gue pulang?"

Dewa hanya menggeleng, dan melanjutkan langkahnya. Kini diperlambat, karena Lia yang sudah lelah.

"Jaketnya gue sini dulu, dong!" pinta Lia sambil berusaha mengambil jaketnya. Namun ditolak oleh Dewa. "Gak usah pake, gak penting."

"Ya penting, lah! Nanti kulit gue ke bakar. Bukannya takut item, tapi kalau kebak--"

"Lo gak perlu jaket, udah gue bilang," sela Dewa dengan memperingati. Tapi Lia tetaplah Lia yang berpegang teguh pada keinginannya. Walau pada akhirnya, Lia hanya memilih diam dan menggerutu. Pria disampingnya ini sangat menyebalkan. Bikin emosi, tapi sayang juga.

Eh😌

Dewa menyadari kalau Lia hanya diam. Dan Dewa yakin, pasti Lia sedang ngomel sendiri. Ia menghela nafas, lalu memberikan jaket jeans tersebut pada sang pemilik. "Ya, udah. Kalau lo mau pake, nih. Ngeyel. Awas aja nyesel."

Senyuman langsung terulas lebar di wajah Lia. Namun sedetik kemudian wajahnya berubah menjadi masam. "Dari tadi kek!"

"Ngomel mulu," gumam Dewa.

Lia mengenakan jaketnya sambil berjalan. Ia hendak membelokkan dirinya ke arah kanan, arah dimana Dewa biasanya memarkir motornya, tetapi, Dewa malah belok ke kiri.

Cie, udah hafal ya, Li, Dewa parkirnya dimana?

"Oi! Mau kemana?" tanya Dewa dengan heran. Ini kok Lia jadi sok tau arah. Mana percaya diri banget lagi beloknya.

Lia langsung mengernyitkan dahinya, "Ya mau pulang, lah!"

"Ck, gue gak parkir disana."

Lia hanya menunjukkan cengirannya, "Oh, salah, ya? Hehe gue kira parkir di tempat biasa."

Mereka terus berjalan. Atau lebih tepatnya, Lia yang hanya mengikuti Dewa dengan tanda tanya besar di dalam benaknya. Bahkan sampai di luar sekolah. Lia bingung, sebenarnya Dewa parkir dimana. Tumben jalannya jauh amat.

"Lo park--"

"Udah, ikut aja." Lagi-lagi Lia hanya bisa menggerutu. Jawab kek.

Mereka lalu sampai di sebuah garasi yang cukup besar. Beberapa mobil berbaris rapi di sana. Garasi mobil itu terletak di sebrang sekolah mereka. Yang dimana, sekolah menyediakan halaman tersebut untuk anak-anak yang suka membawa mobil ke sekolah. Dikarenakan halaman sekolah yang sudah pasti tidak akan cukup, alhasil sekolah membuat garasi itu di luar sekolah. Dari pada harus parkir di pinggir jalan yang ukurannya gak begitu besar.

Unspoken FeelingWhere stories live. Discover now