30 - Latihan

21 11 23
                                    

Kini Bram dan kelompok dramanya sudah berada di rumah Lia, lagi. Untuk berlatih drama mereka. Mengingat drama mereka yang akan berlangsung dalam beberapa hari lagi, dan mereka sama sekali belum berlatih.

Satu persatu adegan mereka lakukan. Tentunya dengan tawa yang menghiasi latihan iu. Karena mereka merasa  ini sangat aneh. Dan rasa malu juga menghiasi mereka.

"Gila, malu banget gue harus kek orang frustasi ngedeprok ke lantai. Padahal mah kalau Rapunzel mau minggat, yauda sih minggat aja," kata Dita. Ia merasa malu sekaligus menertawakan dirinya sendiri karena harus menjatuhkan dirinya ke lantai akibat Rapunzel yang ceritanya pergi dari rumahnya.

Mereka memiliki waktu yang bahagia karena latihan mereka terus saja diiringi dengan tawa. Entah menertawakan diri sendiri atau akting temannya.

Prasetya yang berperan sebagai Maximus, alias kuda dari prajurit yang dikerahkan oleh kerajaan akhirnya tidak hanya mengeluarkan suara kuda. Mereka sepakat akan membuatkan Maximus beberapa dialog, diiringi dengan suara kuda.

Semua menahan tawa melihat akting Prasetya dan Dewa. Mereka saat ini sedang beradu akting. Prasetya dengan dialognya bercampur dengan suara kuda, dan Dewa yang tak sengaja ikut mengeluarkan suara kuda.

"Kamu kan ihhhihik pencuri itu ihhhihihik, bukan ihhiihik?" tanya Maximus sambil menggerakkan kaki depannya.

"Ssstt, tolong jangan ihhihik-- loh, anjir ngapain gue ngikutin suara lo, kuda!" Dewa udah frustasi banget. Tawa miliknya sekaligus semua temannya langsung pecah. Bisa-bisanya Dewa kelepasan mengikuti suara kuda

"Kan, lo tuh emang cocoknya jadi kuda," kata Lia sambil menahan tawanya sebentar. Setelah mengucapkan itu, tawanya pecah lagi.

"Nyenyenyenye," ejek Dewa.

Cukup lama mereka berlatih, akhirnya kini akan mencapai ending. Mereka mengakhiri drama tersebut hanya sampai part dimana Rapunzel dan Flynn menerbangkan sebuah lampion. 

Walau akting mereka memiliki banyak cobaan, mulai dari kaki Lia yang terinjak berkali kali oleh Dewa dan Prasetya, sampai Dita yang harus menjatuhkan dirinya berkali kali ke lantai agar akting frustasinya terlihat bagus.

Tapi akhirnya latihan akting mereka mencapai ending.

Dan sekarang dua insan yang sama-sama sedang gugup tengah berdiri berhadapan untuk melatih aktingnya. Dewa dan Lia hanya menelan ludahnya masing-masing, dan berkeringat dingin.

Padahal ini hanya latihan akting untuk mengambil nilai, tapi mereka sudah gugup seperti akan shooting film yang sesungguhan.

Mereka hanya menatap satu sama lain sambil tertawa canggung. Setiap mereka akan memulai line nya, maka salah satu dari mereka akan langsung tertawa.

"Bentar. Gausah pegangan tangan sekarang aja ya," ujar Lia sambil menatap ke arah teman-temannya penuh harap.

"Tapi--"

Lia langsung memotong ucapan Bima, "Duh gampang, pas hari H tinggal megang tangan doang."

"Ya suka-suka lo aja lah," sahut Bima. Percuma saja jika ia membantahnya. Lia pasti akan tetap merengek.

Mereka pun memulai latihannya. Teman-temannya sudah duduk dan fokus untuk melihat akting Dewa dan Lia.

Dewa dan Lia kembali berhadapan. Tentu saja rasa gugup itu kembali melanda mereka berdua. Sebenarnya salah satu alasan mengapa Lia tak ingin berpegangan tangan dengan Dewa adalah karena tangannya yang berkeringat. Keringat dingin, bro.

Mereka kini berlatih seakan-akan sedang menerbangkan sebuah lampion. Lia mati-matian harus menahan tawanya. Ia ingin tertawa.

Entah apa yang lucu baginya, hanya saja ia ingin tertawa.

Masih dalam posisi yang sama, Dewa beralih memegang tangan Lia, dan mendekap bahu Lia di sampingnya. Namun Lia menjauh secara tiba-tiba.

"No sentuh-sentuh sampe hari H," katanya.

Dewa hanya menghembuskan nafasnya pasrah, lalu ia menurunkan tangannya dari bahu Lia. Walau tangannya gatal untuk merangkul Lia.

Dewa langsung menunjuk ke arah atas, seolah-olah itu adalah langit. Namun otak Lia malah ingin tertawa karena humornya yang suka anjlok gatau tempat itu.

"Ngapain nunjuk-nunjuk tembok?"

Ia membungkam mulutnya sekuat mungkin agar tak mengeluarkan tawanya.

"Liat deh, langitnya cantik banget. Kaya kamu."

Saat ini Lia benar-benar ingin tertawa. Semua itu hal yang menggelikan baginya. Tak ada romantisnya menurut Lia.

Lia hanya bisa memejamkan matanya dan menutup mulutnya sekuat tenaga.

"Sumpah, geli banget. Ini kapan selesainya?"

Rasanya seperti ada kupu-kupu yang berterbangan di perut Lia. Itu semua menggelikan. Tapi di satu sisi, badannya tak bisa menolak jika ia menyukainya. Contohnya, wajah Lia kali ini sudah agak memerah.

Scene terakhir adalah dimana mereka akan berpelukan dengan halus. Namun tentu saja itu tidak akan dilakukan sekarang. Lia tak ingin badannya disentuh oleh siapapun. Walau hanya untuk latihan drama.

Sebenarnya Lia menolak untuk melakukan adegan tersebut, tetapi Pak Dani malah ikut menyarankan agar adegan tersebut ditampilkan.

Pak Dani mengatakan drama mereka akan lebih bagus jika pemeran utama akan berpelukan, terlebih lagi mereka akan mengambil film yang bergenre romantis. Namun Pak Dani juga mengatakan jika mereka tak menginginkannya, tak apa-apa. Pak Dani hanya menyarankan.

Mendengar saran dari Pak Dani dan teman-temannya, akhirnya Lia menerimanya. Walau hanya berpelukan, tapi tetap sama saja ia akan disentuh dengan orang lain.

"Ga asik nih gaada pelukan," kata Dita.

"Lo aja sono pelukan sama Prasetya," balas Dita ketus.

Bima dan Rio menepuk pundak Dewa secara bersamaan. "Sabar ya, Wa. Grepenya cuma sekali doang pas di hari H," ujar Bima dramatis.

"Bahasa lo apaan banget, orang cuma meluk," balas Dewa.

"Kan bisa sekalian," ujar Bima.

Tak

Lia memukul lengan Bima dengan sedikit tenaga.

"Aaw, ih panas banget tangan lo," ringis Bima.

"Pikiran lo tuh panas!" seru Lia. Sedangkan Bima hanya menunjukkan cengirannya dan menangkupkan kedua tangannya seolah sedang meminta maaf. Padahal mereka saling tahu kalau mereka sedang bercanda.

Tak lama saat mereka sedang bercanda, tiba-tiba Lia merasakan mual di perutnya. Ia merasa ingin muntah.

"Bentar, perut gue ga enak," izin Lia pada teman-temannya dan pergi ke toilet rumahnya.

Dengan berlari, ia sampai di toilet yang jaraknya tak terlalu jauh. Ia langsung memuntahkan isi perutnya. Ia juga tak tahu kenapa ia bisa merasa mual secara tiba-tiba.

Setelah ia merasa perutnya sudah nyaman, ia membersihkan mulutnya dan kembali ke teman-temannya.

"Maaf agak lama, gue tadi muntah ternyata," ujar Lia dan kembali duduk di sofa.

"Lo kenapa, AP?" tanya Dita khawatir lalu mengecek suhu badan Lia dengan tangannya.

"Gue gapapa, astaga. Kayanya cuma karena belom makan aja," jawab Lia.

"Oohhh," respon semua temannya serempak.

"Gue kira lo ha to the mil, padahal lo belom gue apa-apain," celetuk Dewa.

Lia spontan langsung melempar sebuah bantal sofa pada Dewa. Dengan rasa gemas tapi sebal. "Aneh banget pikiran lo, Dewa!"

ㅡㅡㅡ

-to be continued-


Hi makasih udah baca❤️
Semoga terhibur dan bisa mengisi waktu luang kalian~

Btw maaf ya updatenya ngaret lagi :((
Aku lagi kurang enak badan.

Anyways, have a great day & night semuanya!👍

Unspoken FeelingOnde histórias criam vida. Descubra agora