Beauty Psycho 57 : Saudara Lain Elisha

Start from the beginning
                                    

"Disebelah kiri ada jalan, kita di suruh ke Utara," ujar Don pelan.

Sean berjalan sedikit demi sedikit sebelum melihat ke kiri. Saat ia berbelok, Sean melihat ada jalan ke kanan dan ke kiri.

"Sebelum ke kanan, gimana kalau ke kiri dulu?" Sean menatap wajah Don yang terlihat samar-samar.

Don mendengus. "Gue ke kanan terlebih dahulu, disana ada gudang dan perpustakaan."

Sean mengangguk mengiyakan lalu mengambil ponsel untuk menerangi jalannya. Suara langkah kakinya terdengar begitu nyaring di tempat yang sunyi ini.

Sepanjang berjalan, Sean tidak menemukan apa-apa selain lorong kosong yang berdebu. Tampaknya tempat ini tidak pernah dibersihkan lagi.

Sean menghela nafas, tidak ada sesuatu yang mencurigakan hingga ia bertemu dengan ujung ruangan yang berisi beberapa kursi bekas dan lemari kayu bekas.

Sean menyenteri setiap sudut dengan teliti. Pemuda itu lalu mulai menjauhkan benda-benda yang berserak berharap ada sesuatu yang penting.

Tidak ada ...

Pemuda itu kembali menghela nafas. "Udah jauh-jauh juga, mending ke kanan aja tadi," keluhnya sedikit kesal.

Sean yang awalnya berjongkok lalu berdiri, namun ia malah tersandung kaki kursi mengakibatkan suara nyaring terdengar.

BRAK

Sean yang tidak bisa menjaga keseimbangan terjatuh begitu saja. Pemuda itu mengernyitkan dahinya heran saat dinding yang menumpu berat badannya bergerak.

Terkejut, Sean langsung berdiri dan mengambil ponselnya yang terjatuh. Ia lalu menyenteri dinding itu dengan cepat dan menemukan sebuah pintu yang terbuka.

"Eh?"

Pemuda itu menatap sekeliling, semoga saja tidak ada yang mendengar suara nyaring tadi. Setelah itu, ia lalu berjalan melewati pintu yang tidak memiliki kenop itu.

Ah, Sean bahkan tidak sadar kalau ada pintu disana. Pemuda itu menatap sekeliling, hidungnya tiba-tiba merasakan sesuatu yang tidak nyaman saat debu-debu yang berterbangan itu memasuki Indera penciumannya.

"Ini perpustakaan? Bukannya ada di Utara, ya?" tanyanya kepada diri sendiri saat mengingat apa yang dikatakan Don sebelumnya.

Sean bisa melihat tumpukan buku berdebu di ruangan yang tidak terlalu besar ini. Pemuda itu menutupi hidungnya karena tidak tahan dengan debu-debu yang ada.

Tengkuk Sean rasanya mendingin, hawa yang ada tampak tidak mengenakkan baginya.

Sean mengambil tumpukan buku itu satu persatu. Isinya hanya tentang buku-buku tua usang. Pemuda itu lagi-lagi mengambil berbagai tumpukan buku yang tidak tersusun rapi.

Ia lalu membukanya dengan cepat sambil membaca tulisan-tulisan yang mulai memudar itu. Sean mendengus, ia tidak mendapatkan apa-apa.

Pemuda itu lalu melihat sebuah meja dan kursi yang tampak kotor tetapi ada berbagai dokumen dan buku diatasnya.

"Nggak heran ada buku ginian, mereka pebisnis dan ada juga politisi," gumam Sean.

Sean menghela nafas panjang, ia lalu membuka laci-laci yang gagangnya mulai berkarat. Pemuda itu menemukan sebuah buku tebal usang bersampul coklat batang.

Silsilah Keluarga Murni Alexander

"Silsilah keluarga?"

Sean langsung membukanya lalu menemukan berbagai nama beserta foto hitam putih yang sangat banyak.

Beauty Psycho (END)Where stories live. Discover now