verrückt | renryu ✔

Od peisinoehina

81K 7.4K 1.7K

Deep down we realize that this disgusting secret will slowly kill us and the other, but we cannot hold back w... Více

disclaimer
introduction
prolog
1. their story
2. each other's owner
3. first of everything
4. intimidating
5. being hit
6. did it
7. volunteering
8. departure
9. side to side
10. stabbed
11. dinner
12. gift from hell
13. beach talk
14. definition of love
15. suddenly
16. avoidance
17. finding out
18. sin
19. result
20. hangout
21. confrontation
22. second time
23. hell pills
24. a date
25. catasthrope
26. the plan
27. complicated
28. grudge
29. accident and the effect
30. another fact
31. deeper
32. fatal
33. chaos
34. solution
35. apology
36. probability
37. the real twist
39. will you?
40. went through
epilog
closing
bonus: peace
bonus: interview (1)
bonus: interview (2)
bonus: interview (3)
real closing
promotion

38. back again

1.1K 136 37
Od peisinoehina

"Saudara Lee Jeno, berdasarkan pernyataan dari pengacara Anda, pengacara saudara Hwang Renjun, dan pernyataan dari jaksa penuntut, kami memutuskan untuk menjatuhi Anda hukuman satu tahun enam bulan penjara dan denda sebanyak delapan puluh juta won."

tok, tok, tok

Suara ketukan palu dari hakim kepala menjadi tanda bahwa hukuman sudah sah dan harus Jeno terima.

Walaupun Jeno tidak sengaja dan Renjun tidak dinyatakan meninggal, tidak banyak keringanan yang diberikan pengadilan. Karena posisinya sekarang, Renjun masih dalam keadaan koma.

Dua sipir langsung membawa Jeno keluar untuk kembali ke sel tahanan. Anggota keluarga harus ikut apabila ingin menemui Jeno.

"Abeonim, eomeonim," panggil Herin pada kedua orang tua Jeno.

Donghae memilih berjalan keluar tanpa sedikit pun menoleh. Irene menjadi satu-satunya orang yang masih memiliki hati nurani untuk merespon panggilan Herin.

Jangan tanya Taeyong kemana. Di hari ia membongkar fakta pada Jeno, ia langsung pergi. Tanpa meninggalkan salam sama sekali. Sayangnya, Donghae dan Irene terlihat tidak peduli. Mereka sudah terlampau biasa ditinggal Taeyong tanpa kabar.

"Kenapa Rin?" tanya Irene lembut.

"Herin boleh ikut kan?"

Herin sebenarnya ragu untuk kembali mengakrabkan diri dengan mertuanya. Mau dibilang masih mertua, sudah enam tahun lebih Herin tidak berinteraksi. Mau dibilang mantan mertua, tapi secara hukum Herin masih sah sebagai istri Jeno.

"Iya boleh. Kenapa enggak? Kamu kan istri Jeno, masa eomma larang," balas Irene dengan senyumnya.

Tangan wanita berusia hampir kepala lima itu mengelus surai Herin pelan. Helai yang berjatuhan Irene bawa ke belakang telinga.

"Eomeonim...enggak marah sama Herin?" tanya Herin ragu.

Herin takut, pertanyaannya akan membuka luka masa lalu. Tidak hanya lukanya, namun juga luka yang Irene atau bahkan Donghae rasakan. Kalau soal Taeyong, Herin jujur tidak tahu apa-apa soal pria itu. Terakhir Herin bertemu dengan Taeyong adalah sebelum kecelakaan nahas itu terjadi.

Irene menghela napas. "Gimana kalau kita ngobrol sambil makan? Belum makan siang kan dari tadi? Abis itu kita kunjungi Jeno. Yuk! Nanti appa nungguin, bisa ngomel dia."

Irene mengambil salah satu sisi tangan Herin, menarik wanita itu menuju mobil. Keadaan sunyi senyap, hanya terdengar perdebatan Donghae yang duduk di samping supir dengan seseorang melalui panggilan telepon. Sesekali desahan pasrah terdengar dari si pria.

"Yeobo, nanti kamu sama Herin makan berdua aja ya. Aku harus balik ke kantor. Jadi nanti aku turunin di restauran biasa, terus nanti Pak Yoo bakal balik setelah nganter ayah ke kantor. Enggak apa-apa ya?"

Maka di sinilah Herin dan Irene, berdua di restauran favorit Jeno. Rasanya sudah lama sekali Herin tidak menginjakkan kaki di restauran tersebut. Walau disebut favorit, tapi itu dulu saat pernikahan Jeno dan Herin masih dikatakan hangat. Saat Donghae dan Irene bahagia dengan kebahagiaan putra mereka.

Sejak Donghae mengultimatum perceraian mereka, Jeno tidak pernah mengajak Herin barang sekali pun ke restauran ini.

"Eomeonim?"

"Iya?"

"Eomeonim enggak marah sama aku?" Pertanyaan yang sama Herin lemparkan pada Irene.

Irene menyesap pelan teh Earl Grey di cangkir, lalu meletakkannya ke piring tatakan. Wanita itu lalu menatap Herin dengan pandangan yang sulit untuk diartikan.

"Eomma marah. Karena kalian bohongin bunda dan yang lain. Eomma kira kalian beneran cerai, ternyata kalian enggak cerai. Eomma juga marah saat tahu Jeno pacaran dan berniat menikahi Ryujin hanya karena sebuah balas dendam," terang Irene.

"Tapi kamu tahu apa yang membuat eomma sangat marah? Eomma marah karena gagal membuat Jeno merasa bahagia. Eomma marah sama diri sendiri!"

"Seharusnya, eomma tentang ultimatum ayah enam tahun yang lalu itu. Enggak seharusnya eomma turuti. Eomma menyesal, karena kepasrahan eomma mengiyakan permintaan ayah membuat Jeno berakhir dibalik jeruji besi," terang Irene.

Tentu Irene tahu. Sepertinya semua orang juga sudah tahu, berkat penjelasan Haechan tempo hari.

Wanita dengan dua putra itu menutup wajah dengan kedua tangannya sembari menunduk. Suara tangisan terdengar, membuat Herin otomatis berdiri. Berpindah dari seberang, guna duduk di samping Irene.

Herin rangkul tubuh Irene dan berkata, "Eomeonim jangan nangis. Bukan salah eomeonim kok, ini salah aku sama oppa. Seharusnya oppa enggak perlu terbutakan cinta sampai rela melakukan balas dendam demi aku. Aku seharusnya juga menghentikan oppa, tapi aku biarkan. Jadi, eomeonim jangan nyalahin diri sendiri lagi."

Irene mengangkat kepalanya dan bergerak memeluk Herin. "No! Herin sama Jeno enggak salah. Eomma sama appa yang salah karena pernah meminta kalian untuk berakhir. Enggak seharusnya eomma sama appa menghancurkan kebahagiaan kalian."

"Maafin appa sama eomma ya, sayang," ucap Irene.

Herin mengangguk pelan dalam pelukan Irene. Dalam hati kecilnya, Herin bersyukur ketegangan antara dirinya dengan ibu-nya Jeno mencair. Herin hanya perlu mendekati Donghae, yang bisa ia lakukan nanti.

Fokus Herin saat ini adalah Jeno.

"Herin, eomma udah selesai. Kamu masuk gih, sebelum Jeno balik ke tahanan," ucap Irene saat keluar dari ruang berkunjung.

Ruang berkunjung hari ini berbeda dengan ruang yang bersekat, di ruangan tersebut tidak ada sekat sama sekali. Tahanan bisa berinteraksi dengan orang-orang terdekatnya, sedikit lebih lama, sebelum kembali ke sel untuk melanjutkan hukuman yang telah disahkan.

Herin masuk, menemukan Jeno yang berdiri sembari tersenyum ke arahnya. Walau harus mendekam di penjara, pria itu tidak tampak sedih. Pria itu justru melebarkan kedua tangan, mengundang Herin untuk mendekat.

Herin berjalan cepat dan reflek memeluk erat suaminya. Begitu merindukan aroma serta pelukan hangat yang Jeno berikan padanya setiap malam. Tidak peduli dengan tatapan dari petugas yang berjaga.

Seo Herin terlanjur rindu teramat sangat pada Lee Jeno.

"Ada yang kangen berat nih ceritanya," bisik Jeno menggoda.

Herin memukul punggung Jeno, membuat si pria mengerang kesakitan.

"Awh! Sakit tahu. Dari pada kamu pukul, mending aku puasin kamu saja. Mengerang kenikmatan lebih enak dibanding kesakitan," goda Jeno kembali.

Herin melonggarkan pelukan dan memukul dada Jeno bertubi-tubi.

"Aduh! Kok malah diterusin sih?"

"Ih sayang! Sakit tahu!"

"Kamu yang ngeselin," omel Herin.

"Okay, I stopped! Jangan dipukulin lagi. Mending ini."

Jeno mengecup bibir Herin, menempel tanpa pergerakan selama beberapa saat. Maunya sih yang lebih intens, sayang keberadaan petugas membuat Jeno tak bisa leluasa mencumbu sang pujaan hati.

"Ih! Malu tahu," pekik Herin setelah Jeno menjauh. Wanita itu sembunyikan wajahnya pada dada bidang Jeno.

Jeno tertawa melihat tingkah menggemaskan Herin. Si pria kembali memeluk sang istri, sembari beberapa kali mengecup ubun-ubun Herin.

"Oppa, jangan lama-lama di sini ya," ucap Herin mengungkap isi hatinya.

Jeno mengeratkan pelukan. "Oppa menjalani hukuman saja, satu setengah tahun cepat kok sayang!"

"Setelah selesai, aku pasti kembali untuk kamu. Untuk Ella juga!"

Mendengar nama Ella, Herin menepuk dahinya. "Ya Tuhan! Aku lupa jemput Ella kak! Gimana dong?"

Kalau kalian penasaran, Ella adalah gadis berusia sepuluh tahun yang baru sebulan ini Herin dan Jeno adopsi sebagai anak. Pasangan suami-istri itu memilih mengadopsi anak, karena mereka tahu menunggu keajaiban Tuhan tidak akan membuat mereka dikarunia keturunan murni.

Ironisnya, sebulan yang lalu juga Jeno masih berjibaku dengan rencana balas dendamnya.

"Ella bisa pulang sendiri sayang," ucap Jeno.

"Ya kan tapi biasanya aku jemput dia di halte. Nanti dia nyariin aku lagi kak," balas Herin ketar-ketir.

"Jalan aja sama aku, nanti kita jemput anak kamu," ucap seseorang dari ambang pintu.

Jeno dan Herin otomatis menoleh ke sumber suara. Mereka terkejut pada sosok Ryujin yang berdiri di hadapan.

Ryujin memang tidak datang ke persidangan. Namun ia perlu memastikan bagaimana keadaan Jeno. Eh tahunya, dia malah mendengar keluhan kedua pasangan yang akan berpisah selama setahun lebih itu, serta kekhawatiran karena Herin belum menjemput anak angkat mereka.

Ryujin pun menawarkan diri.

"Ryu...kamu..."

"Loh kenapa? Katanya aku sahabat kamu. Masa kamu enggak mau pergi sama aku?" tanya Ryujin sembari berjalan mendekati Jeno dan Herin.

"Bukan gitu, aku..."

"Takut kecelakaan belasan tahun lalu terulang lagi? Enggak bakal. Serius deh. Tapi kamu yang nyetir ya, bisa kan? Aku capek nih nyetir sendiri ke sini," ucap Ryujin.

"Kamu...nyetir sendiri?" tanya Jeno.

"Ya terus siapa yang mau nyetirin aku? Oppa? Keluar dulu dari penjara, baru kita bahas jadwal perselingkuhan kita," ucap Ryujin santai.

"Ih Ryujin!" pekik Herin.

"Bercanda ah! Ya kali aku selingkuh sama sahabatnya appa anak aku," balas Ryujin.

"Ya udah, aku tunggu di luar ya. Awas lama, aku mau ditemenin makan tteokbokki dulu. Terus kamu harus menginap di rumah aku malam ini, catching up the past," titah Ryujin kemudian.

"Ini...serius?" tanya Herin ragu.

"Serius lah! Kurang baik apa sih aku, mau nemenin kamu nungguin ini cowok satu," seru Ryujin yang membuat Jeno tertawa.

Sementara Herin langsung saja memeluk Ryujin sembari menangis.

"Hiks...makasih Ryu. Makasih sudah mau jadi sahabat aku lagi. Makasih," ucap Herin sesegukan.

Ryujin memukul pelan lengan kanan Herin sembari bersua, "Ih ya jangan erat-erat, ini anak aku kegencet entar."

Herin segera menjauh. "Hehehe, maaf lupa."

"Ck. Ya udah, gue tunggu di luar. Jangan kelamaan mainnya ya sayang-sayangnya Ryujin," ucap Ryujin, tak lupa mengedipkan mata sebelum keluar ruangan.

"Shin Ryujin!"

Ryujin melambaikan tangannya, memilih menulikan pendengaran sejenak saat Herin memekikkan namanya karena kesal.

Ryujin berpikir sejak pagi tadi, sampai ketiduran, apakah ia harus datang pada persidangan Jeno atau tidak.

Awalnya Ryujin berpikir, apa lagi yang harus diselesaikan antara mereka berdua. Semua sudah berakhir, tidak masalah jika Ryujin memilih untuk menganggap Jeno sebagai orang asing.

Hingga Ryujin teringat pada Herin, sosok wanita yang mengaku sebagai sahabat masa kecilnya. Dengan bantuan Yuna, Ryujin membongkar gudang guna menemukan buku foto yang kemungkinan memuat potret dirinya bersama Herin.

Herin tidak berbohong. Mereka benar-benar bersahabat sebelumnya.

Pikiran Ryujin lalu menerawang, bagaimana nasib Herin apabila ditinggal Jeno? Pasti wanita itu kesepian.

Makanya Ryujin putuskan untuk datang ke tempat tahanan, karena sidang sudah selesai saat Ryujin bersiap, untuk mengajak Herin kembali bersahabat dengannya.

Karena saling membenci tidak akan ada gunanya.

Chaeryeong menatap sinis ke arah Herin yang duduk di sebelah kanan Ryujin.

"Ini cewek kenapa kamu ajak ke sini sih?!" omel Chaeryeong.

"Kamu enggak lupa 'kan? Karena dia hidup kamu jadi berantakan!"

Ryujin menyeruput bumbu tteokbokki dengan tenang, tidak memedulikan rengekan Chaeryeong.

Sebelumnya, Ryujin berniat untuk makan di kedai langganan. Namun mendadak Ryujin tidak mood, maka Herin menyarankan untuk dibungkus saja dan makan di rumah.

Ryujin mengajak Herin ke rumah, lupa kalau Chaeryeong mau main setelah lembur di rumah sakit. Padahal Taecyeon, Yeonhee, dan Yuna biasa saja dengan kehadiran Herin, eh malah Chaeryeong yang sensitif.

Soal Ella, anak angkat Herin itu tengah di dapur sekarang. Diajakin sama Yuna bikin kue. Semoga saja masih dalam keadaan aman.

"Ya sudah, kalau gitu aku sama Ella pul..."

Ryujin menyela ucapan Herin dengan menarik tangan si wanita yang sebelumnya bergerak menjauh.

"Yang nyuruh kamu pulang siapa? Diam dulu ah! Aku masih makan," omel Ryujin.

"Kamu juga diam! Enggak usah protes! Kalau kamu enggak mau ngomong sama Herin, ya jangan ngomong. Diam aja itu mulut," lanjut Ryujin.

Chaeryeong mau murka rasanya. Tapi dia ingat Ryujin sedang mengandung. Berdebat dengan ibu hamil tidak akan membawa hasil yang bagus, yang ada kita yang enggak merasakan kayak si ibu yang disalahkan.

Chaeryeong memilih bermain ponsel. Sepertinya membalas pesan Haechan, yang seminggu terakhir ini sibuk mengurus banyak hal semenjak Jeno berada di penjara, jauh lebih menarik ketimbang membuat diri ini emosi karena berdebat dengan ibu hamil.

Sementara Herin masih saja diam, mengamati Ryujin yang lahap menyantap tteokbokki pedas.

"Kamu enggak takut mules makan tteokbokki sepedas itu?" tanya Herin.

"Ya tinggal ke kamar mandi saja sih, kok susah," balas Ryujin enteng.

"Awas saja kalau mules kesakitan, kamu bangunin aku malam-malam. Aku lempar kamu ke Palung Mariana," celetuk Chaeryeong.

"Ya sebagai sahabat, kamu harus bantuin aku lah! Gimana sih?" omel Ryujin.

"Ogah! Mending aku kencan sama Haechan-oppa timbang ngurusin kamu!" tolak Chaeryeong.

"Enggak bakal kamu diurusin! Orang dia sibuk ngurus berkas! Dianggurin kamu yang ada," cibir Ryujin.

"Sumpah ya, kalau calon suami kamu enggak lagi koma dan kamu-nya enggak lagi hamil, mau aku katain kamu," balas Chaeryeong.

"Alah bilangnya ogah, tapi pada dasarnya kamu sayang kan sama aku," goda Ryujin sembari mengedipkan matanya.

Chaeryeong bergidik ngeri. Ryujin saat mengandung bukannya waras, malah makin gila. Kegilaan wanita itu naik tiga kali lipat setelah diketahui mengandung, yang usia sudah mencapai minggu ke-9 untuk hari ini.

Sementara Herin hanya bisa tertawa pelan melihat pertikaian antara Ryujin dan Chaeryeong. Membuatnya mengingat masa lalu, saat dirinya dan Ryujin masih bersahabat dibangku sekolah dasar.

"Eh iya, kenapa kamu enggak ke rumah sakit jengukin Hwang-uisanim?" tanya Chaeryeong kemudian, yang membuat Herin turut penasaran.

"Kan besok nikahan aku, jadi harus dipingit gitu sehari sebelumnya. Like, apa banget sih? Kuno bener!"

"Hah?!"

Teriakan terdengar dari mulut Herin dan Chaeryeong secara bersamaan. Mereka tentu saja terkejut dengan penuturan Ryujin. Kalau Herin yang terkejut sih wajar, karena bisa berinteraksi baik dengan Ryujin saja baru tadi sore. Nah tapi Chaeryeong pun enggak tahu, karena Ryujin tidak ada menceritakan apapun sebelumnya.

"Kamu kok baru bilang sih?! Jangan bilang kamu ngajak kita ke sini buat b...."

"Iya! Aku ngajak kalian buat bridal shower kecil-kecilan aja. Melepas lajang hehe," sela Ryujin.

"Emang bisa menikah di saat pasangannya dalam keadaan koma? Berarti enggak ada consent pasti dong," tanya Herin.

"Emang bukan pernikahan yang sah begitu. Keluarga aku sama keluarganya Renjun memutuskan untuk tetap menikahkan kita walau Renjun masih dalam keadaan koma. Hanya sekadar pemasangan cincin aja kok. Nanti kalau Renjun bangun, baru dibawa ke catatan sipil," cerita Ryujin.

"Kasarannya sih biar anak di rahim aku ada ayah yang bertanggung jawab gitu loh. Kata Yeji-unnie, ya kali nungguin aku lahiran dulu baru nikah. Kita aja enggak tahu kapan Renjun akan sadar."

Suasana mendadak mendung setelah Ryujin mengucapkan kondisi Renjun yang masih terbaring koma.

Sebenarnya semua vital, mulai dari tekanan darah, detak jantung, hingga saturasi oksigen, terdeteksi normal. Pendarahan di otak juga sudah berhenti, walau masih ada penggumpalan di beberapa titik.

Tim dokter sendiri mendiagnosis kalau pendarahan yang Renjun alami tidak lagi menekan bagian-bagian saraf yang sebelummya terjadi saat awal-awal Renjun koma.

Entah apa yang menghalangi pria itu untuk bangun dari tidur panjangnya. Apa tidak bosan ya tertidur selama itu. Pikiran seperti itu sempat terlintas dipikiran Ryujin, tapi tentu saja tak bisa ia ungkapkan.

"Makes senses," sahut Herin.

"Nah, maka dari itu. Aku ngajak kalian berdua ke rumah. Chaeryeong, aku enggak pernah punya niat buat ngelupain kamu karena aku ngajak Herin ke sini. Absolutely no!"

"But, she used to be my childhood best friend. Emang banyak hal buruk yang terjadi belakangan ini, tapi itu udah terlanjur terjadi. Jadi, enggak masalah kan kalau aku balik sahabatan sama Herin. Toh kita enggak bisa mengembalikan keadaan seperti semula, tapi jangan pernah menanam kebencian pada siapapun. Herin sudah minta maaf, ya sudah selesai," ucap Ryujin.

Herin yang mendengar penuturan Ryujin kembali terharu. Wanita itu lantas memeluk Ryujin dari samping, menumpahkan tangis di bahu kanan si ibu hamil.

"Ryujin, thank you. For accepting me back," ucap Herin.

"No worries!"

Chaeryeong berdecih. "Tumben bijak."

"Bukan aku yang bijak, tapi seseorang pernah ngomong kayak gitu ke aku," balas Ryujin.

"Siapa?"

"Ada deh! Eh ambilin itu dong album foto di meja. Mau mengenang masa lalu aku," ucap Ryujin menunjuk ke meja.

Malam ini, biarkan Ryujin menikmati apa yang ia inginkan sebelum melepas status lajangnya.

Beberapa bulan lalu...

"Jun-ie?" panggil Ryujin.

Renjun yang dipanggil tidak merespon. Pria yang duduk di seberang Ryujin itu sibuk membaca koran. Meja menjadi penghalang keduanya.

"Kacangin aja terus," sindir Ryujin.

"Bentar, aku masih baca artikel. Nanggung ini," balas Renjun asal.

Makin kesal lah Ryujin.

"Terserah! Aku benci sama Jun-ie!" pekik Ryujin.

Ryujin bangkit dari duduknya. Mengambil tas selempang dan berniat pulang. Untuk apa berlama-lama di apartemen Renjun, kalau ia berakhir tidak digubris selama jam sarapan ini.

Toh Ryujin sudah menginap semalam, maka sebaiknya ia pulang saja sekarang.

Renjun yang menyadari kekasihnya merajuk pun tertawa, lalu bangkit untuk menahan si wanita pergi. Koran ia lempat begitu saja ke meja. Renjun memeluk Ryujin erat, tak memberi kesempatan untuk sekadar memberontak.

"Lepas enggak?"

"Jangan ngambek gitu. Sudah nih, sudah selesai aku baca korannya. Pulangnya entaran saja, aku anter. Ya?" bujuk Renjun.

"Apaan? Enggak! Aku lagi benci ya sama kamu," balas Ryujin.

"Ih enggak boleh benci-bencian gitu. Enggak baik. Kesal sama orang itu boleh, tapi kalau sampai benci jangan. Dosa entar kamu," ucap Renjun dengan nada serius.

"Toh kan tadi saja aku diamin kamu, jadi jangan benci lagi ya," lanjut Renjun.

Ryujin makin kesal mendengarnya.

"Ih bukan benci yang gitu!" omel Ryujin.

"Iya, iya, tahu kok aku. Ya sudah jangan pulang dulu," balas Renjun.

Si pria bertindak impulsif, meraih kedua sisi rahang Ryujin dan mencium bibir kekasihnya. Seakan lupa sudah sepanas apa permainan mereka semalam, Renjun tidak ada bosannya menjamah bibir ranum Ryujin.

"Jun-ie, kemarin kan sudah," ucap Ryujin saat pagutan Renjun terlepas.

"Terus? Kamu mau atau enggak? Yang jelas dong!"

Balasan Ryujin dengan mencium bibir Renjun, sudah menjadi jawaban bukan?

revised on 2020/09/05

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

727K 34.7K 39
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
467 60 5
"Di bilang cantik sama cewek cantik gue udah biasa. Tapi, pernah gak sih lo di bilang cantik sama cowok boty dengan tatapan dominannya?" -Syabira-
100K 5.3K 23
Selena.... Setelah 10 tahun berlalu, akhirnya aku melihatnya lagi. Sekarang dia telah menjelma menjadi wanita dewasa yang sangat cantik. Dia bahkan l...
7.7K 769 14
Hanya berisi keseharian pak Bian dan ke-5 anaknya yang kelakuannya bisa di bilang bisa bikin kepala bapak ketempelan koyo 5 biji. Bagaimana keseharia...