verrückt | renryu ✔

By peisinoehina

81K 7.4K 1.7K

Deep down we realize that this disgusting secret will slowly kill us and the other, but we cannot hold back w... More

disclaimer
introduction
prolog
1. their story
2. each other's owner
3. first of everything
4. intimidating
5. being hit
6. did it
7. volunteering
8. departure
9. side to side
10. stabbed
11. dinner
12. gift from hell
13. beach talk
14. definition of love
15. suddenly
16. avoidance
17. finding out
18. sin
19. result
20. hangout
21. confrontation
22. second time
23. hell pills
24. a date
25. catasthrope
26. the plan
27. complicated
28. grudge
29. accident and the effect
30. another fact
31. deeper
33. chaos
34. solution
35. apology
36. probability
37. the real twist
38. back again
39. will you?
40. went through
epilog
closing
bonus: peace
bonus: interview (1)
bonus: interview (2)
bonus: interview (3)
real closing
promotion

32. fatal

1.3K 119 23
By peisinoehina

Semalam sebelum pertengkaran Renjun dan Jeno...

Renjun meneguk soju dari sloki. Entah sudah berapa tegukan alkohol membasuh kerongkongan keringnya. Pria itu seakan tidak bosan untuk terus meneguk cairan bening tersebut.

"Jadi sudah sehat nih kamu?" tanya Jaemin pada Hyunjin.

"Belum seratus persen. Tapi jadwal kontrolnya udah termasuk jarang, sebulan sekali saja. Makanya aku bisa ikut pas kalian ngajakin aku ke sini. Kangen banget aku ngumpul sama kalian," balas Hyunjin.

"Ah! Makanya kamu enggak minum ya?" tanya Saeron yang sibuk menguyah tteokbokki.

Hyunjin mengangguk sembari meneguk segelas air mineral.

Setelah pertemuan tadi sore dengan Haechan, Renjun dilanda berbagai jenis emosi yang bercampur menjadi satu. Kalau Renjun harus mendeskripsikan emosi yang ia rasakan, perasaan bingung berada di peringkat pertama.

Renjun bingung mengapa Jeno bisa segila itu berbuat hanya karena kecelakaan. Renjun juga marah kenapa Jeno tega melakukan hal sekejam itu. Kalau hanya ditujukan padanya, Renjun masih bisa memaklumi. Siapa juga sih yang rela calon istrinya direbut pria lain? Tapi kalau ternyata Jeno berniat menikahi Ryujin juga karena balas dendam, maka sia-sia saja pilihan Renjun untuk menyerah akan hubungan terlarangnya dengan Ryujin.

Andai Renjun tahu lebih cepat mengenai ikatan antara Jeno dan Herin, ia bisa mengusahakan lebih jauh untuk mempertahankan Ryujin untuk berada di sisinya.

"Woy Renjun! Kok kamu diam sih?" tanya Saeron, tangan si wanita sontak memukul kepala Renjun dengan sumpit.

"Sialan! Enggak usah mukul juga sih! Tinggal manggil apa susahnya?" gerutu Renjun sembari mengusap kepalanya.

Jaemin mendecih. "Kita sudah manggilin daritadi ya! Kamu-nya aja ngelamun sambil minum."

"Jangan minum terus kamu, mati muda sukurin!" ejek Hyunjin.

"Ngejek aku mulu sih kalian," omel Renjun.

Saeron pun menyahuti, "Abisnya kamu tuh aneh! Kalau ada masalah tuh ya cerita, bukan malah minum. Emang kita ngumpul gini ngapain dah? Kalau enggak ada gunanya, mending aku balik ngurusin anak sama suami."

"Eh ya jangan Sae! Aku mau cerita nih sama kalian," potong Jaemin dan Hyunjin bersamaan.

"Ih kok ikut-ikutan sih?" sengak Jaemin.

"Kamu kali ikut-ikutan aku!" balas Hyunjin.

"Sembara..."

Berdebatlah kedua pria itu tentang curhatan siapa yang lebih penting untuk Saeron dengarkan terlebih dahulu. Perdebatan itu tentu saja tidak berlangsung singkat, mengingat betawa cerewetnya sahabat-sahabat Renjun.

"Aku mau curhat soal hubungan pernikahan!"

"Lah aku juga!"

"Kamu nikah sama Yeji aja bel..."

"Aku saja dulu yang cerita!" potong Renjun dengan nada dingin, membuat perdebatan Jaemin dan Hyunjin terhenti.

Saeron mempersilahkan Renjun untuk bercerita.

"Aku mau buat pengakuan," mulai Renjun.

Saeron dan Hyunjin terlihat penasaran akan pengakuan Renjun. Sementara Jaemin terlihat was-was. Pengakuan apa yang Renjun akan bagi malam ini?

"Aku...tiga bulan yang lalu selingkuh sama wanita lain. Cuma bertahan sebulan. Sekarang sudah putus. Enggak satupun orang aku kasih tahu bagaimana awal hingga akhir dari hubungan aku sama wanita itu. "

Perkiraan yang Jaemin takuti benar terjadi. Renjun mengakui perselingkuhan yang ia lakukan beberapa bulan yang lalu.

"Kamu? Kamu?! Yang jalan hidupnya lurus mulu? Selingkuh?" tanya Hyunjin memastikan.

"Kamu...udah sampai tidur sama wanita itu?" tanya Saeron. Pertanyaan wanita itu terkesan vulgar.

"Aku enggak hanya sekadar tidur sama dia. Bahkan aku merasa kalau dia oksigen buat paru-paru aku. Rasanya susah untuk bernapas sejak aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan itu. Aku sudah jatuh terlalu dalam. Aku cinta sama dia. Enggak pernah aku merasa segila ini cuma karena wanita," cerita Renjun.

Saeron sebenarnya kecewa dengan apa yang Renjun perbuat. Ia tidak menyangka sahabatnya akan melakukan hal hina seperti berselingkuh. Saeron tahu Renjun tidak mencintai Miyeon yang berstatus sebagai istri sah-nya.

Tapi mengapa harus selingkuh?

"Kalau kamu cinta, kenapa enggak kamu usahain? Kan kamu bisa cerain Miyeon-noona dulu, terus kejar dia," ucap Hyunjin.

Renjun terkekeh pelan. "Enggak semudah itu Jin."

"Wanita itu Ryujin, calon istrinya Jeno," ucap Renjun.

Saeron dan Hyunjin berpikir sejenak.

"Ini Ryujin yang kita pada kenal?"

"Maksud kamu Ryujin, Ryujin bimbingan kamu? Dia calon istrinya Jeno?"

"Eh? Seriusan Ryujin calon istrinya Jeno?!"

Pertanyaan yang terakhir diajukan oleh Jaemin. Pria itu tahunya hanya sebatas perselingkuhan Renjun dengan Ryujin, tapi ia tidak tahu kalau Ryujin adalah calon istri Jeno.

Kebetulan yang menyeramkan.

"Jangan bilang ada hubungannya sama kedatangan Haechan tadi. Kamu jadi ketemu sama dia? Ngomongin apa aja kalian?" tanya Saeron.

"Lah? Ini orang abis ketemu Haechan?"

"Iya tadi ketemu Haechan sama pas kita makan siang bareng. Enggak tahu gimana kelanjutannya terus," balas Jaemin.

Saeron, Hyunjin, dan Jaemin memberi atensi penuh mereka pada Renjun. Mereka penasaran akan kelanjutan cerita Renjun, menyakini bahwa masih ada cerita yang lebih besar dari hanya sebuah perselingkuhan dan Ryujin yang berstatus sebagai calon istri Jeno.

"Haechan enggak ada hubungannya sama putusnya aku dan Ryujin. Aku putus karena Jeno sudah tahu affair aku sama Ryujin. Tapi apa yang Haechan omongi tadi bikin aku bingung. Marah juga, setengah mampus rasanya," lanjut Renjun.

"Siapapun yang dulu ngira kalau pembalasan dendam Jeno enggak berhenti cuma di berita kencan Miyeon sama si Jaehyun Jaehyun itu, selamat! Rencana balas dendam Jeno lebih besar dari yang kalian kira."

Renjun ulangi cerita Haechan. Mulai dari Ryujin yang terlibat dalam kecelakaan, kesulitan Herin memiliki anak, status pernikahan Jeno dan Herin yang disembunyikan, hingga persiapan pernikahan Jeno dan Ryujin yang merupakan bagian dari aksi balas dendam Jeno padanya dan juga Ryujin.

"Gila!" Hanya kata itu yang mampu keluar dari mulut Saeron, Hyunjin, dan Jaemin.

"Jeno otaknya di mana sih? Dia tuh harus disadarin kek macam mana biar enggak gila gitu?" Saeron tidak habis pikir dengan jalan pikiran mantan sahabatnya itu.

"Maka dari itu, Haechan minta aku buat nyadarin Jeno. Bahkan Haechan siap nge-backing kalau aku mau nemuin Jeno buat nyadarin dia, kalau semua rencana balas dendam dia itu enggak guna. Dia enggak akan bisa ngembaliin Herin ke keadaan sebelum kecelakaan itu terjadi. Haechan sendiri udah lelah menghadapi Jeno. Dia enggak masalah dikata pengkhianat, yang penting Jeno sadar," lanjut Renjun.

"Terus keputusan kamu gimana?" tanya Jaemin.

"Aku bakal datangi Jeno besok. Dia mungkin mantan sahabat kita, tapi aku enggak mau makin banyak orang jadi korban karena kebutaannya," putus Renjun.

"Jadi besok aku bakal izin kerja. Kamu sama Ryujin bebas tugas. Terserah kamu mau ke mana, pokoknya jangan lupa absen," ucap Renjun pada Jaemin.

Sebenarnya Renjun sudah berjanji pada Haechan. Malam ini ia hanya menyampaikan keputusannya sekali lagi pada sahabat-sahabatnya. Ia harus menyadarkan Jeno sebelum Ryujin mengetahui faktanya. Lebih baik Ryujin tidak perlu tahu soal ini semua.

"Aku enggak masalah kalau pada akhirnya enggak berakhir sama Ryujin. Yang penting Ryujin enggak perlu merasa rasa sakit lagi. Putusnya hubungan kita sudah cukup, jangan lagi di tambah sakit-sakit yang lain," tambah Renjun.

Rasa penasaran muncul dalam diri Saeron. Ia belum pernah melihat Renjun jatuh cinta segila ini. Pria itu bahkan rela melakukan apapun demi cintanya yang mungkin saja tidak bisa kembali menyatu seperti sebelumnya.

"Kamu secinta itu sama Ryujin?" tanya Saeron.

Renjun tersenyum simpul.

"Lebih dari apapun yang ada dikehidupan ini."

Renjun dan Jeno saling menghajar.

Tak ada satu orang pun yang datang untuk melerai mereka. Tentu tidak ada karena mereka bertengkar di balkon atap privat di atas ruangan Jeno.

Renjun tanpa ampun menyerang Jeno, dengan harapan Jeno akan sadar bahwa apa yang ia perbuat tidak akan membawa keuntungan apapun bagi Herin dan justru menyebabkan banyak orang menderita akan sesuatu yang bukan kesalahan mereka. Orang-orang yang terlibat dalam kecelakaan itu tidak seperti Tuhan yang memiliki kuasa untuk menghindar dari yang namanya malapetaka.

Jeno juga tanpa ampun menyerang Renjun. Pria itu muak. Sangat muak karena semua orang selalu menganggap kejadian belasan tahun yang lalu itu adalah murni kecelakaan. Kenapa sih orang-orang yakin bahwa kejadian itu kecelakaan? Menurut Jeno ada yang janggal pada kejadian itu, sehingga tidak bisa disebut sebagai kecelakaan. Melainkan pembunuhan berencana.

"Sadar Lee Jeno!" bentak Renjun.

"Kamu yang harusnya mengakui kalau ini semua perbuatan lo sama Ryujin!" bentak Jeno.

Mereka terlalu fokus pada pergulatan berdarah, tanpa menyadari bahwa daerah yang mereka pijak perlahan berubah seiring pergerakaan kaki mereka.

Pergulatan mereka berakhir nahas.

bugh.

Salah satu dari mereka terdorong ke bawah. Melewati pot-pot tanaman kecil dan jatuh ke balkon atap lain yang lebih rendah. Masih di gedung yang sama.

"Ahh!" teriakan dapat terdengar dari beberapa karyawan dan artis yang tengah bersantai di sana.

Mereka terkejut menemukan seorang jatuh dari ketinggian lima meter. Kepala si pria mengenai lantai terlebih dahulu. Darah segar terlihat mengalir dari bagian belakang kepala.

Pria yang tidak sengaja mendorong korban langsung menjauh dari pinggir rooftop, hendak kabur dari kejadian. Namun kali ini keberuntungan tidak berpihak padanya.

"Saudara Lee Jeno! Anda kami tahan karena telah melakukan aksi percobaan pembunuhan dengan mendorong saudara Hwang Renjun," ucap seorang detektif kepolisian yang entah kapan munculnya.

Jeno adalah pihak yang tidak sengaja mendorong, sementara Renjun adalah pihak yang dirugikan karena ia terjatuh dari ketinggian.

Dua orang polisi lainnya langsung menahan tubuh Jeno, membawa kedua tangan Jeno ke belakang dan memborgolnya.

"Tapi saya enggak sengaja. Dan siapa yang mengijinkan kalian masuk sembarangan? Saya pemilik gedung ini!" bentak Jeno meronta, menolak untuk dibawa pergi.

"Aku. Aku yang ngasih mereka masuk," ucap sosok yang Jeno katai sebagai pengkhianat.

"Lee Haechan!"

"Maaf, aku enggak bisa lagi berada di posisi kamu. Aku tahu hutang aku ke kamu banyak, tapi aku harus berhentiin kamu. Aku enggak mau kamu berubah, menjadi orang yang enggak gue kenal. Lee Jeno yang aku kenal enggak kayak gini," ucap Haechan.

"Aku kerja sama dengan Renjun. Berusaha untuk menyadarkan kamu. Tapi tebakan aku enggak meleset, pada akhirnya kebutaan kamu membuat sahabat kamu terluka. Makanya aku sudah siapin polisi dan juga ambulance untuk emergency seperti ini."

"Hwang Renjun bukan sahabat aku!"

"Itu pikiran kamu. Coba tanya hati kecil kamu. Renjun dalam hati kecilnya saja masih menganggap kamu sahabat. Kamu sakiti, dia masih mau datang buat menyadarkan kegilaan kamu. Tapi lihat yang kamu lakuin? Kamu berhasil menyematkan sebutan pembunuh di belakang nama kamu."

"Apa kamu bilang? Aku bukan pembunuh!" bentak Jeno.

Haechan tak lagi menghiraukan Jeno. "Bawa pak. Nanti untuk pengacara akan saya urus secepatnya."

"Baik."

"Saudara Lee Jeno, semua yang Anda sampaikan akan menjadi bahan keputusan di pengadilan nantinya. Anda berhak diam hingga pengacara Anda datang. Sekarang mari ikut dengan kami."

"Lepas!"

"Saya bukan pembunuh!"

Jeno meronta saat dibawa pergi oleh ketiga polisi tersebut. Pria itu menatap nyalang ke arah Haechan yang diam berdiri di belakang.

Haechan merogoh saku celana dan menjawab panggilan dari ponselnya.

"Tolong bawa ke Jiju Seoul Medical Centre. Saya akan segera menyusul."

Haechan turun ke bawah menuju balkon di mana Renjun jatuh dan langsung tak sadarkan diri. Beberapa penyidik dari kepolisian sudah turun tangan dengan mengamankan tempat kejadian perkara.

Darah yang diyakini keluar dari kepala Renjun masih membekas di lantai. Membuat Haechan khawatir.

Renjun akan baik-baik saja bukan?

"Jin, kamu gila banget sih!"

"Dia bisa loh ngehabisin yang sepedas itu sendiri."

"Dua porsi lagi!"

"Itu perut kalau sampai bermasalah aja, aku ketawain dah!"

Ucapan demi ucapan yang terkesan berlebihan terlontar dari mulut Chaeryeong, Hyejoo, dan Minjoo. Masih seputaran kegilaan Ryujin memesan porsi terpedas kimchi jiggae di restauran langganan para pegawai di Jinju.

Ryujin memilih tak ambil pusing dengan ucapan pedas teman-temannya. Bukan hal yang baru bagi seorang Shin Ryujin memakan makanan super pedas seperti itu.

"By the way, Hwang-uisanim kan enggak masuk. Jaemin-sunbae juga langsung balik abis absen, kamu ngapain masih di rumah sakit? Enggak pulang?" tanya Minjoo.

"Nanggung ah! Nanti sore harus absen lagi 'kan, ya mending aku luntang-lantung aja di rumah sakit saja. Aku kepo juga gimana rasanya enggak ngurusin pasien walau lagi di rumah sakit," balas Ryujin.

Chaeryeong mendecih. "Enak ya kamu! Kita-kita yang jadinya yang ngurusin pasien kamu bareng Kim Sihyeon-uisanim."

"Ya kan udah ada Hwang Hee-uisanim yang bantu di departemen," sahut Ryujin.

"Tapi jumlah pasien yang harus divisit jadi lebih banyak. Capek tahu!" omel Chaeryeong.

"Masih mending tahu kamu cuma nemenin Dokter Kim visite di rumah sakit ini. Kalau kayak Dokter Hwang Hee sama Dokter Lee Seyoung, mereka visite ke banyak rumah sakit lagi. Terus enggak ada bimbingan yang ngikut, orang mereka enggak pernah pegang bimbingan. Yang ada ya dokter-dokter di rumah sakit yang mereka datangi. Gitu deh, dokter-dokter yang suka ngejilat dokter senior. Lebih capek mereka," sahut Hyejoo.

"Jelek amat bahasanya ngejilat Liv," seru Minjoo.

"Lah emang fakta kan? Dokter-dokter itu suka ngejilat biar bisa kerja di Jiju. Secara kalau kerja di sini tuh terjamin, terus ada nama. Kalau enggak ke Jiju, ya ke Chanse. Ke rumah sakit keluarganya Chenle," terang Hyejoo membeberkan fakta.

"Iya sih ya!"

"Eh beli kopi dulu yuk! Mumpung masih ada empat puluh menit sebelum jam istirahat habis!" ajak Chaeryeong.

"Aku lagi enggak ngopi. Aku ngikut saja ya," seru Ryujin.

"Tumben kamu enggak ngopi?" tanya Hyejoo.

"Iya, kok tumben? Kamu kan biasanya ngopi mulu, apalagi kalau pas harus lembur karena banyaknya chart pasien yang harus didiagnosis," sahut Minjoo.

"Ah iya. Aku perhatiin akhir-akhir ini kamu enggak ngopi lagi. Minumnya sekarang kalau enggak air mineral ya jus-jus buah botolan. Kenapa tuh?"

Ryujin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Hmm, enggak tahu deh. Lagi enggak pingin aja. Tapi minum jus buah yang jualan di samping Subway tuh enak tahu!"

"Yeee! Malah promosi!" seru Chaeryeong, Hyejoo, dan Minjoo berbarengan.

"Ih serius enak! Jisu-unnie yang nawarin, terus ketagihan deh. Bisa buat diet tuh," lanjut Ryujin.

"Diat, diet, diat, diet. Enggak perlu diet kita udah kurus ya, kurus karena kerjaan enggak ada habisnya. Heran deh, kok kerjaan enggak ada habisnya gitu," keluh Hyejoo.

Keempatnya lalu tertawa setelah menyadari betapa beragamnya obrolan mereka.

Ponsel Ryujin tiba-tiba berdering. Ryujin rogoh saku jas dokter miliknya, menemukan nama Renjun tertera di layar. Nomor yang tidak pernah muncul semenjak ia dan Renjun memutuskan untuk mengakhiri hubungan terlarang mereka.

Untuk apa Renjun meneleponnya? Lebih aneh lagi, kenapa menelepon saat tidak berada di rumah sakit? Urusan penting apa yang hendak Renjun utarakan hingga menelepon Ryujin?

Ragu-ragu, Ryujin pencet tombol hijau dan menempelkan ponselnya pada telinga.

"Halo dok," sapa Ryujin.

"Halo Ryu? Ini Saeron."

Firasat buruk tiba-tiba menghampiri Ryujin saat tidak mendengar suara Renjun, melainkan suara Saeron. Mengapa Saeron yang berbicara dengannya? Ada apa dengan Renjun?

"..."

Ucapan Saeron membuat Ryujin lemas seketika. Gengaman tangan melonggar, membuat ponsel meluncur drastis. Begitu juga dengan tubuhnya yang ambruk seketika. Tanpa sempat ditahan oleh Hyejoo, Minjoo, dan Chaeryeong.

"Ryujin! Ryujin!" teriak Chaeryeong dan Minjoo.

Dengan sigap, keduanya meminta tolong pada dokter-dokter yang kebetulan ada disekitar untuk membawa Ryujin ke departemen.

Sementara Hyejoo mengambil ponsel Ryujin yang masih tersambung dengan si penelepon. Nama Renjun tertera di sana.

"Halo? Dok? Saya Hyejoo," ucap Hyejoo.

"Ah maaf! Saya Suster Saeron dari UGD. Ryujin-nya kenapa? Tadi saya dengar ada suara jatuh," ucap Saeron terisak.

Dahi Hyejoo mengkerut. Saeron menangis?

"Ryujin pingsan sus. Sekarang sudah dibawa ke departemen, mau kita cek di sana saja. Biar enggak menuh-menuhin UGD," terang Hyejoo.

"Tolong kabari saya kalau Ryujin sudah siuman ya. Kalau begitu saya t..."

"Ehm Saeron-gaosanim, kalau saya boleh tahu ada apa ya? Oh iya, kenapa suster menelepon dengan ponsel Hwang-uisanim?" potong Hyejo saat merasa Saeron akan mematikan sambungan.

"Huh...maaf saya agak terguncang sekarang. Hwang-uisanim....Hwang Renjun-uisanim mengalami kecelakaan. Tadi diantar 119 melalui UGD. Mengalami cidera berat di kepala, indikasi dokter dari Neurologi terdapat pendarahan di otak¹ akibat benturan yang terlalu keras. Tolong beritahu salah satu dokter di departemen kalian untuk segera menyusul ke ruang operasi. Tindakan akan segera dilakukan," terang Saeron.

Muka Hyejoo menegang. Pegangan pada ponsel mengerat. "Ba...baik sus. Akan segera saya kabari ke departemen."

Hanya itu yang bisa Hyejoo berikan sebagai balasan. Ia masih terlalu kaget dengan berita yang baru saja ia dengar. Kepalanya masih belum bisa menerima kenyataan bahwa sesuatu yang buruk baru saja terjadi pada kepala departemen tempatnya bekerja.

Apa berita ini kah yang membuat Ryujin kaget hingga jatuh pingsan?

[1] Pendarahan Otak: perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Kondisi ini disebabkan oleh pecahnya pembuluh arteri di otak hingga menyebabkan perdarahan lokal di jaringan sekitarnya dan matinya sel-sel otak.

Haloooo! Aku kembali!

Sebelumnya aku minta maaf ya kalau kalian sering sekali menemukan kesalahan penulisan di cerita ini. Salah satu yang aku enggak sadari adalah soal nama rumah sakit milik keluarga Hwang. Nama yang benar adalah Jiju Seoul Medical Centre. Tapi di beberapa chapter aku nulisnya Jinju. Tolong dimaklumi ya 😁

Cerita ini sendiri nantinya akan aku revisi kalau sudah completed. Jadi kalian enggak perlu khawatir hehe 😁

Sejauh ini, ada yang bisa nebak endingnya bakal kayak gimana?

revisi on 2020/09/04

Continue Reading

You'll Also Like

32.1K 3K 26
(Belum Revisi) "Anak seperti teman."--Karina. "Minta dijodohkan bukan dijodohkan."--Jeno. "Aku seperti pedofil."--Jaemin. "Ma, Kakak Na ganteng."--W...
39.9K 5K 45
Kim Min Jeong yang secara tiba-tiba menjadi pacar seorang Jung Jaemin yang pintar dan populer disekolahnya.
17.5K 2.3K 39
Terjebak antara dua pilihan, cinta atau keluarga. Hal tersulit itu kini menghampiri kehidupan seorang Kwon Yuri. Ibu tunggal dari seorang remaja SMA...
13.3K 1.7K 20
[Complete] Your dazzling smile melts the cold heart of mine. Jaeminjeong fanfiction (Hanya cerita random) [Vote dan Comment sangat berarti untuk pen...