verrückt | renryu ✔

By peisinoehina

81K 7.4K 1.7K

Deep down we realize that this disgusting secret will slowly kill us and the other, but we cannot hold back w... More

disclaimer
introduction
prolog
1. their story
2. each other's owner
3. first of everything
4. intimidating
5. being hit
6. did it
7. volunteering
8. departure
9. side to side
10. stabbed
11. dinner
12. gift from hell
13. beach talk
14. definition of love
15. suddenly
16. avoidance
17. finding out
18. sin
19. result
20. hangout
21. confrontation
22. second time
23. hell pills
25. catasthrope
26. the plan
27. complicated
28. grudge
29. accident and the effect
30. another fact
31. deeper
32. fatal
33. chaos
34. solution
35. apology
36. probability
37. the real twist
38. back again
39. will you?
40. went through
epilog
closing
bonus: peace
bonus: interview (1)
bonus: interview (2)
bonus: interview (3)
real closing
promotion

24. a date

1.7K 147 54
By peisinoehina

Bergandengan tangan.

Satu dari sekian aktivitas saat berkencan yang normal bagi sepasang kekasih. Ke manapun perginya, selama dua bagian tubuh itu menyatu, maka kencan akan terasa sangat manis.

Aktivitas itu tentunya tak luput pada kencan dadakan Renjun dan Ryujin ke Namsan Tower.

Berbicara sedikit soal sejarah, Namsan Tower merupakan tempat wisata jenis menara pertama di Korea, di mana puncak menara berada pada ketinggian hampir 480 mdpl. Ketinggian tersebut merupakan akumulai dari ketinggian Gunung Namsan setinggi 243 meter dan ketinggian menara itu sendiri setinggi 236,7 meter, menjadikannya salah satu menara tertinggi di Asia. Menara ini pertama kali didirikan sebagai menara penyiaran untuk mengirimkan sinyal TV dan radio pada tahun 1969. Namun seiring berjalannya waktu, Namsan Tower telah menjadi salah satu landmark representatif dan tempat multi-budaya kota Seoul. Selain itu, lampu dengan warna yang berganti-ganti pada pilarnya merupakan petunjuk terhadap kualitas udara di Korea Selatan yang bisa berubah-ubah setiap harinya.

Kebetulan saja lampu hari ini berwarna hijau, yang menandakan bahwa kualitas udara sedang bagus dan secara tidak langsung mengabulkan rencana kencan Renjun dan Ryujin. Keduanya tengah bergandengan tangan, melangkah naik menuju Namsan Tower dari titik pemberhentian cable car. Mobil mereka tinggal di gedung parkir komunal daerah Myeondong, yang merupakan titik keberangkatan cable car.

Renjun genggam tangan Ryujin erat, pria itu masukkan penyatuan tangan mereka ke saku jaket jeans longgar yang ia kenakan. Sementara Ryujin sudah Renjun pinjamkan jaket kulit berwarna hitam yang kebetulan saja ia tinggal di mobil.

"Dingin enggak?" tanya Renjun.

"Enggak kok. Kan sudah pakai jaket," balas Ryujin dengan senyuman, deretan giginya terpampang jelas.

"Mau naik ke atas?" tanya Renjun kembali saat mereka sudah berada di dekat tower.

Kepala Ryujin mendongak pelan menatap ke area observasi di ujung tower. "Mau. Dulu waktu aku main ke sini cuma main di sini-sini aja. Belum punya banyak duit sih."

Renjun menuntun Ryujin untuk masuk ke bagian pembelian tiket untuk naik ke tower. "Emang sekarang sudah punya duit?"

"Ya setidaknya aku dibayar kan selama jadi residen di Jiju. Jadi tetap punya gaji. Tapi kalau dihitung-hitung lagi ya masih sedikit," ucap Ryujin cepat.

"Kamu pernah ke sini sama calon suami kamu?"

Pertanyaan Renjun sukses mengundang tawa hambar dari Ryujin. "Mana ada? Bisa ke pusat perbelanjaan aja sudah syukur. Paling jauh ya restauran sekelas Michelin. Aku enggak begitu suka sebenarnya, tapi dia orang sibuk. Bisa pergi bareng dah syukur. Jadi, bisa dibilang ini adalah kencan pertamaku seumur hidup."

"Kalau Jun-ie?"

Renjun mencoba mengingat kapan ia pergi bersama Miyeon. Cukup sering. Tapi bukan untuk berkencan, melainkan untuk makan malam bersama keluarga masing-masing. Yang obrolannya tidak akan jauh mengenai kapan Renjun dan Miyeon akan memiliki momongan.

"Enggak pernah. Ini kencan pertamaku juga," balas Renjun yang membuat Ryujin tidak yakin.

"Ah masa?"

"Serius! Orang kerjaanku sekolah mulu," ucap Renjun menyakinkan Ryujin.

"Eh ngapain kita ngomongin itu sih," seru Ryujin saat menyadari apa yang baru saja mereka bicarakan.

Pengalaman berkencan dengan pasangan masing-masing.

"Benar juga. Tadi kan perjanjiannya enggak boleh ngomongin mereka kalau kita lagi berdua gini," balas Renjun.

Keduanya lalu menaiki lift menuju lantai T5, di mana orang-orang bisa melihat pemandangan kota Seoul dari ketinggian.

Tiba di lantai yang dituju, netra Ryujin langsung berbinar saat melihat pantulan cahaya lampu pada kaca. Wanita itu berlari meninggalkan Renjun, mendekati teralis yang menjadi pembatas antara area yang dipijak dengan kaca bening di hadapannya.

"Woahhh!" pekik Ryujin setelah melihat pemandangan gemerlap kota Seoul. Tidak menyangkan betapa indahnya pemandangan dari atas. Rasanya Ryujin menyesal tidak lebih cepat naik ke sana dan menyaksikan pemandangan indah yang tersuguh.

Renjun yang berada tak jauh di belakang Ryujin tertawa akibat rasa gemas saat melihat reaksi sang kekasih saat melihat pemandangan di bawah sana.

"Ih Jun-ie! Sini!" panggil Ryujin sembari menggerakkan tangannya, memberi gestur pada Renjun untuk mendekat.

"Suka?" tanya Renjun sembari memeluk Ryujin dari belakang. Dagunya ia letakkan pada bahu si wanita.

"Cantik banget! Aku dari dulu enggak pernah naik ke sini. Baru sekarang kesampaian. Makasih ya Jun-ie," ucap Ryujin sembari mengelus tangan kokoh yang melingkar di pinggang-nya.

Pria itu bubuhkan kecupan pada pelipis kanan Ryujin. "Anything for you, Jin-ie."

Sekitar dua puluh menit mereka habiskan dengan posisi berpelukan. Walau tak ada obrolan yang terucap, mereka begitu menikmati momen romantis sembari melihat pemandangan malam yang disuguhkan kota Seoul dari ketinggian.

"Oh iya Jun-ie. Beli gembok cinta yuk!" seru Ryujin masih dengan posisi mereka yang sama sejak mereka tiba tadi.

"Hmm? Buat apa? We won't stay like this forever, so what's the point of buying that kind of thing?" tanya Renjun terkesan sadis, tapi pria itu mengucapkan dengan nada sendu.

Ryujin bisa merasakannya, karena ia juga merasakan hal yang sama. Tapi Ryujin mencoba tidak peduli. Ia hanya ingin berada dalam bayang kebahagiaan semu, walau hanya untuk sementara.

Ryujin melonggarkan pelukan Renjun, lalu berbalik dan menggoyangkan tangan Renjun manja. "Ya enggak papa. Anggap saja buat kenang-kenangan. Mumpung ke sini loh! Ya, ya, ya?"

Renjun tentu saja menuruti rengekan Ryujin itu. Ia  beli satu gembok berukuran cukup besar dan spidol warna hitam. Keduanya lalu mencari titik yang tepat untuk memasang gembok mereka.

"Aku nulis duluan ya! Nanti Jun-ie nulis dibaliknya," titah Ryujin.

"Emang kamu mau nulis apaan sih?" tanya Renjun seraya melirik ke arah benda di tangan Ryujin.

Ryujin membalik tubuhnya agar Renjun tidak bisa melihat apa yang akan ia tulis. "Rahasia! Enggak boleh ngintip!"

"Hahaha iya deh iya," ucap Renjun yang kini memilih melirik ke arah lain.

Netra pria itu sibuk menelisik setiap interaksi beberapa pasang kekasih yang datang ke Namsan Tower untuk berkencan. Renjun tersenyum sekaligus merasa sedih saat melihat orang-orang tersebut.

Karena Renjun tahu, sebahagia apapun ia saat ini, semua hal semu ini tak akan berlangsung lama. Ketika tangan Ryujin berpindah ke tangan sang calon suami, maka berakhirlah dongeng bahagia yang mereka ciptakan ini.

"Nih udah!" Pekikan Ryujin membuat Renjun kembali memusatkan atensi pada sang kekasih.

"Boleh enggak aku lihat kamu nulis apa? Abisnya aku enggak tahu mau nulis apa."

Tangan Renjun hendak membalik sisi gembok, namun keburu ditahan oleh Ryujin. "Enggak boleh! Kan Jun-ie jenius, coba bikin sendiri."

"Terus kapan aku bisa tahu tulisan kamu dong?" tanya Renjun.

"Balik saja lagi ke sini sendiri. Pokoknya harus baca pas akunya enggak ada," balas Ryujin.

Renjun tak ada pilihan selain mengiyakan keinginan Ryujin. Semoga saja Renjun ingat untuk kembali ke sana dan memeriksa tulisan pada gembok yang mereka tulis.

Ryujin dengan sigap mengambil gembok di tangan Renjun. Menggenggam bagian gembok agar tidak melihat tulisan milik Renjun. Setelah memasang dan mengunci gembok tersebut, ia buang kuncinya ke kotak khusus. Dimana hasil keuntungan dari pengumpulan kunci tersebut akan diberikan sebagai amal bagi anak-anak kurang mampu di Korea Selatan.

"Happy?"

"So much hehehe," ucap Ryujin menerima uluran tangan Renjun. Keduanya kembali bergandengan, memutuskan untuk mengakhiri kencan mereka di sana dan berpindah ke pinggiran Sungai Han.

Setelah menemukan bagian rerumputan yang tepat untuk mereka duduki sembari melihat aliran sungai yang tenang, Renjun menanyakan apa Ryujin ingin memakan sesuatu.

"Mau ramyun minimarket dong Jun-ie. Yang pedas! Sama Bingrae Banana ya!"

Renjun tinggalkan Ryujin sementara untuk membeli makanan dan minuman yang diinginkan. Sementara Ryujin dengan santai memainkan ponselnya. Sesekali mengambil foto selfie untuk ia unggah ke Story, salah satu fitur interaktif milik Instagram.

Perasaan bosan itu lalu muncul pada diri Ryujin. Mana Renjun belum kembali, makin bosan lah Ryujin. Wanita itu putuskan untuk mengedar pandangan, dengan harapan kekasihnya itu segera kembali dari minimarket yang jaraknya tak jauh dari tempat Ryujin duduk.

Bibir Ryujin tersenyum, entah mengapa ia merasa senang saat melihat interaksi pasangan muda-mudi yang juga berkencan di Sungai Han malam ini. Namun perasaan bersalah tak luput menghantui.

Ryujin senang menghabiskan waktu dengan Renjun. Ia senang bisa melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan dengan Jeno. Jeno terlalu sibuk, sampai-sampai lupa kalau Ryujin tidak mau dicintai dengan pemberian ciuman mesra di setiap pertemuan mereka. Ryujin tidak mau dicintai hanya karena ia rajin mengisi kulkas Jeno dengan makanan.

Ryujin tahu ia memiliki keinginan yang terkesan egois. Tapi mau Ryujin simpel, ia hanya mau Jeno mengerti bagaimana cara berinteraksi dengan wanitanya, yang sayangnya tak ia dapatkan selama lima tahun menjalin hubungan.

Jeno baik padanya? Ya.

Jeno sayang padanya? Ya.

Tapi itu tidak cukup.

Dan ketika ada pria lain yang bisa memenuhi keinginan Ryujin dalam waktu singkat, bagaimana bisa ia menolak perlakuan simpel nan manis dari sosok Renjun? Ryujin sudah terlanjur jatuh pada godaan setan dan terseret arusnya jauh dari kewarasan yang seharusnya.

nyesss

Permukaan benda yang dingin menempel pada pipi Ryujin, membuat si wanita menoleh ke samping. Tak lupa juga mengambil botol plastik Bingrae dari tangan sang pemberi.

"Bengong saja! Mikirin apa sih kamu?" tanya Renjun yang sudah kembali dari petualangannya di minimarket.

Netra Ryujin lalu turun ke sela antara dirinya dan Renjun, menemukan dua mangkuk aluminium berisi ramyun dengan asap tipis membumbung ke udara, satu cup tinggi berisi dua batang eomuk, dan satu kaleng Coca-cola.

"Eh? Kok enggak kelihatan datangnya? Mana bawaan Jun-ie banyak gini lagi," gumam Ryujin sembari menunjuk ke arah makanan yang sudah tergeletak di atas rerumputan.

"Orang kamu bengong sambil natap sungai, ya jelas aja enggak sadar. Padahal tadi mau minta tolong ambilin, eh kamunya enggak fokus," ucap Renjun.

"Ih ya maaf. Tadi aku keasikkan lihat orang lalu-lalang, malah enggak sadar jadi ngelamun," ucap Ryujin.

Renjun tertawa pelan sembari mengacak surai lembut Ryujin. "Hahaha iya ga papa! Kamu capek juga kan pasti? Ini makan dulu. Sudah aku beliin yang pedas."

"Mana yang lebih pedas?" Kebiasaan Ryujin setiap ada makanan dalam porsi banyak adalah bertanya terlebih dahulu mana yang lebih pedas. Sebagai penggemar makanan pedas, memilih porsi makanan yang lebih pedas dari porsi yang lain menjadi kesenangan tersendiri bagi Ryujin.

"Sama saja. Orang aku beli rasa yang sama hahaha," terang Renjun sembari tertawa akibat pertanyaan Ryujin yang tidak ada lucunya sama sekali. Senyuman berbinar Ryujin lah yang membuat si pria gemas. Alhasil, Renjun tidak bisa menahan tawa lebih lama lagi.

Ryujin mengangguk beberapa kali, tanda bahwa ia mengerti maksud perkataan Renjun. Ia ambil salah satu mangkuk yang kuahnya terlihat lebih merah menurut insting pemakan makanan pedas. Tak lupa menjadikan sapu tangan yang ia ikat pada tali tas selempang sebagai alas agar panasnya mangkuk aluminiun tersebut tidak langsung mengenai kulit telapak tangan.

Sementara Renjun lebih memilih makan dengan membiarkan mangkuk miliknya diam di tanah sementara dirinya yang membungkuk. Keduanya makan dalam diam, terlalu menikmati ramyun minimarket yang konon rasanya lebih enak daripada ramyun yang dimasak di rumah. Sugesti sih, tapi Ryujin dan Renjun tidak memungkuri fakta tersebut. Mungkin karena terdukung suasana, makanya ramyun minimarket terasa lebih enak.

Ryujin bahkan kini santai mengangkat mangkuk dengan kedua tangan, menyeruput kuah langsung dari bagian pinggir hingga tandas.

"Huaaa! Ini enak banget!!!" pekik Ryujin sembari meletakkan mangkuk ke tanah. Wanita itu menghabiskan ramyun hanya dalam waktu sepuluh menit. Renjun saja baru makan setengah.

Renjun menengadah, berdecak pelan saat menemukan bekas-bekas bumbu ramyun menempel pada area di sekitar bibir Ryujin. Pria itu buka tas selempang si wanita yang kebetulan berada di samping kanan Ryujin, bersyukur bisa menemukan tisu. Lengkap pula, ada tisu kering dan tisu basah.

"Kamu nih! Makan buru-buru tapi belepotan." Renjun tarik pelan dagu Ryujin, menghentikan niat Ryujin yang hendak membuka dan meminum Bingrae. Dengan telaten Renjun mengelap area sekitar bibir dengan tisu basah. Sesudahnya mengambil tisu kering, kembali mengaplikasikan pada bagian yang sama agar benar-benar bersih dan kering.

"Nah, gini kan ber..."

Ucapan Renjun terputus, karena tiba-tiba saja Ryujin merangkul lehernya. Menariknya, menyatukan bibir Renjun dengan bibir sang dara.

Bekas ramyun bisa Ryujin kecap dengan sangat baik pada permukaan bibir. Kesannya menjijikan, tapi tidak bagi Ryujin. Ia justru senang-senang saja bisa merasakan makanan favorit pada bibir Renjun.

Renjun yang awalnya kaget, kini membalas perlakuan Ryujin. Ia pegang kedua sisi rahang si wanita, memperdalam ciuman.

Di tengah hiruk-pikuk Kota Seoul.

Di tengah keramaian pinggiran Sungai Han yang tetap mampu memberi ketenangan.

Ryujin dan Renjun berbagi ciuman lembut nan manis.

Ciuman yang bukan hanya sekadar nafsu belakang, membuktikan bahwasanya cinta bisa jadi sudah merayapi hati kedua belah pihak.

Apabila kehadiran cinta di antara mereka menjadi kenyataan, akankah perjanjian mereka berjalan seperti semestinya?

Seperti apa akhir dari perjanjian Ryujin dan Renjun ini?

Jeno dengan sang istri tengah berkencan di pinggiran Sungai Han. Walau setiap minggu mereka pergi ke sana untuk berkencan, mereka tidak pernah bosan dengan aktivitas monoton ini.

"Kamu tuh enggak bosen apa setiap minggu ke sini?" tanya Jeno jengah.

"Enggak dong! Justru aku suka banget. Sumpek abisnya kalau ke mall. Aku kerja seharian sudah di kubikel, terkukung. Jadi malas kalau ke gedung mainnya," terang si wanita.

Si wanita menghentikan langkahnya, yang otomatis juga menghentikan langkah Jeno. Si wanita lalu memutar tubuhnya menatap sang suami.

"Toh yang penting kamu bisa lihat senyum aku kan? Ke manapun kita pergi bukan masalah kalau aku selalu tersenyum kan?"

Itu yang Jeno minta pada si wanita. Selalu tersenyum dalam situasi apapun.

Namun seperti malam kencan lainnya, si wanita kembali gagal memenuhi janjinya.

Bibirnya tersenyum, namun air mata sudah jatuh bebas membasahi pipi. Di luar, wanita itu bisa saja tersenyum. Namun di dalam, hanya kesedihan dan kemarahan yang bercampur menjadi satu dan memperkeruh emosi.

"Loh kok malah nangis sih? Kan kamu udah janji buat selalu senyum," Jeno bergerak mendekat, menghapus air mata sang istri yang belum juga berhenti mengalir dari pelupuk.

Si wanita menangis sesegukan. "Ak...aku selalu merasa bersalah sama kamu. Aku enggak sempurna. Aku enggak bisa kasih kamu keturunan, sampai akhirnya abeonim dan eomeonim minta kita untuk bercerai. But you didn't divorce me. You chose me! You stay beside me, even if we need to shut our relationship from everyone."

"Tapi aku tetap enggak bisa kasih kamu apapun, membuat kamu harus melakukan pembalasan dendam yang sesungguhnya ga perlu. Dendam hanya akan menghancurkan kita lebih dalam lagi. Tapi di satu sisi, aku juga menanti seperti apa akhir dari semua tindakan yang kamu pilih. Aku ingin lihat saat orang-orang itu menderita, seperti apa yang sudah kita lalu selama ini. Aku merasa jahat, tapi sisi egois menyatakan kalau ini sudah benar. Makanya aku tidak pernah menghentikanmu saat kamu memulai rencana ini lima tahun yang lalu. Salah kah semua yang aku rasa ini?"

Jeno menarik sang wanita ke dalam pelukan. Mengelus punggung dan surai sang istri guna menenangkan emosi yang terguncang. Pria itu sembunyikan kepalanya pada perpotong leher sang istri.

"I am so sorry to make you suffer for so long! Tapi kamu enggak usah khawatir, sebentar lagi pembalasan dendam ini akan berakhir. And I'll make sure, we are the winner in here." Jeno angkat kepalanya, namun masih setia mengelus punggung dan surai sang istri.

Saat itu juga, netra Jeno menemukan pemandangan yang membuat senyumnya melebar. Tak menyangka keberuntungan masih berpihak padanya yang merupakan pihak antagonis sesungguhnya.

'Kalau seperti ini, rencana balas dendamku akan jauh lebih mudah.'

Renjun melepas sepatu yang ia kenakan, lalu ia letakkan pada rak. Ia baru saja tiba setelah mengantar Ryujin pulang dari kencan kilat mereka. Senyum masih saja bertengger di wajah saat mengingat kencan mereka yang manis tadi. Tanpa menyadari posisi Miyeon yang berdiri di dapur.

"Kenapa kamu senyum-senyum enggak jelas gitu?" tanya Miyeon saat Renjun memasuki dapur.

Renjun masih tersenyum sembari mengambil air minum, yang membuat Miyeon curiga. "Aku tanya kok malah diam sih?"

"Hahaha maaf maaf. Tadi sebelum aku masuk ke apart si Jaemin telepon. Terus dia cerita kalau dia habis dimarahin Hina karena ngajakin Jaeha main yang aneh-aneh. Terus nadanya putus asa gitu, ya gimana aku enggak ketawa. Ini aja senyum nahan ketawa." Renjun meneguk air setelah menyelesaikan ceritanya.

Renjun tidak bohong soal Jaemin yang meneleponnya. Sahabatnya itu benar-benar menelepon saat mobil terparkir sempurna di lantai basement. Tapi tentu saja bukan cerita putus asa Jaemin yang membuatnya tersenyum seperti saat ini.

Miyeon saja sempat curiga saat mendengar penuturan Renjun. "Kayaknya kalau kamu senyum enggak jelas gitu, enggak mungkin karena Jaemin."

"You don't believe me?"

Renjun mengeluarkan ponselnya dari saku celana, mengakses histori panggilan, dan menunjukkannya pada Miyeon. "Nih lihat! Aku enggak bohong!"

Miyeon perhatikan panggilan yang terdapat pada layar ponsel Renjun. Pria itu tak berbohong, Jaemin benar-benar menelepon beberapa menit yang lalu.

Dirasa cukup, Renjun memasukkan ponsel kembali dan berjalan menuju wash basin untuk mencuci gelas yang ia pakai barusan. "Lagian tumben banget kamu peduli soal ginian."

"Ya tanya aja, abis aneh lihat kamu senyum gitu," balas Miyeon.

Ekspresi wajah Renjun berubah. Dari senyum kembali pada muka dinginnya. Pria itu menoleh ke arah Miyeon dan mengucapkan kalimat yang membuat emosi si wanita terguncang.

"You never ask about anything that happens to me, so you better stop asking questions forever.  Do not force yourself to act like you are a good wife, because until whenever we will never be able to love each other."

Renjun beranjak pergi menuju kamar setelah menyelesaikan kalimatnya. Menurutnya tak ada yang perlu ia bahas lagi dengan Miyeon.

Miyeon mengerang setelah pintu kamar ditutup oleh Renjun. Ia begitu marah saat kembali menerima penolakan dari sang suami.

Dua minggu terakhir ini sudah berulang kali Renjun menolak ajakan Miyeon untuk bercinta. Dan kini gestur baiknya pun ditolak.

Namun Miyeon tak gentar.

Rencananya harus ia laksanakan agar Renjun tidak lepas darinya. Maka hanya satu jalan yang bisa ia tempuh.

Miyeon ambil ponsel yang tergeletak di meja dapur dan menelepon seseorang yang bisa membantu rencananya mengikat Renjun untuk berada disisinya.

Selamanya.

"Da, tawaran yang kemarin masih berlaku kan?"


Chapter yang tenang sebelum menuju konflik hahahahahaha 😆

revised on 2020/09/04

Continue Reading

You'll Also Like

690 53 1
Bunga mawar tumbuh dari tanah melalui air mata Sang Aphrodite. Air mata yang bercampur darah. Bunga mawar tumbuh lewat perasaan sakit dua kekasih yan...
30.7K 1.1K 15
Dua orang namja yang tidak sengaja saling di pertemukan dalam sebuah takdir. Namun takdir itu tidak berlangsung lama seperti mimpi yang hanya sekejap...
13.3K 1.7K 20
[Complete] Your dazzling smile melts the cold heart of mine. Jaeminjeong fanfiction (Hanya cerita random) [Vote dan Comment sangat berarti untuk pen...
100K 8.6K 84
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...