Love In Galaxy (End)

By leetdr

13.4K 1.9K 691

Kisah tertulis tentang sebuah hubungan terlarang, kebohongan yang terbongkar, dan juga cinta yang bertepuk se... More

_prolog_
1. ll Horizon
2. ll Star
3. ll Altair
4. ll Aurora
5. ll IMeridian
6. ll Perihelion
7. ll Capella
8. ll Lyra
9. ll Vega
10. ll Nebula
11. ll Binary
12. ll Nova
13. ll Bolide
14. ll Cygnus
15. ll Andromeda
16. ll Aldebaran
17. ll Aquilla
18. ll Galaksi
19. ll Deneb
20. ll Libra
21. ll Orion
22.ll Regulus
23. ll Auriga
24. ll Black Hole
25. ll Aphelion
26. ll Centaurus
27. ll Sirius
28. ll Rigel
29. ll Spica
30. ll Red Giant
31. ll Betelgeuse
32. ll Antares
33. ll Algol
34. ll Merkurius
35. ll Venus
36. ll Bumi
37. ll Mars
38. ll Yupiter
39. ll Sa(d)turnus
40. ll Uranus
41. ll Neptunus
42. ll Cassiopeia
43. ll Arcturus
44. ll Capricorn
45. ll Aquarius
46. ll Pisces
47. ll Aries
48. ll Taurus
49. ll Gemini
50. ll Cancer
51. ll Leo
53. ll Libra
54. ll Scorpio
55. ll Sagitarius
_Epilog_
Extra part 1
Extra part 2
NEW STORY

52. ll Virgo

168 17 2
By leetdr

~happy reading~

ANGKASA berjalan tergesa-gesa, setelah membawa Bintang ke UKS. Ketika dia melewati Bulan yang sedang berdiri menatapnya gamang tadi, Angkasa memilih mengabaikannya dan fokus pada Bintang. Tetapi, saat dia berbelok menuju bilik di mana ruang UKS berada, suara jeritan para siswa yang meneriakkan nama Bulan membuatnya sedikit menoleh ke belakang.

Angkasa terkejut melihat Bulan yang tergeletak pingsan di sana. Tapi, ketika dia mengalihkan pandangan pada seorang gadis yang berada di gendongannya, Angkasa memilih melanjutkan langkahnya.

Selama menunggu petugas medis sekolahan yang memeriksa keadaan Bintang, Angkasa berulang kali menghembuskan napas berat. Ada rasa khawatir yang membuncah begitu saja ketika dia teringat Bulan.

"Sa, gue suka sama lo."

"Enggak. Lo gak boleh suka sama gue, Bulan."

"Gue maunya juga gitu, Sa. Tapi, perasaan gue gak bisa."

Angkasa mengacak rambutnya frustasi. Kenapa perkataan Bulan terus terngiang di kepalanya. Rasanya,  jika mungkin Angkasa pasti akan membelah jiwanya jadi dua. Satu untuk menemani Bintang, dan satunya melihat kondisi Bulan.

"Kenapa gue jadi pusing gini, sih?" ucapnya pelan.

"Gue yakin, perasaan gue masih buat Bintang. Tapi, Bulan?"

"Arghh!"

Angkasa terus bermonolog di sudut ruangan. Matanya beralih memandang petugas medis yang sedang mengecek kondisi Bintang. Dia juga penasaran, kenapa sedari tadi Bulan tak kunjung dibawa ke UKS? Dibawa ke mana gadis itu.

"Bintang cuma banyak pikiran sama telat makan. Sebentar lagi dia juga akan siuman," ujar petugas medis kepada Angkasa. Cowok itu pun mengangguk.

Angkasa segera menghubungi teman-temannya agar menjaga Bintang. Dia tidak akan tenang sebelum memastikan keadaan Bulan.

Angkasa menembus kerumunan murid. "Di mana Bulan?"

"Tadi udah dibawa ke RS, Sa. Katanya, Bulan harus cepat-cepat di bawa ke sana karena dia mimisan yang cukup parah," jawab salah satu orang siswi.

Seperti ada yang menghantam dadanya ketika mendengar kondisi Bulan seburuk itu. Angkasa duduk di bangku koridor. Cowok itu tertunduk sambil memegangi kepalanya.

"Sa, lebih baik lo susul dia. Masalah sekolah biat gue yang urus," ujar Samudra yang entah kapan sekarang sudah ada di samping Angkasa.

Angkasa mendongak. "Serius lo?"

"Iya. Lo pasti khawatir kan, sama Bulan? Makanya cepet ke sana!" perintah Samudra.

Angkasa tidak membuang-buang waktu. Cowok itu segera melesat ke parkiran untuk mengambil motornya.

🌟🌟🌟

Cowok dengan seragam yang sudah tidak serapi pagi itu melangkah lebar menuju ruangan di mana Bulan dirawat. Jantungnya kembali berdebar melihat wanita paruh baya sedang menangis dalam pelukan suaminya. Angkasa tidak salah mengira, dia adalah Raya, mamanya Bulan.

Dengan napas tersengal, Angkasa menghampiri kedua pasangan suami istri itu.

"Tante," panggil Angkasa pada Raya. Wanita itu melepas pelukannya dari Aksa. Dia tersenyum sendu melihat Angkasa, pemuda yang telah lama membuat Bulan menyimpan perasaan sukanya.

"Angkasa," ujarnya sambil menerima tangan Angkasa yang menyaliminya.

"Gimana keadaan Bulan, Tante?" tanya Angkasa. Raya kembali menangis, seketika wanita itu teringat apa yang dokter katakan tadi.

"Angkasa, bukannya ini masih jam sekolah?" tanya pria paruh baya di samping Raya. Angkasa mengangguk.

"Saya sudah izin mau jenguk Bulan, Om," jawabnya.

"Apa yang terjadi sama Bulan?" Angkasa terus mendesak kedua orang tua Bulan agar memberitahunya.

"Bulan...." Raya menggantungkan kalimatnya.

"Bulan menderita leukimia." Aksa lah yang melanjutkan perkataan Raya.

"Apa?!"

Angkasa memekik hebat. Lalu, menyandarkan badannya pada tembok di belakang cowok itu. Perasaannya bergemuruh khawatir. Gadis yang selama ini selalu ceria ketika bersamanya, kini sedang terbaring lemas di bankar rumah sakit. Bulan yang selalu menguatkannya, kini sedang berperang melawan rasa sakit.

"if I could. I will try to erase my feelings of love for you."

Lagi-lagi, perkataan Bulan tadi terngiang di kepalanya. Harusnya dia tidak menyakiti perasaan Bulan lebih dalam lagi, dengan cara bicaranya tadi. Harusnya Angkasa sadar, kalau Bulan memiliki perasaan seperti itu karena ulahnya sendiri. Satu kesalahan terbesar lagi, Angkasa selalu terbiasa membuat Bulan terbang dan terhempas bersamaan. Kenapa dia harus menyadarinya sekarang? Angkasa benar-benar sudah gelap mata.

"Kami berdua tidak pernah mengira semua ini akan terjadi, Angkasa. Kami sama-sama terpukul saat dokter mengatakan penyakit yang diderita Bulan. Lihat saja, gadis yang nampak ceria selama ini, sekarang harus berperang melawan penyakit serius," kata Aksa.

Angkasa menengadahkan kepala. Menatap langit-langit atap rumah sakit. "Angkasa sama sekali gak percaya Om, Tante. Bulan juga gak pernah kelihatan sakit selama ini."

"Leukemia Granulositik Kronis. Dokter bilang kaya' gitu. Penyakit ini tidak menimbulkan gejala-gejala sebelumnya," jelas Raya.

"Dan dokter tadi bilang, kemungkinan kecil Bulan bisa sembuh," imbuh Aksa.

Mendengar itu, Angkasa mengepalkan tangannya kuat-kuat sembari tertunduk.

"Gak, Om. Angkasa yakin Bulan pasti sembuh. Bulan cewek yang kuat," lirihnya.

Raya kembali menangis di pelukan Aksa. Hingga kemudian, seorang perawat menghampiri mereka.

"Salah satu keluarga pasien boleh menjenguk. Mari akan saya antar menuju ruang ganti," ujar perawat tersebut membuat Aksa langsung berdiri. Tapi, Raya menahan tangan suaminya.

"Biar Angkasa saja yang masuk, Mas. Angkasa, kamu mau kan?" tanya Raya pada cowok itu.

Dengan ragu, Angkasa mengangguk. Raya menyuruh Angkasa menjenguk karena dia tahu, putrinya sangat menyayangi cowok itu.

"Mari saya antar," kata perawat tersebut. Angkasa berjalan di belakangnya. Sesekali cowok itu menghela napas berat untuk menurunkan kegugupannya.

-Love In Galaxy-

Angkasa sudah memasuki ruang penuh aroma obat-obatan itu dengan memakai baju hijau rumah sakit. Perlahan, cowok itu mendekat ke bankar di mana Bulan terbaring dengan wajah pucat di sana. Selang-selang peralatan medis menempel di mana-mana. Membuat cowok itu bergidik ngeri melihatnya.

Angkasa duduk di kursi samping bankar. Tangannya terangkat, perlahan menyentuh tangan dingin Bulan. Angkasa menggenggamnya. Tidak terlalu erat karena takut melukai gadis itu.

"Bulan," lirih Angkasa mirip seperti berbisik.

"Lo kenapa sakit?"

Suara EKG yang terdengar, membuat Angkasa tertawa miris. "Gue bodoh ya, Mbul. Gue gak peka kalo selama ini lo suka sama gue," katanya.

"Lo tau nggak, kalo gue juga sayang sama lo." Angkasa mengecup tangan putih Bulan sebentar.

"Tapi, sayang gue ke lo beda sama rasa sayang lo ke gue ," lanjutnya.

"Gue minta maaf, tadi udah nyakitin perasaan lo dengan ucapan gue. Mungkin juga,  selama ini lo sering sakit hati lihat gue selalu ngejar-ngejar Bintang."

Angkasa terdiam. Menatap mata Bulan yang tertutup rapat itu lekat-lekat. Pantas saja, pertanyaan Bulan selalu menjurus tentang perasaannya ke Bintang. Itu karena Bulan menyimpan rasa untuk Angkasa.

"Ini masih ada cemburunya?"

"Masih lah."

Angkasa benar-benar merasa bersalah.

"Maafin gue, Mbul. Lo cepet sembuh ya?! Jangan tinggalin gue. Gue butuh lo, Mbul. Gue butuh cewek tegar kaya' lo yang selalu ngedukung gue, nguatin gue, dan nemenin gue kapanpun."

Angkasa mengecup punggung tangan Bulan sangat lama. Matanya memerah, tapi hebatnya dia tidak menangis. Angkasa tidak bisa melihat sahabatnya sedang di antara hidup dan mati seperti ini. Tapi, Angkasa berusaha membuang pikiran itu jauh-jauh. Angkasa tidak ingin Bulannya pergi.

"Maaf, waktunya sudah habis. Silahkan keluar!" ujar seorang perawat yang memantau di belakang Angkasa.

Angkasa kembali menatap wajah pucat Bulan. Mata gadis itu masih saja terpejam. Padahal, Angkasa ingin melihat binar keceriaan dari mata itu seperti biasanya.

"Gue ke sekolahan lagi ya? Kan, biasanya lo marah-marah kalo gue bolos masuk kelas," kata Angkasa. Seolah-olah Bulan sedang berbicara dengannya.

"Lo harus cepet sembuh. Ntar gak ada yang gue godain dong, kalo lo tidur mulu," katanya lagi.

Angkasa melepas tangan Bulan dari genggamannya secara perlahan. Entah dorongan dari mana, dia berani mendaratkan kecupan pada kening Bulan dengan lembut. Tubuhnya berdesir kala bibir Angkasa menyentuh kening Bulan. Angkasa sangat menyayangi Bulan dan tidak akan pernah membiarkan gadis itu pergi meninggalkannya.

Perawat di belakang Angkasa pun ikut prihatin mendengar perkataan cowok itu. Angkasa segera berbalik dan tidak ingin berlama-lama lagi di sana. Karena bukannya lega bisa menatap wajah Bulan, Angkasa malah tidak kuat menahan gejolak dalam hatinya yang membawa air mata itu bisa luruh kapan saja. Angkasa benar-benar bodoh. Dan sekarang, dia menyesalinya.

-Love In Galaxy-

Hari ini, Elang tidak masuk sekolah karena kondisi Felis semakin memburuk. Demamnya sangat tinggi. Tapi, wanita paruh baya itu menolak ketika Elang ingin membawanya ke rumah sakit.

Kini, di rumah sebesar itu hanya ada dia dan juga Felis. Langit tentu masih sekolah.

Sejak kejadian semalam, Elang tidak menghubungi Bintang sama sekali. Dia masih ingin memperbaiki keadaan. Dia juga harus berusaha menghilangkan perasaan cintanya pada Bintang.

Elang mengambil ponselnya ketika dering dari benda itu terdengar.

"Halo," ucapnya.

"Lo kenapa gak sekolah?"

Suara Samudra terdengar sangat khawatir.

"Nyokap gue sakit. Cuma ada gue di rumah," jawab Elang.

Elang mendengar suara helaan napas di seberang sana.

"Gws buat nyokap lo. Gue cuma mau kasih tau, Bintang tadi pingsan. Lo ada masalah sama dia? Kaya'nya dia banyak pikiran."

Elang memejamkan mata sejenak mendengar kabar itu. Mungkin, Bintang terlalu syok dengan semua apa yang dia katakan semalam. Teman-temannya pun belum ada yang tahu kalau sebenarnya dia dan Bintang itu saudara.

"Iya, gue ada masalah. Angkasa ada, kan?" tanyanya.

"Angkasa lagi ke rumah sakit."

"Bintang dibawa ke rumah sakit?"

"Enggak. Bulan yang di rumah sakit. Tadi dia juga pingsan, mimisan juga. Gak tau sakit apa."

Elang memijit pelipisnya. Kenapa banyak kekacauan hari ini? Dia melirik ke arah ranjang, di mana Felis masih terpejam sambil memeluk foto mantan suaminya.

"Terus siapa yang jagain Bintang?" Elang benar-benar mengkhawatirkan kondisi Bintang.

"Gue sama yang lain. Tenang aja, Bintang bentar lagi siuman. Lo gak usah banyak pikiran."  Samudra berusaha menenangkan Elang.

"Oke thanks!"

Elang memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celana. Dia mendekati Felis. Tampak wajah wanita paruh baya itu sangat pucat. Bekas-bekas air mata yang mengering pun masih terlihat. Perlahan, Elang mengambil foto papanya yang ada di pelukan Felis. Cowok itu memandangnya dengan hampa.

Elang berpikir, Felis benar-benar terpukul saat mengetahui kenyataannya. Felis sangat mencintai Rangga. Dan sama seperti Elang, Felis tidak pernah mengira bahwa akan ada perceraian dalam rumah tangganya.

"Gue harus telfon papa," gumam Elang sembari mengeluarkan ponselnya.

"Halo kenapa?"

Elang menghela napas. Rangga benar-benar berbeda sekarang. Bukannya menanyakan kabar atau bagaimana, pria paruh baya itu tampak tidak menganggap Felis dan anak-anaknya penting lagi.

"Kalo gak ada yang penting saya akan tu-"

"Assalamu'alaikum, Pa," potong Elang cepat.

Bagaimanapun juga, Rangga adalah ayah kandungnya meskipun telah banyak orang yang harus merasakan luka karena perbuatan pria itu. Dalam relung hati yang paling dalam, sebenarnya Elang sangat merindukan Rangga. Dia ingin sekali mengulang semuanya dari awal tanpa terlibat kesalahan-kesalahan Rangga.

"Elang."

"Maaf kalo Elang ganggu waktu, Papa. Tapi, kali ini aja Elang mohon. Papa dateng ke rumah nanti malam. Mama sakit," jelas cowok itu. Kemudian, terdengar suara tertawa puas di seberang sana. Hal itu membuat Elang mengepalkan tangannya kuat-kuat. Dasar pria tidak punya hati. Pikirnya terhadap Rangga.

"Sudah saya duga, kalau Felis akan tetap tergila-gila sama saya."

"Cukup, Pa! Kali ini aja tolong temui Mama. Selesaiin semuanya," tukas Elang.

"Elang ... Elang. Bukannya kamu sudah melihat, kalau semuanya telah selesai. Kita tidak ada hubungan apa-apa lagi."

Bahkan, Elang merasa kalau jiwa seorang ayah dari Rangga telah hilang. "Kalau Papa lupa, Langit dan Elang anak Papa. Bintang juga," peringat Elang. Dan lagi-lagi pria paruh baya itu tertawa.

"Bahkan saya gak peduli siapa kamu dan siapa Bintang," tekan Rangga.

"Oke. Gak masalah kalo Papa anggapnya gitu. Tapi, nanti malem Papa harus dateng. Elang tau di mana sekarang Papa berada."

"Baik. Papa datang."

Elang buru-buru mematikan sambungan teleponnya. Mendengar suara Rangga yang terus-menerus menganggap seolah hanya pria itu yang menang membuat Elang muak. Bisa dipastikan, saat ini Rangga telah membuat rencana untuk merebut semua harta mamanya. Tapi, Elang tidak tinggal diam. Malam ini, semuanya harus selesai. Keluarga Bintang dan keluarganya harus mengetahui segalanya.


19-6-20

Continue Reading

You'll Also Like

2.3M 122K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...
1.9M 94.2K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...
74.8K 25.3K 35
Embun Adriana Rafa dan Erland Orlando Arsenio. Dua orang yang terjebak dalam hubungan persahabatan dan cinta💕 - selamat datang di cerita pertama ara...
79.2K 2.8K 126
(COMPLETED) Sequel altha Alzalvan Darren LDR hanya sebuah kata bukan pemisah untuk kita. Hanya memisahkan jarak dan waktu bukan memisahkan hati. Aku...