Bagian 23 - Rancak Bana!

Start from the beginning
                                    

"Tadi iya. Soalnya aku sekelompok dia waktu MOS. Bukan ke arah ganggu, sih. Tapi lebih ke perhatian gitu."


"Terus kamu gimana dengan perhatiannya itu?"


"Jujur aku risih banget. Padahal temen-temenku pada ngomporin kalo aku udah punya pacar dan nyuruh dia buat gak gangguin aku lagi."


"Siapa tuh pacarnya?" Damara mulai menggodaku.


"Itu juga gara-gara kamu kemaren!" kataku menyalahkannya. Tapi aku gak keberatan juga, sih, kalo dibilang pacarnya Damara.


"Ya, maap. Tapi pas dia denger itu, reaksinya gimana, Nin?"


"Dia langsung menjauh."


"Patah hati. Btw nice try, Dhik." Damara mengangguk-ngangguk seolah memahami perasaan Ardhika saat itu.


"Damar, boleh curhat?" kataku ragu. Sebelumnya, aku gak pernah cerita sesuatu hal yang menurutku 'aib' ke orang lain kecuali ke sahabatku. Tapi entah kenapa pas adanya Damara di hidupku, aku berani menceritakan banyak hal dengannya dan mungkin di sinilah awalannya.


"Boleh banget. Aku seneng dan terbuka baik itu kalo kamu mau cerita, curhat, minta saran, ngeluh, atau apapun itu! Rahasia? Dijamin aman." Damara tersenyum lebar.


Percaya gak percaya, sebenarnya aku adalah tipikal orang yang sulit buat percaya ke orang lain apalagi sama orang baru. Tapi bagaikan tersihir pas denger itu keluar dari mulut Damara, aku langsung bisa percaya begitu saja dengannya seolah Damara adalah orang yang sudah sangat lama ku kenal.

Ku hela nafasku dan mulai bercerita awal percekcokanku dengan dua sahabatku itu. Damara begitu tenang mendengarkannya sambil terus menatapku yang sedang bercerita dan setelah bener-bener selesai barulah dia angkat bicara.


"Oke, aku udah simak, intinya kalian berantem gara-gara dua temen kamu itu gak percaya sama kamu masalah perasaan ke Ardhika, di satu sisi karena Winanda suka sama Ardhika, jadi mereka coba mastiin. Padahal berulang kali kamu bilang beneran gak suka sama dia, kan?" Damara mencoba mengambil inti dari ceritaku tadi, "masalahnya udah selesai, kata kamu mereka udah minta maaf dan kalian udah baikan," tambahnya lagi.


"Iya bener!" kataku, "tapi, Dam, aku ngerasa mereka masih gak percaya sama aku. Yang mengganjal disini sekarang bukan karena aku ngerasa dipojokin, tapi aku ngerasa mereka gak nganggep aku orang yang dipercaya, padahal kami udah sahabatan dari lama."


"Apa ada lagi yang perlu kamu ceritain, mungkin juga yang masih mengganjal?" Damara tetap memperhatikan. Aku kira dia langsung memberiku saran.


"Ada lagi, sih." Aku merasa harus minta saran ke Damara perihal gimana cara menolak tegas Ardhika.


"Apa itu?" Damara kembali menyimak.


Aku kembali melanjutkan cerita, hingga akhirnya aku berada di titik inti, "Aku udah janji ke mereka kalo besok aku bakalan nolak Ardhika dengan tegas sampe dia benci aku."

Tentang Kamu dan Rindu ✅Where stories live. Discover now