Epilog

28 5 3
                                    

Suasana taman kota hari ini masih sama seperti saat Dewa dan Lia berkunjung untuk Couple of The Year waktu itu, beberapa bulan yang lalu. Cuacanya pun juga masih sama. Cerah dan berangin. Dan juga tempat dimana Lia mencurahkan isi hatinya pada Dewa, di tempat saat Lia menceritakan kisah yang tak ingin ia ungkit sebelumnya, bangku itu pun juga masih sama.

Hanya bedanya, matahari hari ini tak sepanas waktu itu.

Tak terasa, waktu cepat berlalu. Dulu yang hanya berpura-pura sebagai pasangan, kini menjadi pasangan beneran. Jiakh. Ini namanya pura-pura jadi cinta.

Lia tak menyangka, bahwa Dewa akan menjadi kekasihnya untuk pertama kali. Dan begitu juga sebaliknya. Mereka sama-sama menjalin hubungan yang lebih dari teman untuk pertama kalinya.

Lia berharap, semoga mereka bisa selalu saling mengerti satu sama lain, terutama dalam mengerti perasaan satu sama lain.

Lia sering membaca atau menonton di novel atau film, disaat dua insan menjalin suatu hubungan, pasti bakal ada aja gangguan. Entah kesalah pahaman, orang ketiga, dan banyak lainnya.

Lia harap itu semua tak terjadi padanya. Walau hanya baru pacaran, sih. Belum menikah.

"Lucu ya?"

Lia mengerutkan alisnya dan menatap Dewa dengan heran, "Apanya? Lo liat apaan?"

"Kita."

Lagi-lagi Lia semakin mengerutkan dahinya. "Apanya yang lucu? Emang kita kayak badut?"

Dewa terkekeh, "Bukan gitu."

"Lucu aja, kita kenal belum setahun. Tapi kita bisa pacaran," lanjutnya.

"Gak ih, biasa aja menurut gue," sahut Lia sambil tertawa.

"Lo udah biasa pacaran, ya?" tebak Dewa dengan main-main. Ia lantas mendapatkan sebuah pukulan di lengannya. "Enak aja! Ini juga gue pertama kali."

"Jiakh, pantes aja tiap ada keuwuan, lo malah selalu geli. Kayak cringe, cringe, ada sepeda," ujar Dewa sambil tertawa.

"Ya lu pikir aja sendiri," sanggah Lia.

"Aneh aja, kok bisa ada orang yang tahan sama menye-menye gitu," sambungnya sambil tertawa.

"Itu mah lo nya aja yang gak biasa."

"Gimana mau biasain, tiap lo ngomong menye-menye aja rasanya gue mau lakban mulut lo."

"Ya makanya itu, gue sebagai pacar pertama lo harus ngebiasain lo," ucap Dewa dengan bangganya.

"Dih, mulut lo aja tuh yang kaya buaya. Geli banget gue," ucap Lia sambil bergidik geli.

"Ya namanya juga cowok."

"Ck, ngaku ya kalau lo buaya?"

Dewa langsung sedikit menyampingkan posisi badannya, sambil menaikkan satu alisnya meremehkan. "Ya emang lo mau kalau gue diem doang? Kalau bukan gue yang nembak, emang lo bakal nembak gue?"

Bener juga sih, batin Lia.

"Tapi mulut lo buaya banget, menye-menye terus."

"Emang lo liat gue menye-menye sama siapa aja? Lo doang, 'kan? Ya gak buaya dong gue namanya."

"Menye-menye sama orang yang disukain kok malah dibilang buaya," lanjutnya sarkas.

"Ada, tuh dulu sama Tiara."

"Kenapa sih cewek hobi banget nyangkut-pautin hubungannya sendiri sama orang lain?" tanya Dewa heran.

"Gue juga geli kali waktu chat gitu sama dia," sambungnya sambil mengedikkan bahunya geli. Namanya juga pengalaman. Tapi itu pengalaman memalukan bagi Dewangga.

Unspoken FeelingWhere stories live. Discover now