Bagian 20 - Berpisah dengan Sumatera Barat

Mulai dari awal
                                    

Di sebelah meja komputer itu ada kaca besar dan gantungan baju. Di seberangnya adalah kasur besar sekaligus lemari pakaian di bawahnya dengan sprei berwarna navy sedangkan lantainya diselimuti oleh karpet bulu warna coklat tua. Kamarnya wangi. Wangi itu mungkin berasal dari parfum yang biasa Damara pakai dan kamarnya rapi karena baru saja Damara bersihkan setelah kedatangan kami. Secara keseluruhan, kamarnya amat baik untuk kategori kamar seorang lelaki.

"Kamu udah sering ke rumah Damar?" tanyaku ke Meida setelah selesai mengamati kamar Damara.


"Hmm... gimana ya? Kalo kataku, sih, lumayanlah. Dia orangnya gak terlalu suka kalo ngumpul sama temen-temen cewek kecuali temen deket. Jadi karena aku temen deket dia, aku lumayan sering ke sini," jawab Meida.


"Ooo... emang biasanya kalo ke sini selain kamu ceweknya, siapa lagi?" tanyaku semakin penasaran tapi aku buat seolah itu hanya pertanyaan basa-basi.


"Damara punya dua temen akrab cewek, aku sama yang satu lagi namanya Juli. Tapi Juli lagi sibuk karena dia lagi lomba jadi tadi gak ikut."


"Aku titip salam nanti sama Juli, ya, Mei!" kataku tersenyum, "oh iya, kalian sampe sekarang satu sekolah sama Damar?" tanyaku lagi. Aku ingin mengobati rasa penasaranku sampai tuntas dan kamu harus maklum padaku karena gini-gini aku ini juga cewek.


"Dulu waktu SMP kami satu sekolah, sekarang enggak lagi karena aku dan Juli milih SMK yang sama meskipun jurusannya beda. Cuman Radit sama Ega doang yang masih tetep satu sekolah sama Damar," jelas Meida. Dalam hatiku, aku tentu bisa bernafas lega meskipun cuman dikit.

"Kamu sendiri udah dari kapan kenal Damar?" kini Meida yang gentian mengintrogasiku.


"Baru aja, pas aku ke Sumbar pertama kali ini. Ibu dia temen Ibuku waktu kuliah dulu dan sampe sekarang," kataku singkat. Gak ada sesuatu yang spesial karena aku baru saja mengenal Damara, berbeda halnya dengan Meida yang sudah dicap sebagai teman akrab Damara.


"Keren juga, sih, baru ketemu udah disukain sama Damar," kata Meida sambil menatap langit-langit kamar Damara tanpa memperhatikanku.


"Hah? Kata siapa coba," kataku bingung karena aku baru saja bertemu dengan Meida dan Damara kayaknya gak pernah bercerita tentangku sama sekali ke siapa pun.


"Beberapa hari lalu Radit dan Ega ngumpul sama aku dan Juli, tapi tumben banget Damar gak ikut, aku tanya ke mereka dan kata mereka Damar lagi PDKT sama orang Kalsel. Aku kaget dong karena selama ini dia jarang ngerespon cewek untuk suatu hubungan yang cukup serius bahkan yang satu sekolah sekalipun. Meskipun aku akuin dia orangnya baik banget ke semua orang makanya banyak yang suka sama dia. Tapi kalo dia dipaksa, dia bakalan gak suka sama sekali ke orang itu," jelas Meida.


Ternyata aku baru tahu kalo Damara sebenernya adalah orang yang baik ke semua orang. Aku mengira awalnya dia adalah orang yang cuek dan agak kasar, ternyata ada alasan mengapa dia sampai kasar ke cewek bernama Dinda yang dulu aku temui di sekolahnya. Ya. Karena dipaksa. Aku merasa berkecil hati, menebak sikapnya pun, aku salah.

"Kamu kaget, ya?" tanya Meida, "Aku yakin kamu kaget karena Damar ternyata di luar ekspektasi kamu. Gapapa, kok. Namanya juga baru kenal," katanya lagi. Sekarang dia menatapku.


"Iya, aku kira dia orangnya cuek,"


"Dia cuek, kok. Tapi kalo kamu minta bantuan ke dia, dia pasti mau bantu. Cuek bukan berarti antipati ke orang lain, kan? Singkatnya, dia baik banget di balik sikap cueknya itu. Makanya sekali lagi aku bilang, dia banyak disukain cewek."

Tentang Kamu dan Rindu ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang