verrückt | renryu ✔

By peisinoehina

81K 7.4K 1.7K

Deep down we realize that this disgusting secret will slowly kill us and the other, but we cannot hold back w... More

disclaimer
introduction
prolog
1. their story
2. each other's owner
3. first of everything
4. intimidating
5. being hit
6. did it
7. volunteering
8. departure
9. side to side
10. stabbed
11. dinner
12. gift from hell
13. beach talk
14. definition of love
15. suddenly
16. avoidance
17. finding out
18. sin
19. result
20. hangout
21. confrontation
22. second time
23. hell pills
24. a date
25. catasthrope
26. the plan
27. complicated
28. grudge
29. accident and the effect
30. another fact
31. deeper
32. fatal
33. chaos
34. solution
35. apology
37. the real twist
38. back again
39. will you?
40. went through
epilog
closing
bonus: peace
bonus: interview (1)
bonus: interview (2)
bonus: interview (3)
real closing
promotion

36. probability

1K 129 55
By peisinoehina

"Halo Jun-ie, maaf ya aku baru jenguk hari ini," ucap Ryujin yang duduk di kursi samping tempat tidur Renjun.

Renjun terlihat begitu tenang. Pria itu memejamkan matanya, tidak ada keinginan untuk sekedar membuka mata dan menyambut kedatangan Ryujin.

Kebetulan yang lain masih berada di ruang meeting. Ryujin pun memilih untuk menemani Renjun. Mengobrol dengan si pria, walau Ryujin sadar tidak akan ada balasan apapun yang dapat ia dengar dari bibir Renjun.

Ryujin bergerak membuka amplop pemberian Herin. Berisi foto-foto yang dikumpulkan Jeno. Ryujin tidak ingin melihat isinya sendirian. Setidaknya, berada di samping Renjun akan membuat mental Ryujin tidak goyah.

Foto paling awal menunjukkan sosok Ryujin yang tengah berjalan lesu di pedestrian kota Boston. Ryujin tidak ingat mengapa ia terlihat lesu, tapi yang jelas ia memiliki tujuan untuk minum di salah satu bar terkenal di kota pelajar di negeri Paman Sam itu.

Beberapa foto masih berisikan potret Ryujin, berjalan seorang diri dan juga ketika duduk di bagian bartender.

Gerak tangan Ryujin terhenti saat melihat foto dirinya bercumbu dengan seorang pria. Dari latarnya, Ryujin bisa menarik kesimpulan kalau itu masih berada di bar.

Ryujin menaruh fokusnya pada si pria, namun ia tidak bisa mengenali wajahnya. Ryujin harus melihat foto-foto berikutnya, hingga akhirnya berhenti pada sebuah foto yang memperlihatkan wajah si pria secara jelas.

Hwang Renjun.

Renjun adalah pria yang mencumbunya malam itu. Pria asing yang tanpa keraguan membawa Ryujin ke motel seberang bar. Pria asing yang merenggut kesucian Ryujin. Pria asing yang justru ia kencani secara sembunyi-sembunyi beberapa bulan yang lalu.

Pria asing yang masih ia cintai hingga detik ini.

Kilas balik kejadian enam tahun lalu itu perlahan menyeruak. Ryujin bisa kembali mengingat sensasi yang ia dapatkan malam itu. Rasanya sama seperti bagaimana Renjun menyentuhnya selama ini. Agresif tapi lembut, Renjun seakan tahu bagaimana membawa permainan tanpa melukai pasangannya.

Tangis Ryujin pecah setelahnya. Tidak menyangka kalau jauh sebelum ia dan Renjun menjadi sepasang kekasih, jauh sebelum mereka melakukan hal tidak senonoh itu, ternyata jalan takdir sudah menemukan mereka.

Hanya saja, waktu itu Ryujin memutuskan lari. Pagi saat Ryujin terbangun lebih dahulu, ia tidak meminta pertanggung jawaban. Ryujin memilih lari, pergi sebelum pria itu bangun. Menurutnya, malam itu adalah sebuah kesalahan yang tak seharusnya terjadi.

Tak pernah Ryujin bayangkan kalau jalan takdir akan mempertemukan mereka ke keadaan seperti ini. Apakah artinya Ryujin dan Renjun memang ditakdirkan untuk bersama, walaupun banyak rintangan yang harus mereka lalui?

Mulai dari kecelakaan enam belas tahun yang lalu, kemudian malam panas enam tahun yang lalu, hingga semua yang terjadi akhir-akhir ini, salah kah jika muncul sedikit harapan dalam hati Ryujin?

Harapan bahwa ia bisa bersatu dengan Renjun, boleh kah Ryujin berharap?

Walau menangis, Ryujin melanjutkan kegiatan melihat foto-foto yang lain. Foto-foto saat berkencan dengan Renjun dapat Ryujin temukan pada tumpukan di tangannya. Membuat perasaan rindu kembali menghampiri.

"Hiks...Jun-ie. Aku....aku kangen...hiks..." tangis Ryujin.

"Jun-ie, kamu tahu enggak? Ternyata jalan takdir kita udah sering bersinggungan, dari belasan tahun yang lalu. Aku...hiks...aku senang," ucap Ryujin dengan senyum yang dipaksakan.

"Tapi...aku juga sedih...karena Jun-ie masih belum sadar. Jun-ie enggak mau bangun kah? Jun-ie enggak capek apa tidur terus?"

"Jun-ie, bangun ya! Jin-ie capek. Aku enggak kuat ngadepin semuanya sendiri. Aku enggak kuat dikatai orang ketiga, enggak kuat juga dikatai pembunuh."

"Aku....aku enggak bunuh Miyeon-unnie!" ucap Ryujin dengan suara parau.

"Jadi tolong bangun! Aku enggak bisa berdiri sendirian seperti ini. Aku cuma bisa bertopang sama kamu," pinta Ryujin dengan nada yang begitu menyedihkan.

Hwang Renjun, kapan kamu bangun dari tidur panjangmu itu?

"Yeobo, apa enggak ada cara untuk meringankan hukuman Jeno?" tanya Irene pada sang suami.

Donghae dengan gusar menjawab, "Enggak tahu. Aku sudah serahkan semua ke pengacara pribadinya Jeno, kita lihat nanti saja hasilnya."

"Kenapa bukan kamu yang turun tangan?! Apa gunanya jadi pengacara jika mengurusi kasus anak sendiri tidak bisa?!" amuk Irene.

"Yeobo, bukan aku enggak mau, tap..."

blam

Suara bantingan pintu membuat atensi pasangan suami-istri itu teralihkan. Donghae dan Irene menatap ke arah sumber suara. Terkejut saat menemukan sosok putra yang sudah lama tak pulang.

"Kenapa kaget gitu sih lihat aku pulang?" tanya Taeyong, putra sulung keluarga Lee.

Taeyong adalah kakak Jeno, pria yang tidak begitu dekat dengan sang adik. Atau lebih tepatnya, Jeno yang memilih untuk tidak mengakrabkan diri dengan pria yang bekerja sebagai intel luar negeri National Intelligent Service.

Kenapa Jeno suka bilang kakaknya ini tidak jelas keberadaannya, bahkan sampai dijuluki datang tak dijemput, pulang tak diantar?

Ya karena pekerjaan Taeyong ini rahasia. Yang keluarga Taeyeong tahu, pria ini adalah seorang fotografer untuk National Geographic. Makanya tidak ada kecurigaan saat Taeyong lebih sering keliling dunia dibandingkan tinggal di Korea Selatan. Padahal Taeyong keluar negeri untuk menangkap buronan yang kabur keluar negeri guna menghindari tuntutan hukum.

"Ah halo sayang! Tumben pulang," sapa Irene dengan nada kaku, seperti baru saja kepergok melakukan sesuatu yang buruk.

Taeyong mendekati Irene terlebih dahulu, mengecup pipi sang bunda bergantian. Setelahnya duduk di samping Donghae. Taeyong letakkan cup Americano yang ia beli di bandara sebelum pulang ke rumah.

"Aneh banget sih pertanyaannya? Masa aku enggak boleh pulang," ucap Taeyong.

"Ya abis, kamu kayak lupa punya rumah," cibir Irene.

"Bukan lupa rumah. Taeyong kan kerja, eomma," balas Taeyong.

Donghae memilih diam sedari tadi. Kepala pria itu masih pusing memikirkan nasib Jeno. Persidangan awal akan diadakan minggu depan, tapi entah mengapa waktu berjalan begitu lambat.

"Oh iya, aku dengar Jeno masuk penjara. Kenapa?" tanya Taeyong.

"Masih belum pasti Yong, apakah adik kamu bakal beneran dihukum di penjara atau enggak. Sidangnya masih minggu depan," balas Donghae, tangan mengurut kepala yang pening.

"Ya intinya sekarang dia di penjara sambil nunggu persidangan kan? Jadi kenapa Jeno sampai masuk penjara?" tanya Taeyong sekali lagi.

Donghae dan Irene terlihat enggan untuk memberitahu yang sesungguhnya pada Taeyong. Ada sedikit harapan di hati mereka agar masalah ini bisa segera berakhir tanpa melibatkan putra mereka yang lain.

"Main rahasia-rahasian nih sekarang sama aku? Oke, enggak masalah. Aku bisa cari tahu sendiri. Ayah sama bunda tahu kan, kalian enggak akan bisa menutupi apapun dari aku," ucap Taeyong saat tak kunjung mendapat jawaban yang ia harapkan.

Taeyong bergegas keluar rumah.

Sesungguhnya Taeyong tidak perlu bertanya pada kedua orang tuanya mengapa Jeno bisa sampai masuk penjara. Toh di berita ada.

Selain itu, Taeyong tahu pasti mengapa semua ini bisa terjadi. Seringai tipis bertengger di wajahnya.

It's show time!

Jeno mengaduk makanannya, sangat tidak bernafsu untuk memasukkan satu suapan ke dalam mulut. Minat makan Jeno menurun sejak berada di balik jeruji besi.

Dia tidak memusingkan soal agensi. Haechan datang beberapa hari yang lalu, mengatakan bahwa semua jajaran pejabat agensi telah dirubah. Untuk sementara, jabatan CEO akan diisi oleh Haechan, sesuai keputusan pemegang saham.

Walau Haechan secara tidak langsung adalah orang yang menjebloskan dirinya ke penjara, Jeno tidak meragukan etos kerja Haechan. Pria itu sudah tahunan bekerja dengannya. Sedikit banyak, Haechan pasti paham harus bertindak bagaimana.

Jeno justru khawatir dengan Herin.

Sejak dirinya ditangkap dan tidak bisa bergerak bebas, Jeno kehilangan jejak sang istri. Jeno tidak bisa setiap saat menghubungi Herin. Saat ada kesempatan untuk menelepon, Herin malah tidak merespon sama sekali.

Nomornya selalu tidak aktif.

Jeno khawatir, namun tak ada yang bisa ia lakukan saat ini.

"2831, ada yang mencari Anda," ucap sipir dari luar, diiringi dengan suara kunci diputar.

Jeno dengan malas meninggalkan makannya dan keluar dari sel tahanan. Dengan tangan diborgol, Jeno menurut saat dituntun oleh sipir menuju ruang interogasi.

Sebentar.

Siapa yang mencarinya?

"Selamat siang Tuan Lee," ucap dua sipir yang membawa Jeno.

Jeno terkejut saat menemukan sosok Taeyong, berdiri di hadapan. Sejak kapan kakaknya ini pulang? Lalu, tujuan apa yang Taeyong miliki hingga mendatanginya?

Bahkan sampai menggunakan ruang interogasi? Siapa Lee Taeyong hingga bisa menyogok orang-orang di lapas seenak jidatnya?

"Ah iya, selamat siang. Bisa tinggalkan saya dengan adik saya?" perintah Taeyong.

"Bisa tuan."

"Ah iya, semua alat rekam sudah dimatikan 'kan? Saya tidak mau privasi saya dan adik saya terganggu," lanjut Taeyong.

"Sudah dimatikan semua, tuan," balas salah satu sipir.

"Baik, terima kasih."

Dua sipir yang mengantar Jeno lalu keluar, meninggalkan kedua saudara itu dalam keadaan yang canggung.

"Enggak capek berdiri? Duduk situ loh," ucap Taeyong.

Jeno mendecih sembari mendudukkan dirinya ke kursi. "Mau lo apa kak? Setelah bertahun-tahun hilang, terus lo baru muncul pas adik lo masuk penjara? Kek basi tahu enggak?"

Taeyong tertawa mendengar ucapan Jeno.

"Salah ya emang kalau aku khawatir sama adik sendiri? Aku ampai belain diri pulang demi ngelihat kamu dan respon kamu begini? Benar-benar deh," cibir Taeyong.

"Well, we are not that close to make you care about me though! Kamu enggak pernah berperan jadi kakak yang benar, jadi jangan berlagak seakan-akan kamu adalah kakak terbaik se dunia," balas Jeno sinis.

"Ah! Kakak yang benar ya? Emang sih! Aku malah pingin ngehancurin kamu dari dulu. Tahu enggak? Kamu adalah manusia yang paling aku benci di muka bumi ini!" hardik Taeyong.

"Kalau emang kamu benci sama aku, ngapain kamu ke sini? Mau cari perhatian media? Mulai tertarik buat nerusin firma-nya appa? Udah capek sama kerja serabutan kamu itu? Mau memanfaatkan gelar Sarjana Hukum yang enggak pernah kamu pakai itu? Kamu hypocrite, hyung!" bentak Jeno.

Lama tidak berjumpa, perseteruan justru pecah di antara kakak beradik itu.

Jeno tidak habis pikir dengan Taeyong. Siapa sih yang ingin mendekam di penjara? Enggak ada. Apalagi dia tidak sengaja mendorong Renjun. Dipikir itu keinginan dia? Tidak!

Jeno memang ingin balas dendam karena penderitaan yang Herin rasakan selama ini. Tapi Jeno tidak pernah sekalipun memiliki pikiran untuk mencelakai Renjun seperti itu.

Lalu, Jeno harus dipusingkan dengan kehadiran Taeyong yang membuatnya naik pitam. Hanya dengan kemunculan mendadak si pria.

"Well, you could say it that way! So, since we are on this topic, aku akan bikin kamu lebih benci lagi sama aku. Tapi tentu saja, enggak ada yang bisa kamu lakuin setelah ini," balas Taeyong dengan nada yang terdengar tidak menyenangkan bagi Jeno.

"Maksud kamu apa sih, bajingan?!"

Jeno tidak lagi peduli siapa Taeyong baginya. Ia terlanjur dibuat kesal oleh sang kakak. Jeno tidak merasa berdosa karena mengatai Taeyong bajingan.

Namun anehnya, dua sipir di luar sama sekali tidak mencari Jeno. Apa mereka tidak mendengar keributan di dalam? Apakah mereka tidak bertindak untuk melerai?

Sesungguhnya ada apa ini?

"Aku mau bahas kecelakaan enam belas tahun lalu. Kecelakaan itu kan yang bikin kamu balas dendam hingga berakhir di sini?"

Jeno mendecih, walau sejujurnya kini ia bingung dengan tujuan asli Taeyong serta merasa curiga dengan ketidakpekaan dua sipir di luar ruangan.

"Kecelakaan, kecelakaan. Kenapa semua orang bilang itu kecelakaan? Jelas-jelas itu pembunuhan berencana. Tabrakan tepat berada di pintu bagian Herin duduk di mobil itu!" teriak Jeno.

"Kalau memang cuma kecelakaan biasa, enggak mungkin Herin sampai terluka seperti itu!"

"Well, she should die at that time though," ucap Taeyong menggantung.

Jeno bangkit dan menarik kerah Taeyong yang duduk di seberang. Tak peduli tubuh mereka terhalang meja, Jeno benar-benar marah sekarang.

"Maksud kamu apa?!" bentak Jeno.

"I said what I say. You got it?"

"Kamu...kamu enggak lupa 'kan? Kamu sendiri yang udah nganggap Herin kayak adik kamu. Kamu sayang sama dia. Kenapa malah kamu doain istri aku mati?!"

"Oh! Kalian masih nikah. Kirain sudah cerai. Ayah-bunda yang bohong atau justru kamu yang bohong? Hebat juga kalau benar kamu yang bohong!" sarkas Taeyong.

"Bangsat! Jangan ngalihin pembicaraan!"

Taeyong mendorong tangan Jeno menjauh, mengembalikan sang adik duduk di kursi.

"Mau tahu fakta yang sebenarnya?"

"Tebakan kamu benar. Kecelakaan enam belas tahun yang lalu adalah pembunuhan berencana," ucap Taeyong.

"But, sadly, you took revenge on the wrong side," lanjut Taeyong dengan seringai tipis.

Saat semua fakta kemudian mengalir begitu saja, Jeno tidak tahu harus bersikap seperti apa untuk menghadapi kenyataan.

Enam belas tahun lalu...

Taeyong melepaskan sepatunya. Kedatangannya di rumah langsung disambut oleh Herin. Gadis itu tengah makan bersama Jeno di ruang makan.

"Halo Taeyong-oppa!" sapa Herin riang.

Taeyong yang sebelumnya lelah, langsung semringah saat mendengar sapaan serta melihat senyuman manis yang bertengger di wajah Herin.

Herin adalah teman Jeno di sekolah, lebih tepatnya adik kelas. Sekolah Jeno terdiri dari TK, SD, SMP, dan SMA. Beberapa kegiatan ekstrakurikular juga digabung, salah satunya kegiatan yang Jeno dan Herin ikuti. Walau Herin masih dibangku SD dan Jeno dibangku SMP, hal tersebut tidak membuat mereka sulit untuk berteman.

Sejak awal Herin menginjakkan kaki di rumah, Taeyong langsung jatuh hati pada gadis yang berusia delapan tahun lebih muda darinya itu.

Herin seperti matahari yang selalu terlihat bersinar, terutama saat gadis itu tersenyum. Selain itu, Herin adalah gadis yang dewasa untuk anak umur sebelas tahun. Tinggal sebagai anak panti tanpa ayah dan ibu tentunya menjadi pemicu terhadap sikap tenang Herin. Gadis itu juga penyayang, tidak pernah pilih kasih pada Taeyong dan Jeno, walaupun Herin bertemannya dengan Jeno.

Tidak mungkin ada orang yang tidak jatuh pada sosok Herin dan Taeyong merupakan satu dari sekian banyak orang yang terlena akan aura yang tanpa sadar Herin pancarkan.

Namun semuanya berbeda saat Taeyong harus dihadapkan pada fakta yang tidak ingin ia dengar.

"Oppa, aku pacaran sama Jeno-oppa dong! Tadi dia nembak aku abis pulang dari Lotte World Katanya mau nembak pas di wahana, tapi malu dilihatin kakak-kakak yang lain," cerita Herin.

"Apaan sih? Sudah hyung, enggak usah didengerin celotehannya Herin," potong Jeno, malu saat kebodohannya diceritakan oleh Herin.

"Ih kan emang bener! Tadi oppa ngakunya begitu kok sama aku. Aku kan menceritakan kenyataan!"

Taeyong tidak bisa menerimanya. Herin seharusnya jadi miliknya, bukan Jeno.

Rasa benci pada Jeno perlahan tumbuh pada diri Taeyong. Tak ada hari yang Taeyong lewati tanpa membenci Jeno. Taeyong benci pada semua hal yang berhubungan dengan Jeno.

Taeyong benci Jeno yang dicintai oleh Herin.

Puncaknya adalah saat Herin dan Taeyong berada di dapur. Berduaan, sehari sebelum malapetaka terjadi.

"Oppa tahu enggak? Jeno-oppa itu ya...."

Herin menceritakan semua hal tentang Jeno pada Taeyong, seakan tidak sadar kalau ceritanya justru melukai hati si pria. Taeyong benar-benar muak mendengar semua hal tentang Jeno dari mulut si gadis. Namun Taeyong tidak bisa meminta gadis itu berhenti bercerita, karena pasti akan menyakiti perasaan Herin apabila Taeyong sampai hati membentak.

Niat jahat pun muncul.

Jika membuat Herin jatuh cinta padanya adalah hal yang mustahil, maka menghancurkan kebahagian Jeno justru lebih mudah untuk dilakukan.

Taeyong akan pastikan apa yang ia rencanakan ini terjadi.

Sudden update in the morning! Pada kaget enggak? 🙃

By the way, bagian flashback aku cut buat chapter selanjutnya ya! Soalnya kalau digabung bakal panjang banget, nanti gumoh lagi hehe 😁

revised on 2020/09/04

Continue Reading

You'll Also Like

32.1K 3K 26
(Belum Revisi) "Anak seperti teman."--Karina. "Minta dijodohkan bukan dijodohkan."--Jeno. "Aku seperti pedofil."--Jaemin. "Ma, Kakak Na ganteng."--W...
100K 5.3K 23
Selena.... Setelah 10 tahun berlalu, akhirnya aku melihatnya lagi. Sekarang dia telah menjelma menjadi wanita dewasa yang sangat cantik. Dia bahkan l...
467 60 5
"Di bilang cantik sama cewek cantik gue udah biasa. Tapi, pernah gak sih lo di bilang cantik sama cowok boty dengan tatapan dominannya?" -Syabira-
690 53 1
Bunga mawar tumbuh dari tanah melalui air mata Sang Aphrodite. Air mata yang bercampur darah. Bunga mawar tumbuh lewat perasaan sakit dua kekasih yan...