RED CITY : ANNIHILATION

By MilenaReds

751K 138K 46.2K

Sequel of RED CITY : ISOLATION Aku sudah pernah dengar tentang ramalan itu. Ramalan bahwa akan terjadinya Per... More

Exodus
Illude
Abience
Obscure
Oblivion
Beginning
Desolate
Passage
Trace
Origins
Fragments
Entangled
Benign
Aegis
Resolute
Curvature
Axis
Protocol
Unison
Avior
Matter
Covert
Storm
Ambush
-Left Behind-
Trapped
Tides
Haywire
Mayhem
-Left Behind-
Hurdles
Symbiote
-Left Behind-
Underground
Emblem
Chivalry
Changes
Hero
Target
-Left Behind-
Threat
Crossing
Reverie
Encounter
Insanity
Inhuman
Initiation
Equals
-News Update-
Contra
Nights
-Enigma-
Selfless
Stranded
Turn
Side
Glass
- Ultra Malström -
-The Syndicate-
Divide
-Bloodline-
Reality
Lies
Trust
-Left Behind-
Demands
-Left Behind-
Promises
Lead
-Enigma-
Calling
Mind
Dare
Fate
Stalling

Visitor

8.4K 1.6K 588
By MilenaReds

Pikiran determinasi positifku sudah hilang entah kemana dan digantikan oleh rasa nyeri di sekujur tubuh saking ketakutan.

Apakah benar Pierre akan memberi kesempatan dua hari?

Lalu kami akan lari kemana?

Kau bahkan belum ada bahas ini ke Regi!

Ku genggam erat dahi.

Oh Tuhan tidak!

Mungkin jalan keluar sudah ada sebelumnya lewat Pierre.

Walau terdengar gila, mungkin seharusnya terima saja tuduhannya bahwa kami terlibat dalam penjualan narkoba. Sehingga walau tetap jadi masalah juga tapi tidak jadi separah ini.

Tapi disatu sisi aku terlalu takut jika tak jujur sedikit pun, Pierre nanti takkan menganggapi apa yang telah terjadi hari ini dengan serius. Ia bahkan jelas tadi masih mengelak, menganggap itu hanya gembel gila yang sekedar meneror.

"Ehm-"
Dehamku.
"Hei-Pierre."

Si putra bilioner sudah semakin jauh saja melangkah di depan, jelas sengaja ingin berjarak dengan kami.

Tapi syukurnya selama melangkah menuju luar kapal, kami belum ada berpapasan dengan penghuni lain yang bisa saja berusaha menghentikan kami untuk menanyakan ulang tentang apa yang telah terjadi pagi tadi.

"Pierre!"
Kuputuskan untuk menyusuli, Vincent pun mengikut pergerakanku.
"Dengar-"
Kutepuk langsung bahu kanannya ketika tepat berada dibelakangnya.
"Aku--hanya ingin tahu--pertemuannya dibelakang kapal kah? Maksudku- ini jalur yang sama kita tadi pagi sebelum berpapasan dengan Jo-"

"Jangan beri aku nada itu Lucian-"
Pierre mendorong tanganku lalu mendesis.
"Kau tak layak memberi nada curiga seperti itu- dan what the hell jangan sebut nama si penembak!"

"Oke-oke tak maksud beri- maksudku-- dalam hal apa sampai ada pertemuan mendadak antar negara seperti ini?"

"Tak tahu! yang jelas itu perintah komander!"

"Oke-baiklah." Tutupku langsung.

Padahal sungguh berharap sekali kami tak perlu melakukan pertemuan apapun hingga tiba hari kepergian nanti.

Pierre tiba-tiba berhenti melangkah seakan habis membentur tembok kasat mata.

"A-ada apa?"
Gagapku jadi menyetop langkah juga.

"Kenapa berhenti?"
Vincent pun dibelakangku ikut bertanya-tanya.
"--pintu keluarnya cuma beberapa langkah lagi didepanmu."

"Kubilang-"
Pierre memutar badan dengan kasar.
"-berhenti memberiku nada seperti itu! Tahu tidak?! aku bisa panggil keamanan tadi supaya kalian langsung dijatuhkan dari kapal ini sehingga aku bisa lanjut minum-minum santai lagi!"
Kedua tangannya menelungkup menutupi wajahnya.
"Oh Tuhaan-apa yang harus kuperbuat sekarang?"

Aku melirik Vincent sebelum memandangi penuh kasihan pada Pierre.

Aku mengerti sekali perasaan ketakutannya.

Dan rasanya dia benar.

Jika situasi dibalik, tanpa berpikir aku juga akan segera memanggil bagian keamanan.

"Yang kalian ucap tadi--itu serius? Tentang wabah--dan si penembak menyecar kalian?"
Pierre masih mencoba-coba.
"Bukan alasan buatan karena kalian ingin mundur--karena ini rasanya mustahil--maksudku bagaimana bisa?"

"Seperti yang kubilang, Pierre. Kami juga belum mengerti."
Kuhirup napas.
"Dan belum bisa diceritakan penuh-padamu."

"A-pa Komander tahu tentang kalian ini?"

Aku hanya mampu membuka tutup mulut.
Vincent akhirnya menjawab pertanyaan itu.
"Dia yang menyelamatkan kami, tapi dia belum mengetahui apa yang terjadi dengan jelas juga--Komander--juga Archibald."

Tampang Pierre benar-benar terpelongo sekarang.
"Archibald juga?"
Ia lanjut mengeluarkan tawa kesal.
"Astaga ya Tuhan--pantas saja tak ada kesulitan ketika meminta padanya untuk memasukkan kalian ke list tim--"
Pierre memutus.
"Aku belum bisa memikirkan alasan terbaik untuk--hal ini-- untuk tim Avior-Aegis."
Tangannya menyila tegang.
"Sesaat lagi akan ada pertemuan. Karena kalian baru akan pergi dua-tiga hari lagi, mau tak mau kita harus tetap memastikan untuk tetap terlihat--akrab."

"Umm-"
Aku mengangguk.
"Oke-"

"JELAS BUKAN?!"
Nada Pierre malah meninggi mendesis.
"Kalian setidaknya ada timbal balik karena aku tak ada membuka mulut-aku harus cari cara untuk menyelamatkan nama keluargaku dari kekacauan ini-"

"I-iya! aku kan tadi juga bilangnya oke!"

Pandangan Pierre bergeser kebelakangku.
"Oke Vincent?"

Vincent mengangguk kecil.

"Oke bagus."
Ia menelan ludah sebelum balik mengajak kami berjalan.
"Pertahankan saja tampilan tak terjadi apa-apa kita."
Mataku menatap tangannya Pierre yang menempel digagang pintu bersiap.
"Sekarang mari kita keluar pintu ini beriringan bersama!"

Pintu pun mengayun membuka dan langsung membentur kencang punggung seseorang.

"Auch--!"

"Eh Sorry-"
Sebut Pierre namun langsung terhenti.

Kami sekarang saling berpandangan-pandangan dengan puluhan pria berdiri di luar yang sama kompak serba memakai jubah seragam hitam panjang.

"Privyet!"

Aku mengerjap bingung pada ucapan kencang beraksen Rusia yang diberikan tentara dihadapan Pierre itu.

Tanpa disangka mereka lanjut bertepuk tangan sambil mendekat menghampiri kami.

"Oke alright everyone-"
Pierre didepanku terlihat kewalahan pada mereka yang ingin menyalaminya.
"Okee-"

Namun kerumunan semakin ramai dan menarik kami ketengah-tengah mereka.

Aku pun yang ikut tertarik keluar dari pintu merasakan terpaan tiupan kuat angin beku dan tahu-tahu muncul cahaya lampu sorot yang membutakan mata.

"What the heck-"
Pierre pun didepanku merutuk sambil mengangkat tangan berusaha memerisai wajah dari sorotan sinar.

"DA ZDRAVSTVUYET SEMYA MALSTROM!"

"YEAAAAH!"

"DA ZDRAVSTVUYET-AEGIS-"

"Uh-"
Hembus Pierre.
"Russians."

Aku menengadah menyadari keberadaan dua kapal perang asing yang berdempetan diam dengan kapal pesiar dimana kami berada.

Aku sebenarnya terkejut dengan keramaian saat ini. Puluhan tentara berdiri ditiap lantai kapalnya memberi kami tepukan tangan yang amat heboh serta salut penghormatan.

Arus tentara disekeliling pun terasa semakin berdesak menariki kami.

"S-sial-"
Gumam Pierre didepanku mulai panik. Matanya sama sepertiku begitu juga Vincent mengawasi kesekitar takut ada penembak gila lain yang kembali menyusup.
"Permisi bisa kalian minggir? Kami ingin lew-"

"Bi-sa kita foto bareng, Tuan malstrom?"

"Vincent! Lucian!"

"Tak percaya seorang billioner sampai mau ikut bergabung dengan militer-"

"Pierre!"
Pekikku berusaha menahan diri dari arus tarikan.
"Ka-lian belum menyebarkan be-rita insiden hari ini ya?"

Pierre tak ada merespons, namun aku jelas bisa melihat ketakutan pada pandangan matanya.

Mungkin ini perdana di hidupnya merasa tak nyaman menerima keramaian yang menyambutnya.

"Misi kalian akan kemana selanjutnya?"

"Iya Mr Malstrom, kami tak sabar menunggu aksi kalian selanjutnya-"

Pierre hanya menjawab dengan kekehan kaku.

"Hei kalian kedinginan?!"
Tanya beberapa tentara penuh antusias dan langsung melepaskan begitu saja jubah penghangat mereka
"Ini ambil saja jaket kami-"

Mereka langsung menempelkan jubahnya ke pundak menggigil kami bertiga.

"Oh ya terimakasih-"
Walau tersenyum lebar, Pierre terlihat tak nyaman dengan pemberian jubah itu.
"T-terima kasih-"

"Jadi misi kalian selanjutnya kemana? Kami mau--"

"Move! Hurry Move!"
Terdengar suara hardikan satu tentara dengan keras.
"Beri jalan! Mereka bertiga sudah ditunggu dibawah!"

Lingkaran massa disekitar kami pun memecah termundur, diantara banyak wajah itu muncul satu-satunya wajah yang di bagian hidung terdapat tempelan perban.

"Archibald!"
Pekik kami bertiga penuh keterkejutan.

"Ayo kalian ikut aku!"
Ulangnya penuh penekanan sebelum membalikkan badan.
"Yang lain minggir dulu semua!"

Kami langsung bergerak membuntutinya.

"Archie!"
Panggilku penuh kelegaan setelah lolos dari kepungan.
"Bagaimana keadaanmu?"

"Kau benar-benar menanyakan ini?!"
Sentaknya keras sekali sambil mulai menuruni tangga.
"Terimakasih kepedulianmu dan terimakasih juga telah menyetrumku sampai hampir mati-"

Rasa kasihan dihatiku jadi lenyap dan berubah jadi rasa kesal.
"Setidaknya kami bertanggung jawab dengan membawamu keluar kembali bukan? Vincent yang bantu memapahmu-"

Archie jadi mendelik tajam pada Vincent. Namun ia tak ada melanjutkan omongan terimakasih atau apapun, lanjut menuruni tangga lagi.

"Jadi Archie-"
Pierre melanjutkan sendiri.
"Besok pagi ya kita baru akan memberi tahu insiden itu ke umum?"
Telitinya.
"Karena pertimbangan Ayahku serta Komander- dan--kau tahu kan semua komunikasi untuk sementara dihentikan? Komunikasi keluar dan masuk- tapi kenapa sekarang Komander malah mengajak-"

"Komander tak ada mengajak siapapun datang kesini, Malstrom."
Koreksi Archibald tanpa menoleh.
"Mereka semua yang tiba-tiba datang sendiri. Militer Rusia kerjasama dengan Militer Jepang--mereka katanya ingin memperlihatkan sesuatu."

Aku mengerenyit.
"Memperlihatkan apa?"

"Belum tahu apa-tapi hasil dari misi kita katanya kemarin-"

"Memperlihatkan-"
Pierre ikut menekan.
"Hasil misi bagaimana?"

Archibald menghentikan langkahnya.
"Ya Tuhan, kenapa ya kalau berbicara dengan kalian seperti harus berulang-ulang?"
Ia berdecak.
"Kan sudah kubilang tadi, aku tidak tahu!"

Vincent dibelakangku berdeham-deham tak jelas.
"Hei kalian-itu-"
Ia menunjuk dengan memiringkan kepala pada sekelompok orang yang berdiri ditepi kapal.
"Ada Komander-dan yang lain-"

Raut wajah Archie didepan kami pun berubah jadi lebih serius seakan memberi kode supaya bersiap.

Mendekati tepian kapal, salah satu tentara senior militer Rusia yang berdiri ditengah, dengan banyak tanda pangkat jabatan menempel dibahu serta dada jubah seragam hitamnya, mengangkat tangan, menyapa kami.

"Dobriy vyecher Malstrom--Lucian!"

Aku hanya mengangguk-angguk mendengar namaku disebut.

Cukup terkejut dengan keramahannya.

Karena wajah tentara Kepala Senior itu terlihat galak, dan cara mereka semua berdiri berhadapan, Komander ditemani beberapa tentara Aegis yang memegang senjata, begitu pula Kepala Senior itu di kelilingi oleh tentara laut bersenjata juga.

Ia langsung menjabat tangan kami bergantian dengan keras tepat kami sampai dihadapannya.

"Rat teebya veedet! Kak pazhivayesh?"

Aku hanya bisa menyengir tak mengerti, sebelum menatap Pierre yang sepertinya mau menjawab ucapan tentara itu.

"Yaplokha gavaryoo pa rooskee--
Vi gavareetye pa angleeskee?"

Tentara Kepala itu mengangguk. Ianjut menoleh memanggil bawahannya sebelum berbalik pada Komander dan pada kami.

"Kami belum memberi minuman penyambutan."
Ia ubah ucapannya dalam Inggris lalu balik menengok pada anak buah dibelakangnya.
"Vassily! Potoropis!

Seketika aku merasakan punggungku dicolek. Aku menoleh dan berhadapan dengan salah satu tentara berseragam Aegis lengkap dengan penutup wajah dan Night Vision menempel dimatanya.

Aku mengangkat alis berusaha mengenal.
"Siapa-"

"Ini aku-"
Suara Regi lanjut terdengar.
"Tenang saja, aku mengawasi sekeliling."
Setelah mengucap itu, ia balik mundur dan mengawasi kesekitaran.

Satu tentara kembali dengan membawa baki berisi botol anggur dan beberapa gelas sloki bening dan menuangkannya bagi kami.

Komander dan Archie terlihat santai menerima gelas sloki sedangkan kami bertiga seketika saling berpandangan ngeri namun tetap menerima gelas itu juga.

Tentara Kepala itu mengangkat gelasnya.
"Untuk hari baik, hari ini dan hari yang akan datang!"

Pierre tersenyum tipis sama sepertiku. Bagi kami yang hampir mati ditembak, hari ini sungguh jauh dari kesan hari yang baik.

Tentara Kepala menenggak minuman keras itu berbarengan dengan Komander serta Archie kecuali kami bertiga.

Setelah melihat bahwa si penyuguh meminum juga dari botol yang sama, dan tetap hidup setelah beberapa detik menenggak cukup meyakinkan kami bahwa minuman ini aman.

Pierre yang terlebih dahulu mengembalikan kembali gelas itu setelah meminumnya.
"Spasiba!"

Aku yang selesai menenggak, mengambil satu sloki yang sudah diminum Vincent sebelum mengoperkannya dengan penuh hormat pada kepala tentara itu.

"Bal'shoye spasiba."

Sontak Pierre menatapku sebelum kami lanjut menoleh penuh keheranan pada Vincent yang telah menyahutkan ucapan Rusia itu dengan jelas sekali.

Aku masih mengerjap heran ketika Pierre yang mencetus langsung dengan pelan.
"Lho, kau tahu bahasa Russia? Itu versi lengkap kata terimakasih-"

Mata Vincent membulat.
"Eh--tidak. aku-"

"EHM-"
Archibald mencetus keras.

Kami bertiga sontak menatap ke tentara kepala kembali.

"Aku tadi mengucapkan selamat datang di laut Bering timur pada kalian-- kalian bertiga sedang baik-baik saja kan?--"

"Uhm ya terimakasih, tentu kami bertiga--baik."
Pierre tersenyum dengan wajah tertekan.

Kucoba ambil alih.
"Kita di laut Bering?"

"Iya-"
Sambung Tentara Kepala itu.
"Laut yang berada tepat diantara Russia dan Alaska-"

Kedua alisku sekarang benaran terangkat.

Sudah semakin jauh saja aku dari wilayah Indonesia-

"Ada masalah?"

"Tak ada Sir."
Aku menggeleng ramah.
"Hanya baru pertama kali berlayar ke sini--pantas rasanya dingin sekali--"

Sebagian tentara Rusia didepan kami terkekeh.

"Untuk kalian, kami ijinkan bebas mengitari wilayah ini, bahkan wilayah Rusia. Atau jika mungkin Sencho Lucian tertarik tinggal di Rusia?"

Aku tertawa kencang, hampir menyeplos kata tidak mau. Dan akan jadi sangat tak sopan jadinya.

Sebenarnya tertarik, tapi pikiranku masih tertambat di negara sendiri.

Ya tapi nyatanya ini bisa jadi tempat persembunyian kau,Vincent, Regi...

Tawaku memudar.

I-iya juga ya...

"Melanjutkan pembicaraan kami sebelumnya-"
Lanjut Tentara Kepala dari Rusia itu.
"Pembicaraan kami dengan Komander kalian saat kalian tak ada tadi."

Komander Pride mengangguk setengah hati.
"Kita ingin ditunjukkan sesuatu, namun rahasia. Kejutan bahkan, betul tidak Mr. Leonid-"

Tentara Kepala itu terlihat bangga.
"Iya, hasil usaha bersama, terutama tim Avior-Aegis kejutan ini-"

"Yah aku berharap kau bisa mengatakan saja langsung Mr Leonid."
Pierre mengungkap dengan nada lirih.
"Hari ini rasanya sudah penuh kejutan--kejutan yang bahkan berpotensi membuatku ini terkena stroke!"

Semua tentara didepan tertawa lepas.
Pierre hanya dianggap meluncurkan lelucon.

"Aku suka humor dan semangatmu anak muda!"
Mr Leonid mengayunkan tangannya.
"Mari saja langsung kami kasih lihat di dalam kapal ini. Ayo ikuti aku masuk!"

Raut wajah Pierre pun berubah horor, bolak balik memandangi Archibald dan Komander ketika Mr Leonid membelakangi kami.

Namun ia tak bisa menolak, Mr. Leonid sendiri yang langsung mengajak supaya jalan beriringan di sebelahnya.

Sebelum mengikuti, Komander memberi aba untuk tentara penjaga Aegis mengikuti kami ketika masuk dari belakang. Aku bahkan sengaja berlambat-lambat melangkah supaya Regi bisa tepat menjaga dibelakangku.

Kami masuk melalu pintu jalur tengah kapal perang yang besarnya mirip dengan Kapal Aegis dulu. Setelah memasuki lorong kapal yang tak terlalu panjang, Mr Leonid terdepan berhenti disebuah pintu dengan layar pengaman berkode.

Setelah ia memasukkan sandinya pintu pun terbuka. Ia terlihat tambah semangat, seakan tak sabar menunjukan sesuatu yang hebat.

Dan kami memasuki ruangan memanjang luas dengan sekat-sekat pagar batas di kiri kanan bagai tempat untuk kandang kuda, namun tak terlihat seekor kuda pun didalamnya.

Kemudian kami menembus ruangan berbeda, seperti ruangan untuk memenjarakan orang membuatku jadi saling berlirik horor dengan Vincent disampingku.

Pierre bahkan yang jalan terdepan pun menoleh, melemparkan pandangan gelisah pada kami.

"Sedikit lagi kejutannya menanti kalian!"
Umum Mr. Leonid dengan keras.

Regi melengos maju dari tengahku dan Vincent mengambil posisi berdiri didepan kami.

"Ini dia! Ini dia! Hasil kerjasama kita bersama!"
Teriak si tentara kepala sebelum berhenti melangkah dan menghadapkan dirinya ke sel sebelah kanan.

Terdengar suara napas tertahan mereka yang sudah sampai tepat didepan, sedangkan Pierre malah termundur selangkah sambil memegang dadanya.

Rasanya aku mengerti apa yang ingin diperlihatkan.

Aku mengambil langkah lambat-lambat sebelum menoleh perlahan ke arah sel itu.

Dan benar saja isinya adalah mutan kemarin.

"Hanya satu??" Cecar Acrhibald langsung.
"Kemarin yang mengejar kami ada dua-"

"Yang satu lagi sudah mati tertimbun di Jepang- yang mati itu adalah makhluk yang sebelumnya terkena lemparan granat api sebelumnya oleh Lucian."
Jelas Mr Leonid.
"Sedangkan yang ini adalah yang mengejarmu Mr Archibald dan juga Mr Malstrom."

"Bagaimana bisa dia jadi disini?"

"Ini diberikan oleh angkatan darat Jepang, Mr Malstrom. Kami bekerjasama memindahkan kesini, berlayar segera menghampiri kalian--setidaknya untuk memperlihatkan hasil, sebelum kita bawa dia lagi untuk jadi bahan penelitian."

"Um-"
Pierre menunduk memandang mutan yang menyender dekat pagar, membelakangi kami.
"Tapi dia tidur?"

"Sepertinya. Seharian dia padahal aktif mendobraki pagar ini--hmm Apa kita bangunkan saja dia?"

"Tidak perlu!"
Tolakku semi histeris.

"Tidak perlu Mr Leonid."
Komander pun ikut menolak namun dengan suara lebih tenang.
"Kami sudah cukup melihat dan tahu makhluk ini telah di amankan-"

"Tenang tak apa--Vassily! Coba bangunkan makhluk itu- ini pertama kalinya melihat dia tidur-"

O-tidak-Tuhan-Tidak-

"Ehem- Pierre-awas-"
Aku bahkan Vincent coba peringati.
"Hei-coba mundur--jangan terlalu dekat--"

Pierre malah terdiam memandang dengan penasaran kembali pada makhluk itu.

BANG!

BANG!

Vassily memukul sel itu dengan tongkat beberapa kali.
"Hei ayo bangun! Bangun! Tunjukkan kebuasanmu-"

Aku menggeleng penuh ketidak percayaan.

Bakal terjadi lagi kekacauan seperti waktu di lab rumah sakit!

BANG!

BANG!

"Hati-hati-"
Wantiku ulang-ulang, tentara Rusia lain jadi mengerenyitkan dahi terkesan aku bawel sekali.
"Hati-hati--makhluk itu suka menyemprotkan muntahan aneh berduri--"

"Lidahnya sudah terpotong di Jepang kemarin."
Sahut Vassily.

"Iya tapi tetap saja-"

Makhluk itu bergerak terbangun.

Ia memutar pelan badannya menghadap keatas sebelum mengunci pandangan pada Pierre.

GRAAAAAAA!

BRAGH!

Makhluk itu terpental sendiri setelah berusaha membenturkan diri ke pagar Sel.

"Astaga Tuhan!"

Lalu tercium lah bau seperti daging asap.

"Sudah kubilang tenang saja bukan?"
Kata Mr. Leonid ringan.
"Sel ini di aliri tenaga listrik agar langsung menyetrumnya jika berani mendekat ke pagar."

Pierre menutupi hidung dari bau asap dengan pangkal tangan jubahnya.

"Damnit!"
Archibald merutuk sambil menunjuk-nunjuk.
"Dia masih mengingat jelas--padahal sudah beberapa hari berlalu--"

Mr Leonid mengangguk.
"Itulah mengapa kami perlihatkan ke kalian. Lagipula kalian pasti belum pernah kan mengamati makhluk ini dalam keadaan terkurung-"

"Ya benar."
Gumam-gumam setuju muncul disekitar terkecuali dari diriku karena sudah mengalami hal ini jauh hari bersama Kapten Ryan dan Prajurit Felix waktu itu.

Makhluk itu kembali menggeram-geram.

Luka hangus ditangan dan dada nya perlahan memudar.

"Astaga lihat itu!"
Letup Vassily.
"Cepat sekali sembuhnya!"
Ia menoleh pada kami dengan takjub.
"Siapapun pencipta ini, walau gila tapi harus diakui, mereka evolusioner! Bayangkan jika kita bisa sembuh secepat itu-"
Vassily terhenti tepat mutannya kembali menabrakkan diri ke pagar sel.

Mr Leonid menoleh ke kiri kanan.
"Mana Karev? Karev! turunkan penutup besi tambahannya-"

Mutan itu kembali membanting dirinya ke pagar kemudian jatuh lemas ketika daya listrik warna biru terang menyetrum dirinya.

"Ya dan kami rasa ini cukup, Mr Leonid."
Komander yang berdiri disebelahnya lanjut memutuskan.
"Kami akan kembali ke kapal-"

Rona di wajah Mr. Leonid langsung hilang.
"Apa- ada yang salah Komander Pride? Kami hanya berniat memperlihatkan pencapaian besar--"

"Tidak ada yang salah Mr. Leonid, bahkan pertemuan ini lebih kurang membuka mata kita tentang makhluk itu-- terlebih dilihat secara dekat."

Mr Leonid berkedip dua kali sebelum menjawab.
"Baiklah."
Ia mengulurkan tangan, mengajak jabat tangan Komander.
"Terimakasih telah menyediakan waktu untuk pertemuan singkat ini. Maaf kami mendatangi dengan tiba-tiba. Kami berharap kedepannya kami bisa bekerjasama lebih kuat dengan Aegis."

"Tentu saja Mr. Leonid. Tentu."

"Mari, kuantar kalian kembali keluar."

Perlahan semua berbalik, menjauhi sel penjara berjalan teratur kembali kearah pintu keluar terkecuali Pierre yang masih terus saja mengamati mutan itu.

"Hei ayo-"
Ajak Regi yang berdiri dekatku.
"Hei Pierre- kenapa dia-"

"Ei sudah tak apa biar-"
Aku menyikutinya pelan.
"Kau tunggu saja diluar-biar aku dan Vincent menemaninya sebentaran-"

"Yes biarkan saja-"
Kami baru sadar masih ada satu tentara lagi yang berdiri disebelah kanan sel penjara mutan.
"Masih ada aku-Karev- yang berjaga--sebentar lagi aku akan menutup sel ini kembali-"

Regi menatap Pierre lagi sebelum mengangguk padaku.
"Jangan terlalu lama ya kalian! Karev-"
Tekannya.
"Hati-hati dengan makhluk itu."

Aku menunggu dulu Regi keluar sebelum menghampiri Pierre bersama Vincent mengambil posisi berdiri membisu dibelakangnya.

.

.

.

.

.

.

Mutan itu masih terbaring dilantai, napasnya menderu cepat. Kulitnya sudah dalam proses penyembuhan instan kembali.

"Ya Tuhan-"
Wajah Pierre tertarik kaku.
"Bagaimana bisa secepat itu lukanya-"

"Iya-"

"Belum pernah aku menyaksikan hal seperti ini. Benar-benar gila-"

"Gila bukan kata yang tepat sebenarnya."
Karev mengikut bicara.
"Butuh definisi baru sebenarnya untuk yang ini."
Wajah Karev menegang ketika Pierre menoleh padanya.
"Um--Prasteeye. Silahkan lanjutkan perbincangan kalian."

"Yeah-"
Sahutnya malas.
"Ayo kita pergi."
Ajaknya padaku dan Vincent sambil memutar kaki.

Kulihat sekilas mutan itu sebelum ikut berbalik.

Kali ini, aku dan Vincent melangkah bersebelahan dengan Pierre, mengimbangi jalan pelannya.

"Kalian menungguiku - ikut keluar belakangan."

Kami otomatis mengangguk.

Karena ini lebih kearah pernyataan daripada pertanyaan.

"Terimakasih-"
Omongnya penuh masam.
"Kalian menjalankan peran dengan sungguh meyakinkan-"

"Kami memang tidak memainkan peran. Kami memang mau menemanimu."

Ia tatap diriku dengan tampang menyelidik sebelum memutar bola matanya keatas.

"Kalian dengar katanya tadi? hal ini saking parahnya butuh definisi kata baru menurut Yerev-"

"Karev."
Koreksi-ku pelan sambil menatap kosong lantai didepan kaki.

"Ya-"
Kepala Pierre jadi menoleh sedikit kebelakang.
"Dan jika saja ya dia--what the-WHAT THE HELL?!"

Aku sampai tersentak mendengar rutukan tiba-tibanya.
"Ap-"
Kuterhenti sendiri ketika menoleh.

Aku tak percaya melihat tangan panjang mutan itu sudah menjulur menyelip lewat sel, menangkap leher belakang tentara penjaga itu yang sekarang panik berusaha melawan tarikannya.

"ASTAGA KAREV!"

Kalang kabut kami balik berlari mendatangi, Vincent dan Pierre bahkan sampai meloncat ke sisi kiri kanan Karev, memegangi lengannya.

"T-TARIK DIA-"

"MUTAN SIALAN-"

Namun mutan itu terus menarik kuat membuat kami bertiga merutuk panik menyadari kepala Karev yang semakin mendekati batas pagar yang berpotensi dapat terkena setruman listrik tingkat tinggi.

"TAHAN-"

Mutan itu tiba-tiba membuka mulut, wajah pipih kurusnya berhasil menyelip miring ke tengah pagar lalu menangkap telinga kanan Karev.

Tepat aku ingin berteriak 'o tidak!' mutan itu lanjut memundurkan kepalanya hingga kami menyaksikan dengan amat dekat bagaimana telinga Karev tertarik lepas memuncratkan banyak darah dan tanpa ampun mutan itu terus menarik, menciptakan luka sobekan memanjang hingga kepipi.

"AAAH TIDAK STOOOP!"
Pierre berteriak ngeri.
"MAKHLUK BERENGSEK SIALA-"

Mulut mutan itu sekejap maju, menempel erat pada lubang menganga si tentara penjaga, dan terdengar bunyi suara menyedot- mengunyah.

"ASTAGA CEPAT LEPAS DIA VINCENT-"
Pierre pun berteriak.
"Dia sudah-"

Brugh!

Kami meringis melihat mutan itu membanting jatuh Karev yang sudah bersimbah darah kelantai.

Dan sekejap kedua tangannya kembali mengayun, berhasil menangkap leherku dan Pierre walau sebelumnya kami sudah berusaha cepat mundur menghindar.

"AAAAKH!"
Kami berdua pun menjerit berusaha memalingkan wajah dari menghadap langsung ke mulut terbuka mutan.

GRAAAAKH!

"TIDAK-TIDAK-"

"REG-REGI-S-SIAPAPUN TOLONG!"
Jeritku sekuat tenaga memperhatikan mata kuningnya bergerak berpindah-pindah dari Pierre, padaku lalu Vincent yang berusaha menahani tanganku.

GRAAAAKH-

"Oh God!"
Kupejamkan mata bersiap digigit.

.
.

.

.

Namun hal itu tak terjadi, sebaliknya, mutannya malah melepaskan cengkeraman.

Heh?

Aku bertatapan heran dengan Pierre.

L-lho kok?

Sambil merabai leher, kami menyaksikan bagaimana mata menonjol mengerikan mutan itu sekarang memelototi Vincent sambil sesekali membauinya seakan penasaran.

Vincent penuh berani menatap balik lurus-lurus mutan itu.

Graakh!

Mutannya meraung mengancam membuat Vincent sempat tersentak namun kembali menegakkan bahu.

Sempat menoleh dulu sekilas padaku sebelum ia kembali maju.

"V-vincent-"
Cicitku dengan gemetaran.
"Kau mau ngapain-"

Ia pandang lekat si mutan dengan sorot penuh amarah.

"Vincent!"
Panggilku lagi.
"Kau-"

"W-what the-"
Rusuh Pierre menyikut-nyikutiku.
"What the-"

Saking terlalu fokus pada Vincent, aku tidak menyadari perubahan perilaku pada mutannya.

Aku dan Pierre pun menyaksikan dengan penuh ketidakpercayaan bagaimana mutan mengerikan itu jadi bernapas cepat diikuti merangkak termundur, menjauhi pagar listriknya.

"Luce-LUCIAN!"
Pierre malah menuntut padaku .
"what the hell?! Why-"

Mutan itu terus merangkak mundur, menyembunyikan diri dalam bayangan gelap ruang selnya. Mata kuning cerahnya masih tak lepas mengarah pada Vincent.

UHUK!

Kami sontak berbalik kebelakang menemukan Karev sudah berubah menjadi zombie level dua.

"O-SIAL-"

GRAAAA-

DHAR!

Kepala Karev tersentak sekali kebelakang.

Regi sudah berdiri tak jauh mengarahkan senjatanya ke Karev.
"Astaga! Kalian tak apa-apa?!"

Aku tak bisa mengeluarkan kata-kata apapun begitu pula Pierre.

Karev kembali menegakkan diri, menyeringai pada kami.

GRAAAAKH---

Regi menaikkan lagi senapannya.
"Sorry, Karev."

Aku termundur tepat dilancarkan tembakan berentet menuju dada tentara penjaga itu sampai ia benar ambruk, tak bergerak lagi.

"Oh Tuhan,"
Hembusku melihat kubangan darah Karev.
"Astaga, Tuhan."

Keheningan pun menyusup keantara kami.

Hanya ada engah napas ketakutanku dan Pierre yang terdengar.

.

.

.

.

.

Terdengar suara banyak langkah mendekat. Datang tergesa para tentara Rusia diikuti beberapa tentara Aegis dan langsung mengalami syok.

"Apa yang telah terjadi ini?!"

"Ya Tuhan! Karev!"

"Sampaikan segera ke Komandan Leonid-"

"Bagaimana makhluk itu-"
Tuntut salah satu tentara padaku.
"Bagaimana dia sampai menggigit-"

"E-mh-"
Aku berusaha menguasai diri.
"Karev lengah lalu ditarik-"

"Tapi mutan itu tak menyentuh kalian kan?"
Regi yang gantian menuntut.

"I-iya sempat--tapi kami lalu dilepasnya-"

"Lepas?"
Tentara lain memotong.
"Apa maksudmu dilepas-"

Aku langsung mendelik pada Pierre.

Waduh ini gimana-

"Well kami-"
Pierre menegakkan diri, sambil menyentil debu tak terlihat di lengan jubahnya.
"Kami berhasil melepaskan diri saja-kalian ini lama kenapa sekali datangnya!"

"Ruangan ini memang desain sound proof-"
Sahut satu tentara ketika aku menarik napas berusaha menenangkan diri.
"Dan suara kalian tadi terdengar hanya samar--ya Tuhan sampai begini Karev-"

"Vincent! Mundur!"
Perintah Regi sambil berjalan perlahan mendekati sel mutan itu.
"Kau jangan berdiri tepat depan sel seperti itu--nanti tiba-tiba dia menyerang lag-"

Mutan itu balik menggeram marah dalam sekejap membenturkan diri ke pagar besinya.

"Ampun deh!"
Geram Regi tak tersentak mundur. Ia tatap makhluk itu lurus-lurus dengan penuh jijik.
"Tak seharusnya aku meninggalkan kalian dibelakang tadi!"

Aku hanya diam saja mengawasi mutan itu yang balik buas ketika berhadapan dengan Regi.

Secara tersembunyi, Pierre balik menoleh padaku.

Dan rasanya tahu apa isi pikiran si putra bilioner saat ini.

Manusia macam apakah Vincent ini sampai mutan sebuas itu menurut padanya?

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Next chapter
RC:A

Entah hanya perasaan, tapi aku seperti melihat ada yang berubah dari tatapan Vincent semenjak kejadian kemarin-

Bisa kau bayangkan?
Ini benar-benar keberuntungan kita!

Oh Tuhan! untuk apa Komander Delhart berada disini?-

Pengecut? Oh hebat sekali kata itu keluar darimu, Pierre! Bagaimana Jika dibalik, bagaimana jika ayahmu berada diposisi itu, apa yang akan kau lakukan?

Aku? Marah ditelpon? Tidak, Lucy. Aku tadi hanya membantu Hugo dalam menjawab telpon random seorang yang tak penting-

Bagaimana bisa aku sebegitu naif berpikir takkan dikunci-

Menurutmu, apa semua zombie ini bisa kembali menjadi manusia lagi?

dalam beberapa hari kedepan, aku akan menyesal karena peluru itu tak menembus otakku. Memang apa yang hendak mereka lakukan?!

Mungkin langkah penelusuran kita terlalu jauh untuk ini. mungkin kita harus mundur beberapa langkah, atau jika perlu kembali ke titik utama. Kau mengerti Luce? Mungkin kita perlu back to the beginning...

.

.

.

.

.

.

.

Thanks for the wait! See you next time!

Continue Reading

You'll Also Like

2.4M 187K 72
Hi guys. Ini cerita kedua saya^^ (Buat kalian yang gasuka Red flag,kalian bisa langsung tinggalin lapak ini ya☺️Kalo kalian gasuka,gaperlu komen-kome...
68.7K 4K 26
Jangan lupa follow dulu ya 😘 Syerill seorang dokter cantik berusia 27 tahun yang secara tiba tiba masuk kedalam novel yang semalam ia baca. STARD:...
Jimin Or Jimmy By arzy

Science Fiction

514K 2.9K 8
hanya cerita tentang jimin yang memenya sering gatel pengen disodok
350K 22K 35
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, masyaallah tabarakallah, Allahumma Shalli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aali sayyidina muhammad, ini...