RED CITY : ANNIHILATION

Door MilenaReds

750K 138K 46.2K

Sequel of RED CITY : ISOLATION Aku sudah pernah dengar tentang ramalan itu. Ramalan bahwa akan terjadinya Per... Meer

Exodus
Illude
Abience
Obscure
Oblivion
Beginning
Desolate
Passage
Trace
Origins
Fragments
Entangled
Benign
Aegis
Resolute
Curvature
Axis
Protocol
Unison
Avior
Matter
Covert
Storm
Ambush
-Left Behind-
Trapped
Tides
Haywire
Mayhem
-Left Behind-
Hurdles
Symbiote
-Left Behind-
Underground
Emblem
Chivalry
Changes
Hero
Target
Threat
Crossing
Visitor
Reverie
Encounter
Insanity
Inhuman
Initiation
Equals
-News Update-
Contra
Nights
-Enigma-
Selfless
Stranded
Turn
Side
Glass
- Ultra Malström -
-The Syndicate-
Divide
-Bloodline-
Reality
Lies
Trust
-Left Behind-
Demands
-Left Behind-
Promises
Lead
-Enigma-
Calling
Mind
Dare
Fate
Stalling

-Left Behind-

10.4K 1.9K 1K
Door MilenaReds

Gery Raditya nyaris menjatuhkan piringnya akibat tersentak kaget mendengar jerit merutuk melolong beberapa tentara yang terdengar hingga ruang kantin dimana semua tentara sedang duduk menikmati sarapan pagi.

"Ribut bener sih?"
Kopral Agam yang duduk makan diseberang meja Gery berdiri dengan wajah sangar membalikkan badan kebelakang meneliti asal teriakan.
"ADA APA SIH BERTERIAK-TERIAK HAH?!"

Amarah Kopral Agam ter-pause melihat empat tentara masuk berlari ketengah-tengah deretan meja makan panjang dengan wajah keruh bagai baru ketiban musibah.

Mereka berlari terus menembus deretan meja mengabaikan pandangan semua tentara dan ketika sampai ke paling terdepan ruangan, salah satu dari empat tentara segera membungkuk, menekan nyala televisi plasma besar yang ada diruang makan itu.

BREAKING NEWS!

Pierre Rasmus Malström,

The son of ultra rich family number seven in the world just saving Japan from nuclear catastrophe with his affiliation team Avior X Aegis military.

Pierre Rasmus Malström,

Anak tunggal dari keluarga ultra-kaya nomor tujuh didunia telah berhasil menyelamatkan Jepang dari bencana nuklir bersama tim militer afiliasi buatannya

Avior X militer Aegis

Sesaat pemberitahuan itu muncul, hampir setengah dari jumlah tentara di ruang makan melonjak berdiri, mengerang.

"MALSTROM BERHASIL?!"

"Oh ampun-"
Kapten Ryan yang duduk bersebelahan dengan Gerald pun memutar bola mata sambil menyisip minumnya.
"-di mulai lagi-"

"TIDAAAK!"

"MUSTAHIL!"

"KENAPA BISA MENANG?!"

"YA AMPUUN-"

"GEARNYA! KAN SUDAH KUBILANG GEARNYA-"

"AKU JADI KALAH TARUHAAN-"

"Apa-apaan sih?!"
Kata Alma terperangah pada Gerald.
"Masa mereka lebih memilih pejuang disana kalah-"

"Iya-"
Gerald tak memandang para tentara heboh itu, tetap fokus memotong roti didepannya.
"Mereka kemarin yakin sekali pria Swedia itu akan kalah. Bagi mereka dia hanya terlihat seperti anak kaya manja yang sok-sok-an berani-"

Kabar mengejutkan ini dikonfirmasi oleh pemerintah Jepang .
Setelah sebelumnya sempat tersebar kabar bagaimana Aegis dinyatakan gagal akibat karam karena insiden tak sengaja tertabrak oleh Kapal Aegon yang mengalami kerusakaan mesin akibat kesalahan internal tentara Aegon sendiri-

Kopral Agam membeliak.
"Tabrakan antar kapal perang?! Parah amat-"

Hampir empat puluh delapan jam pertempuran dilakukan di Utara Jepang, memakan sedikit korban jiwa yang merupakan suatu pencapaian besar ditambah bagaimana Avior berhasil menyelamatkan penyintas yang tertinggal di saluran bawah tanah-

"B-bawah tanah?!"
Gery berpaling ke kawan-kawan semejanya.
"Maksudnya bagaimana? Tidakkah disana- Oh tidak -jangan bilang kalau mereka-"

Gery tak melanjutkan.

Kapten Ryan melihat Gery dan mengerti
bahwa rasa traumatik itu pasti telah muncul lagi ke permukaan.

Rasa traumatik terjebak bersama banyak zombie ganas di dalam gelap.

Sang anak billioner tak melakukan ini sendiri. Karena sepupunya yang sempat terpisah, Vincent Malström mau ikut bergabung sebagai tim pencegatan serangan zombie menuju salah satu pembangkit nuklir terbesar di dunia-

"Oh waw!"
Ceplos Kopral Agam sambil menunjuk.
"Lihat semua- contoh keluarga yang solid kompak! Bagus seperti itu!"

Ditambah personel andalan Aegis, Mr. Archibald dan dukungan dari kakak-adik kawan lama Malstrom brothers yang sangat berani menghadapi langsung zombie mutan. Mereka telah berhasil menyelamatkan warga tertinggal dan memblokir zombie menuju PLTN dengan meledakkan jalanan hingga memberi waktu pada para pekerja untuk mematikan mesin pembangkit nuklir dengan aman -

"Keluarga Malström-" Kopral Agam menggaruk dagu. "Apa kau ada pernah dengar Kapt? atau barang kali yang lain?"

Gery yang tahu-tahu mengangguk lebih dahulu. "Pernah dengar beberapa kali, tapi tak terlalu mengikuti kehidupan mereka-"

"Yep." Gerald menambahi.
"Lagi pula untuk apa juga mengikuti--seingatku berita mereka hanya sekitaran pamer hal-hal mewah yang mereka punyai-"

"Mungkin bukan berniat pamer. Mereka kan istilahnya memang hidup dalam sangkar emas, jadi setiap media menyorot, pasti kan kesorot juga sangkar emasnya-"
Alma menggeleng.
"Pantasan para perawat heboh sekali membicarakan terus Malström Brothers -"

"Dan apa?" Gery menyambar. "Pasti membayangkan bisa menjadi salah satu pacar mereka?"

Alma mengangguk-angguk dengan senyum simpul.

"O ampun!" Gerald menggeleng. "Tak dengar tadi mereka disebut apa? mereka keluarga Ultra Rich- seandainya bertemu pun belum tentu mau menoleh melihat- pokoknya untuk bisa berteman saja sudah takkan mungkin deh!"

"Yaa--" Kopral Agam mengangguki sambil menusukkan garpunya ke roti.
"Tapi bisa kita bayangkan jika salah satu dari kita berkawan dengan mereka. Perlengkapan mereka mutakhir punya katanya."

"Yang pasti sih orang-orang sekarang bakal berebut ingin berkenalan dengan mere- ASTAGA TUHAN!" Pekik Gerald seketika diperlihatkan potongan video seorang tentara yang berdiri berhadapan langsung dengan zombie yang merayapi koridor kapal.
"Dia pakai helm pelindung berkamera?" Tunjuknya terperangah.

"Mereka memang menggunakan peralatan mutakhir dari yang kudengar." Kapten Ryan menjelaskan.
"Keluarga itu benar-benar mengeluarkan dana yang tidak tanggung-tanggung demi melengkapi tentaranya-"

"Pantas bisa menang dengan cepat!"
Balas Gery terpukau. "Bakal banyak yang menjual jiwa diri nih ke keluarga Malstrom supaya dapat itu perlengkapan keren!"

"Tunggu-"
Gerald mendengus. "Kalau dikasih gratis-tapi gantinya kau harus berhadapan langsung dengan mutannya kau bakal mau?"

Gery tertawa keras-keras dulu sebelum mukanya berubah datar.
"Ya tentu saja tidak!- badan terlindung dari cakaran tapi tulang remuk gara-gara dilempar mutannya-"

"Pagii Kapten Ryan! Kopral Agaaam-"
Panggil satu tentara dengan sok asik datang menghampiri meja mereka dipojok.
"Hari indah cerah ya! Oke! Ngomong-ngomong adakah yang kemarin dimeja ini ikut taruhan bahwa Mr. Malstrom akan gagal mengatasi kekacauan di Utara Jepang?"
Ia mengangkat alis memandangi mereka yang duduk satu-satu.
"Jangan lupa ya habis ini bayar uang taruhannya padaku-"

"Tidak ada yang ikut taruhanmu disini!"
Sergah Kopral Agam seperti akan menendangi tentara itu.
"Pergi sana!"

Sesaat setelah tentara itu melarikan diri, Kopral Agam melanjutkan.
"Sam mana? Tidak ikut makan pagi jadinya?"

"Dia sepertinya di telpon oleh ibunya lagi lewat laptop." Jelas Alma.

"Disuruh pulang kembali ke keluarga ya?"

"Kalian-"
Kapten Ryan memotong Gery.
"Jika ingin kembali kekeluarga akan aku perbolehkan-omonganku kemarin takkan berubah-kalian bebas-"

"Tidak Kapt!"
Tolak ketiga kawan Lucy padanya dengan kompak.
"Kami tetap disini bekerja, sambil menunggu perkembangan Lucy...Prajurit Uri juga."

Kapten menjawab dengan nada suram.
"Iya Prajurit Uri sudah sadar-walau masih butuh perawatan intensif-"

"Jadi Kapt, kapan kita bisa mengunjunginya?"

"Tak perlu cepat-cepat Gery!"
Alma menghardik.
"Cedera kepala seperti itu butuh banyak-banyak beristirahat. jangan sampai kita jadi mengganggu dia walau dengan alasan kepedulian."

"Ingin cepat dia sembuh-"
Gerald menyendok telur gorengnya.
"Jika teringat omongan Prajuritnya Taruma astaga-menyebut kata-kata Prajurit Uri sudah sekarat! Apasih masalah mereka?! sesama Prajurit sedang sakit kok bicara seperti itu?"

"Hmm-" Kapten Ryan mengusap mata kirinya yang terasa berdenyut nyeri akibat sudah terus-menerus kurang tidur. "Apa saja kata mereka selanjutnya?"

"Eng-yah-eng-"
Gerald memandangi dulu sekilas teman-temannya. "Hanya komentar buruk tentang Abangnya Lucy-"

"- dan juga katanya mereka disuruh menjauh saja dari kau Kapt - kalau tak mau kena masalah."
Tembak Kopral Agam langsung.

"Ya tapi peduli setan deh dengan itu semua!"
Gery-Gerald mengklarifikasi dengan kompak.
"Kita toh disini baik-baik saja dibawah kepemimpinanmu Kapt!"

"Apakah sudah ada kabar terbaru lagi tentang Lucy- Kapt?"

Kapten mengerjap mendengar pertanyaan Alma.

"Belum-belum ada yang baru."

Walau Kapten Ryan terbuka dengan mereka berempat, tapi penemuan bahwa Lucy diincar masih tetap disimpannya.

"Oh-"

"Aku masih belum bisa menemukan mereka berdua-"
Kapten menggosok kepalanya dengan gusar tapi masih tetap mempertahankan suaranya rendah.
"Karena kalian tahu- adanya pembatasan baru dalam ijin penggunaan heli-"
Ia menarik napas.
"Tapi sebenarnya aku penasaran- Dulu ketika kalian selalu bersamanya- apa pernah melihat ke anehan?"

"Aneh-"
Wajah Alma seketika mengerut.
"Aneh bagaimana maksudnya?"

"Maksudku-apa Lucy pernah menceritakan ke anehan- seperti diikuti orang asing-"

Kapten menunggu mereka bertiga yang saling berpandangan, bingung.

"Rasa-rasanya tidak sih Kapt."
Alma menjawab.
"Dia tak pernah cerita begitu-memang ada apa?"

"Sebenarnya sih lebih bisa ditanyakan juga pada Stefy."
Gery memulai.
"Dia salah satu dari kami juga- dan lebih sering lagi dulu menginap dirumahnya Lucy."
Ia menggeleng sedih.
"Tapi sayangnya dia juga--emh tak ketahuan pokoknya bagaimana kabarnya hingga sekarang- kalau Sam-dia kebetulan baru bergabung belakangan-"
Pandangan Gery berlalu dari Kapten ke pintu
"Ei itu Sam! Kemari!"

Semua jadi menoleh dan benar melihat Sam melengos masuk dengan cepat, wajahnya memperlihatkan luapan emosi keruh sama seperti keempat tentara yang kalah taruhan tadi.

"Hei? Kau oke?"

Sam mengabaikan pertanyaan Gery ketika terhenti didepan meja dengan mimik tertekan sebelum lanjut membungkuk, berbicara ketengah mereka dengan bisik-bisik.

"Eng-kalian-maksudku kita-bisa tidak ke eengg-"

"Apaan sih Sam-"

"DIAM GERY!"
Sam jadi menyentak tapi langsung sadar sendiri.
"Oke sorry-"
Ia mengusap dahinya dulu sebelum menjatuhkan diri dikursi sebelah Kapten Ryan.

Gery menunjuk.
"Kau--kena bully ya sama Gengnya Gibran-karena aku dan Gerald juga sama, gara-gara sindir mereka suka minum bir di jam tugas-"

"Oh begitu juga ya kerjaannya mereka hmm..." Kopral Agam yang merespons. "Minum-minum saat bekerja---bicara ngawur tentang Letkol--Maan- sepertinya mereka butuh peringatan verbal dari kita-verbal langsung dari kepalan tangan ke wajah mereka masing-masing."

"Sepertinya Lucy benar masih hidup."

Semua jadi balik menatap Sam terlebih Kapten Ryan.

"Ulangi lagi?"

"M-maaf-"
Sam menatap meja depannya.
"Aku a-walnya tak percaya-kupikir akan lebih naas jika mereka hidup --jadi kuanggap-"

"Oke-oke-"
Kapten menahan lengan Sam yang gemetaran.
"Sam, tenang. Ceritakan dengan jelas."

Sam terangguk-angguk.
"Jadi tadi aku habis menelpon lagi ke ibu, menceritakan kabar dan setelah itu aku balik ke email karena ibu bilang dia mengirimkan foto keluarga kami sebagai pengingatku-tapi ketika buka email yang terbuka email Alma untuk Luce--"
Sam memandang Alma.
"Email kusetel agar semua jenis pemberitahuan aktif. Dan aku baru sadar ada salah satu emailmu itu dibaca oleh dia- ada notifnya masuk dari kemarin."

"T-tunggu bagaimana kau yakin itu dari dia?"
Gerald memotong lanjut mengutarakan pendapatnya ke Kapten.
"Bagaimana jika itu hanya dari gadget elektronik punya dia yang tertinggal dirumahnya lalu dipakai oleh penyintas Jakarta-"

"Kupikir juga begitu-"
Desis Sam sepenuh hati.
"Tapi saking penasarannya-aku coba install aplikasi tracking email seperti yang digunakan Ayahku sewaktu terkena penipuan akun pembayaran online, cari dari mana terakhir dia aktif dan pin pointnya Lucy bukan di Jakarta."

"Lalu dia dimana?!"
Semuanya menuntut.

"Dia membaca email-nya itu di Jepang-"

"Apa?!"

"Iya-"
Sam menghembus pelan.
"Tertulis Jepang, region Utara. Apa mungkinkah-"

"Oh God!"
Erang Gerald-Gery-Alma bersamaan.
"Tidak astaga!"

Kapten Ryan menoleh balik ke tv plasma di depan ruangan yang masih menampilkan potongan video tentara yang menembak zombie di lorong gelap.


Ia ingin percaya dia disana, tapi disatu sisi ia tak merasa lega sama sekali malah lebih ke arah syok.

"Ya Tuhan-Lucy-"
Panggilnya dalam hati.

"Apa yang sedang kau lakukan disana?"

.

..

.

.

.

.

Keesokkan pagi Kapten Ryan sudah terjaga, mengabaikan otak yang baru beristirahat dua jam, meninggalkan kamar pergi ke dek buritan untuk melakukan lari pagi mengitari kapal.
Berharap bisa menemukan cara terbaik untuk mencari Lucy dan Kakaknya di Jepang.

Ia berusaha mengingat, teman-teman kenalan sesama tentara yang mungkin bisa membantu memberi info dari sana.

Semalam mereka berlima pun melanjutkan pencarian lewat Laptop mencari-cari artikel militer Malstrom-Aegis yang baru namun belum terlalu banyak. Mereka mencari secara tersembunyi, menggunakan ruang yang seharusnya jadi kamar Lucy ditetapkan oleh Letkol Reginald.

Anehnya, walau minim artikel, mereka malah semakin meyakini bahwa Lucy saat ini berada disana. Dengan berpikir dia bersama abangnya, pasti takkan meninggalkan jejak yang mudah dicari.

Walau mengabaikan sedikit kekhawatiran dalam menduga-duga apa penyebab sekiranya Lucy membuka email Alma namun tak membalasnya.

Kapten berhenti dari larinya, menghembuskan napas sebentar dengan pandangan meneliti kesekitar kapal militer dimana dia berdiri.

Tak pernah terbayang oleh Kapten Ryan akan datang suatu masa dimana dirinya mulai mempertanyakan atau bahkan meragukan institusi militer yang ia junjung tinggi selama ini.

Padahal kepercayaan, kesetiaannya pada institusi militer sudah lama mengalir penuh dalam nadinya.

Institusi militer juga yang telah mengambil dirinya dari rumah yatim piatu, menariknya keluar dari kumpulan manusia-manusia yang nyatanya sampai saat ini tidak terlalu terjamah, tersisihkan oleh dunia yang terlalu sibuk menuju kiamat ini.

Tak terlihat tanda Lucy Aulian akan menuntut kemiliteran walau sudah tak menerima kabar dari Kakak kandungnya, Reginald Aulian hampir tiga tahun...

Status : Bukan ancaman.

"Keprajuritan sejati-"

Ia menggumami yang diucapkannya saat serah terima masuk sebagai tentara militer.

"-melindungi melayani-"

Lucy Aulian mengajukan diri untuk membantu Kakak kandungnya Reginald Aulian dalam penerbangan ke kontrol pusat...

"-serta menjunjung tinggi satu cita-cita mulia-"

Action choose:

"-dalam melindungi Ibu pertiwi."

Bunuh ditempat-Terminate Immediately.

Ia menatap langit diatasnya yang mulai biru menerang, merasakan prospek bertemu Lucy dan Kakaknya membangkitkan harapan diri yang sejujurnya kemarin sudah setengah padam.

"Luce-"
Panggilnya dengan menatap ke langit. "Aku berharap sekali semoga Tuhan mau berkenan-- untuk mengijinkan kita bisa bertemu kembali. Tapi yang terpenting dulu- semoga sekarang kau tak menghadapi tantangan disana sendiri. Semoga kau bersama abangmu terlindungi aman disana. Sampai nanti kita bertemu lagi."

Ia pandangi lagi langit sekitaran beberapa detik sebelum mendengar seseorang memanggil namanya dari belakang, membuatnya menoleh.

Ia pun melihat Jenderal Brata berdiri jauh diatas diluar ruang kendali kapal dengan tangannya mengayun memanggil nya.

"Pagi Kapten Ryan!"
Mulai Jenderal Brata menunduk ke kapten Ryan yang berada satu lantai dibawahnya.
"Menikmati pemandangan pagi eh?"

Kapten Ryan mendongak memberinya senyum hormat.
"Iya Pak. Bapak tadi memanggil?"

"Aaah iya!"
Jenderal Brata mendekat ke pegangan pinggir.
"Kau sudah tahu berita Keluarga billioner yang ikut bantu pencegatan zombie di Jepang?"

"Sudah Pak."

"Sebentar lagi, mungkin sekitar jam enam lewat mereka membuka interview online dengan para kadet Avior Aegis-nya. Dan kita kebagian selot interview setelah mendaftar dalam waktu singkat-"

Kapten Ryan membelalak terkejut.
"Benarkah?"

"Ya jadi tak ada apel pagi. Kalian para tentara terutama berjabat menengah harus ikut interview tanya jawab di aula- mungkin ada pembelajaran atau semangat yang bisa diambil dari situ."

"Siap Pak!"
Kapten Ryan memberi anggukan kembali.
"Saya akan segera kesana."

Ia lanjut melesat berlari. Kaki jenjangnya membawanya ke kamar untuk berganti kaus dulu sebelum meluncur datang ke aula. Selama berlari ia tak bisa berhenti tersenyum, tak percaya dengan keberuntungannya langsung bisa interview tanya jawab dengan para anggota prajurit Malstrom.

Ia berharap sekali mungkin dari situ dia bisa mendapat jawaban yang selama ini dirinya tunggu.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Betapa terkejutnya ketika ia masuk, Si Pria Swedia itu sudah berbicara di layar.
Untungnya dia masih mendapatkan tempat duduk bahkan paling depan.

"Hei-"
Sapanya pada Kapten Taruma yang duduk disebelahnya. Mengabaikan sikap Kapten Taruma yang suka menganggapnya saingan.
"Sudah dimulai dari tadi?"

Kali ini Kapten Taruma terlihat rileks.
"Tidak. Baru dimulai, hanya intro tak jelas, dia bicara tak jelas-"

Awalnya Kapten Ryan berpikir tidak jelas itu maksudnya bicara bahasa Inggrisnya tak jelas, karena terpengaruh aksen Swedia tapi ternyata tidak.

Bicaranya jelas sekali, bahkan fasih.
Tapi bahan pembicaraannya yang tak jelas.

Entah kenapa Kapten Ryan menangkap kesan narsistik pada Mr. Pierre Malstrom ini.

Setelah membanggakan dirinya terus menerus tanpa jeda, akhirnya ia melanjutkan membicarakan yang lain.

"But still, i'am nobody without my teammate-"

Kapten Ryan mendengar penyimak lain jadi riuh dan menyebutkan nama.

"Archibald? Dia baik-baik saja. Masih dalam perawatan-"

"Enak saja! Sophia mah pacarku! Soon kami akan bertunangan!"

"Ya aku tahu, Sophia memang Goddess-"

"Vincent dulu jarang terlihat? Ah dia memang pemalu dan lebih suka jauh dari sorotan media-"

Kapten jadi melirik kanan kiri.

Merasa dirinya sedang menonton acara gosip selebriti dibandingkan seminar pengalaman perang.

Tiba-tiba Pierre Malstrom terkekeh keras.

"Oh yeah. My dear Cousin and his Lover-- Lucy!"

Pandangan Kapten Ryan balik fokus pada layar.

Lucy?

"Kalian seperti senang sekali dengan mereka-ya mereka memang berpacaran-setelah bertemu kembali waktu itu-ketika aku kehilangan jejak mereka-"

Kapten mentertawakan dirinya. Berpikir pasti tadi antara salah dengar atau memang namanya saja yang sama.

"Lucian memang kawan lama keluarga kami juga-"

Kapten menyengir.
Hanya namanya saja yang mirip.

Tahu-tahu fokus Pierre pindah, seperti berbicara ke kru dekatnya sebelum mengangkat tangan kanannya.
"Oke maaf sebelumnya-aku harus keluar sebentar-"

Kapten jadi melirik kiri kanan lagi, merasa heran interviewnya hanya seperti ini saja.

Pierre menunduk, menyambar botol air mineralnya dilantai sebelum melengos keluar dari sorotan kamera.

"Benar-benar menang uang saja dia!"
Gumam Kapten Taruma.

Dalam hati pun Kapten mulai mengerti kenapa Pierre Malstrom itu dijadikan objek taruhan sebelumnya.

Kapten Ryan sedang menselonjorkan kakinya ketika Pierre kembali masuk dengan membawa seorang perempuan yang disambut teriak-teriakan terpukau.

"Yaa aku tahu! Cepat ya hero kita ini datang kemari! Perkenalkan semua-Lucy Lucian!"

Kapten sontak menatap layar kembali.

Dan jantungnya serasa terhenti.

"AAAAAAAAKH!"

"LUCIAAN!"

"KAU HEBAT!"

Kapten menelan ludah, berusaha cepat meneliti perempuan itu yang malah menyerongkan badannya, membuatnya tak terlihat jelas dilayar.

"Kami sedang intermezzo saja saat ini--Kegiatan kita semua sesudah menghabisi zombie kemarin-"

"Mr Malström! Mr Malström!"

"Panggil aku Pierre saja--Ada yang ingin kalian tanyakan?"

Tapi perlahan Kapten merasa itu memang benar Lucy yang dia cari.

Rambut panjang hitam bergelombangnya sudah dipotong sebahu lebih sedikit, dan saat ini dia menggunakan potongan kaus dan celana panjang loreng biru jelas keluaran dari militer angkatan laut.

Berarti selama ini Lucy tinggal di Kapal Militer angkatan laut?!

Kapten mulai gusar dan teringat kembali pertemuannya dengan Komander Pride sang pemimpin Aegis.

Yang kapalnya beberapa waktu lalu ia datangi dengan helinya untuk mencari Lucy dan Kakaknya.

"I'm terribly sorry Captain Ryan.
I don't know them. Indeed- We are saving a few civilians stranded at the sea but i don't think it include two of them..."

Kapten lagi fokus-fokusnya mengamati penampilan baru Lucy ketika ada rekaman video perayaan kemenangan dipasang yang seketika membuat matanya membelalak.

Di video itu, Lucy memakai dress terbuka sekali, memamerkan kulit halus punggungnya sampai Kapten merasa yakin itu pasti bukan pilihannya karena dia tau pribadi Lucy yang menurutnya tidak 'seberani' itu.

Tapi dia akui Lucy memang terlihat mempesona sekali sampai membuatnya menelan ludah dan darahnya pun mendidih menyaksikan bagaimana pria yang ia yakini adalah Vincent Malstrom itu tangannya berani menggerayangi bebas badan Lucy.

Ia sampai yakin sekali jika dia berada disana, tangannya akan langsung melayang menghantam wajah sepupu Pierre Malstrom itu.

Tapi, ia menunggu.

Jika saja Lucy terlihat menolak, mengelak.

.

.

.

Namun Lucy terlihat diam saja.

Malah lanjut menundukkan dahinya ke bahu Vincent Malstrom itu.

Apa mungkin ini maksud kata katanya waktu itu?

Napas Kapten perlahan jadi tercekat.

Bahwa dia telah menemukan jalannya sendiri?

Maksud jalan barunya adalah bersama Keluarga Malstrom?

"Kita melewatkan bagian spesialnya-"

"Apa maksudmu-"

"Tak lihat tadi bagaimana wajah Mr Vincent Malström sudah berada sedikit lagi dengan wajah Hero kita-"

"Mereka hampir berciu-"

"Diam Stella! Itu privasi mereka-"

"Lucy-"
Hembus Kapten penuh kepedihan.
"Jadi ternyata--kau bersamanya sekarang?"

"Iya! setelah melewati hari panjang yang berat, sepupuku mengambil waktu untuk merilekskan diri- Usai acara semalam mereka keluar bersama beranjak ke bagian teratas kapal-- melakukan entah apa berdua ketika semua sedang beristirahat tidur hingga pagi menjelang-"

"PIERRE ASTAGA! HENTIKAN-"

"Jag är ledsen! sungguh tak maksud membocorkan-"

"Tak apa Lucy!"

"Kami mendukungmu-"

"Your body-your right-"

"Kalian cocok bersama-"

"Wah jangan-jangan kita akan segera-melihat Vincent-Lucy versi mini-"

"--dalam waktu sembilan bulan lagi ya-"

"Apa maksud- Tentu saja tidak- Tidak tentu saja mereka tidak--maksudku-hayolah- mereka berdua sudah dewasa dan pintar-Tenang saja-- mereka pasti akan melakukannya dengan pengaman-"

Kata terakhir itu bagai pukulan keras ke ulu hatinya.

Kapten menahan diri dengan menunduk, berusaha menghilangkan dorongan rasa amarah dan kecewa memenuhi dadanya.

Ia pun bahkan merasa tak layak juga jika marah.

Apalagi kalau memang nyatanya Lucy bahagia dan keamanannya lebih terjamin disana.

"Pokoknya hati-hati ya Luce!"

"Ya, Kapten Ryan. Aku akan berhati-hati dan aku berjanji akan kembali menemuimu nanti."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.
.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.
..

.

.

"Ayo angkat telponnya!"
Desis Kapten Ryan.

Ia sudah berulang kali mencoba menghubungi nomor sambungan perekrutan Avior-Aegis yang baru aktif kembali hari ini.

"Ayo seseorang! Terima telpon ini!"

Kapten Ryan telah menyaksikan berita penembakan di kapal pesiar kepunyaan Malstrom yang sungguh membuatnya kaget bukan kepalang.

Karena dia pikir dikapal itu akan aman.

Perasaannya kacau balau ketika disebutkan korban luka seorang perempuan yang masih dalam perawatan yang penanganannya diawasi oleh pihak Keluarga Malström langsung.

Tak disebutkan siapa, namun bagi Kapten pasti korban penembakan itu pasti penting sekali, sampai-sampai harus diawasi langsung oleh keluarga billioner itu.

Dan rasanya, dilihat dari acara interview sebelumya yang terdekat oleh keluarga itu hanya Lucy saja seorang. Tak ada disorot orang-orang lain yang terlihat dekat dengan keluarga superior dari Swedia itu.

Dan, hari ini tepat dua hari berlalu semenjak kejadian penembakan itu.

Sampai saat ini, tak ada kabar sama sekali yang jelas dari Kapal Colloseum. Padahal hari-hari sebelumnya selalu diberitakan terus menerus di tv nonstop dua puluh empat jam.

Sebelum pemberitaan seketika redup.

Hilang begitu saja.

Mungkin kapal besar itu sedang sengaja menyembunyikan keberadaannya.

Ia bahkan sudah berusaha mencari tahu dimana sekiranya saat ini kapal itu berada.

Apa masih dalam wilayah laut perairan Jepang?
Atau sudah berlayar ketempat lain?

Jika saja masih ada yang pesawat militer yang bisa dipinjam, ia akan langsung pergi ke Jepang detik itu juga. Menelan harga dirinya untuk mendatangi kapal itu dan memastikan keadaan sebenarnya Lucy saat ini.

Karena menurutnya. Apa yang terjadi memang salahnya.

Salahnya kenapa tidak setidaknya memberitahu Lucy tiga hari lalu saat Live interview. Beritahu bagaimanapun caranya, entah lewat omongan berkode atau apapun.

Beritahu bahwa ada sekelompok orang yang mengincar nyawanya saat ini.

Akibat saat itu ia terlalu fokus dengan kekecewaan hatinya melihat Lucy bersama sepupu Pierre Malström. Hingga membuatnya tidak berpikir rasional.

Ia mengingat bagaimana dirinya berusaha keras untuk tetap duduk, tak meninggalkan ruang aula karena tak mau menerima pandangan aneh dari tentara lain.

Memaksa diri mendengar dan melihat hubungan baru Lucy Aulian digaungkan secara detail dan penuh bangga sekali oleh si Malström muda sampai akhirnya ia terpaksa memalingkan pandangannya saja ke lantai.

"Aegis-Avior recruitment with Cadet Hugo here, how may i hel-"

"Hello?!
Kapten Ryan tak menyangka akhirnya usaha menelponnya membuahkan hasil.
"Listen can i speak directly to Miss Lucy, theres something very important-"

"What no, of course not. She cannot be disturb-"

"No wait! This is important! I just need to speak with her directly- My name is Ryan"

"No Mister Ryan, iam sorry i'm afraid you can't. Perhaps you can leave your name and number so i can reach Sencho Lucy for you-"

Kapten Ryan menarik napas.
"Oke--just oke fine it would be good. Please tell her right after-this that her friend Ryan-"

"Wait a minute sir-"
Kadet Hugo tiba-tiba memotong.

Kapten mendengar Kadet Hugo, si penerima telpon sedang berbicara kepada orang lain sebelum muncul suara pria lain yang dengan tenang menyambutnya.

"Hello good afternoon- Captain Ryan?"

Sang empunya nama jadi mengerenyit.

"Hello? Are you still there Captain Ryan?"

Kapten memandang sekilas gagang teleponnya sebelum menjawab.
"Yes,"

Pria lawan bicara Kapten berdeham.

"Hai Vincent Malstrom speaking here-"

Kapten segera menekan nyeri dihatinya yang melesat muncul.
"Halo Mr Malstrom, maaf sebelumnya bagaimana kau tahu aku ini seorang Kapten padahal tadi hanya menyebut nama depan saja-".

"Lucy pernah menyebut namamu sebelumnya-"

"Dia sebut-"

"Iya, dari awal kami bertemu--
Lucy selalu menyebut sangat tak mau di-asosiasikan dengan dirimu atau orang-orang di masa lalunya."

Kapten Ryan benar-benar terdiam.

"Halo?"

"Em-".
Ia berusaha tetap terdengar sedatar mungkin.
"Benarkah dia bilang seperti itu?"

"Iya, makanya aku bisa tahu tentang dirimu."

Ya Tuhan-- Lucy, kenapa kau jadi sangat berubah seperti ini?

"Oke baiklah jika dia bilang seperti itu- aku menelpon untuk memberitahu bahwa ada sekelompok orang yang mengincar ingin membunuhnya-"

"Kau yakin?"

"Ya-"

"Baiklah-"

"Kau harus cepat bertindak? Kau mendengarku?"

"Ya aku mengerti, kau tak perlu-"

"Dengar oke-"
Kapten menekan.
"Anggap saja begini. Jika Lucy dalam bahaya, artinya keluarga besarmu itu juga bukan?"

"Iya aku tahu. Aku bisa melindunginya. Dan bisakah kau tak ganggu kami-"

"Aku tak ada berniat mengganggu hubungan kalian!"
Kapten mendesis panas.
"Aku cuma ingin Lucy tahu keadaan dia saat ini yang jauh dari kata aman- bahkan dikapal pesiar besarmu itu juga-"

"Oke, aku akan menutup teleponnya. Ada pesan lagi?"

"I-iya-"
Kapten menarik napas, mencoba menambahkan.
"Bisakah tolong-- kau bilang padanya, kami kawan lamanya saat ini masih di kapal Atmaja, dalam waktu dekat yang tak ditentukan, berencana pindah ke suatu tempat persembunyian yang sekiranya lebih aman. Jadi setidaknya biar ia mengetahui sedikit tentang kami, seperti kami tahu sedikit tentang keadaan bahaya yang mengintainya."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Authors note

Memenuhi beberapa permintaan update left behind Kapten Ryan dan janji update diatas tiga ribu kata.

Chapter ini 3800 kata.

Walau belum memenuhi janji update tiap minggu haha.

I hope you all enjoy it!

Happy Friday!

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

10.9K 268 11
ini cerita cerita pendek selingan dari cerita utama,
22.9K 2.3K 16
if you don't like it, skip it INI FIKSI JANGAN DIBAWA KE REAL LIFE. Ga pandai buat deks jdi baca aja ya..
Daddy Door ulan

Sciencefiction

322K 28.1K 22
bagaimana jika seorang pemuda sebatang kara tak memiliki keluarga satupun, malah mengalami sebauh kecelakaan yang membuat nya ber transmigrasi ke rag...
636K 35.3K 50
"Maafkan aku." Cicit Fina dengan suara yang hampir menghilang. "Plakk.. seharusnya aku tidak mempercayakannya pada gadis kecil sepertimu." Setidakn...