verrückt | renryu ✔

By peisinoehina

81K 7.4K 1.7K

Deep down we realize that this disgusting secret will slowly kill us and the other, but we cannot hold back w... More

disclaimer
introduction
prolog
1. their story
2. each other's owner
3. first of everything
4. intimidating
5. being hit
6. did it
7. volunteering
8. departure
9. side to side
10. stabbed
11. dinner
12. gift from hell
13. beach talk
14. definition of love
15. suddenly
16. avoidance
17. finding out
18. sin
19. result
21. confrontation
22. second time
23. hell pills
24. a date
25. catasthrope
26. the plan
27. complicated
28. grudge
29. accident and the effect
30. another fact
31. deeper
32. fatal
33. chaos
34. solution
35. apology
36. probability
37. the real twist
38. back again
39. will you?
40. went through
epilog
closing
bonus: peace
bonus: interview (1)
bonus: interview (2)
bonus: interview (3)
real closing
promotion

20. hangout

1.7K 157 36
By peisinoehina

Renjun menekan tombol merah pada teralis bus umum yang ia tumpangi. Pria itu batal membawa mobilnya, malas untuk mencari parkir di tempat yang ia tuju malam ini.

Setelah menuruni bus, Renjun berjalan sekitar lima menit hingga akhirnya tiba pada sebuah kedai tteokbokki bertenda yang menjadi langganannya, Jaemin, Saeron, dan Hyunjin.

"Renjun!!! Sini!!!" Panggilan dari Jaemin menyapa kehadiran Renjun.

Karena Hyunjin masih menjalani perawatan, otomatis hanya ia, Jaemin, dan Saeron yang bisa berkumpul.

"Tumben banget kamu ngajakin kumpul. Untung saja appa-nya anak-anak enggak jaga di rumah sakit, jadi bisa aku tinggal," oceh Saeron tepat setelah Renjun mendaratkan bokongnya di kursi.

"Nah iya. Untung saja pas kamu nelpon aku ada di sekitar sini, jadi bisa cepat sampai," imbuh Jaemin.

"Suntuk aja! Ahjumma, soju-nya satu botol lagi ya!" teriak Renjun ke arah penjual.

"Eh? Kamu? Suntuk?" tanya kedua sahabatnya itu.

"Ya tadi orang tua sama mertua aku datang ke rumah, pas saja Miyeon baru pulang. Ternyata setelah berita itu rilis, dia langsung ke Jeju karena ada schedule. Terus mereka debat, Miyeon sama appa-nya, terus merambah ke yang lain. Malesin jadinya," curah Renjun.

"Like, I mean, this problem happens between us. So, they shouldn't intervere. Why won't they let me and Miyeon resolve it by ourselves? We are not todlers who cannot do and decide things!" tambah Renjun sembari menuang soju ke sloki kaca, lalu meminumnya sekali teguk.

"Huh, that's how parents and parents-in-law are! Aku sering juga gitu, padahal udah bolak-balik aku sama Woohyun-oppa ngomong kalau kita tuh bisa urus sendiri, masih aja kekeh ikut campur. Kayak dulu waktu aku mutusin nikah karena udah terlanjur hamil, ya ampun banyak banget omongnya dari dua sisi. Kalau diinget-inget, ihhh," sahut Saeron.

"Sorry guys, I cannot relate! Orang tua aku mah santai, mertua malah sayang banget sama aku," sahut Jaemin.

"Dilarang menyombongkan diri ya!" omel Saeron.

"Hehehe maaf!"

Ketiganya sempat terdiam karena Renjun sibuk meneguk soju, Saeron melahap tteokbokki, dan Jaemin melahap pajeon.

"Eh iya, aku mau cerita sesuatu. Tapi jangan marah dulu ya kalian," sahut Jaemin.

"Cerita ya cerita aja sih, kok repot?"

"Ini soal Jeno, Haechan, sama Herin."

Ucapan Jaemin sukses menghentikan gerak Renjun untuk meminum soju ditegukkan kesekian dan gerak Saeron untuk mengambil tteokbokki dengan tusuk gigi.

"Aku tahu kamu pada enggak pingin bahas ini lagi. But sometimes, akan ada waktu di mana kita enggak bisa terus menghindar. Aku juga sudah enggak mau bshas, tapi aku kepikiran sejak ditanya sama Moonbin-hyung waktu dia dirujuk ke Jiju," lanjut Jaemin.

"Moonbin-oppa masih ingat?" tanya Saeron.

"Ya kalau sampai dia tanya, berarti ingat dong. Aku kaget lah ditanya gitu. Untung saja abis itu doi langsung dibiopsi, jadi aku bisa menghindar," balas Jaemin.

Renjun biasanya sangat menghindari pembicaraan mengenai ketiga mantan sahabat yang tidak ingin ia pedulikan eksistensinya. Walaupun ada dua orang yang ia ketahui keberadaannya dan satu orang yang hilang bak ditelan bumi. Dari ketiga orang itu, satu orang sudah menghubunginya. Setelah melempar bom atom mengenai berita kencan Miyeon dengan pria lain, yang tak lain tak bukan adalah Lee Jeno.

Namun kali ini ia angkat suara. "Kalian tahu berita dating Miyeon sama si solois itu?"

"Eh iya, itu gimana jadinya?" tanya Jaemin.

"Eh iya gimana? Miyeon-unnie tuh talent agensinya Jeno kan ya? Emang benar mereka pacaran?" tanya Saeron menambahkan.

"Aku jujur enggak tahu faktanya karena aku belum ada tanya sama Miyeon. Terakhir aku ngomong sama dia saja waktu aku telepon dia pas di Vietnam dan kita berantem besar. Tadi pun dia ngajakin aku main, tapi aku lagi enggak mood. Makanya aku ngajakin kalian keluar," terang Renjun.

"Tapi soal konfirmasi, sebenarnya Jeno tuh ngancam Miyeon kalau dia bakal ngehancurin karir Miyeon kalau Miyeon enggak mau setuju sama rencana dia. Jadi aku mikir kalau ini tuh cuma bagian dari rencana balas dendam Jeno," tambah Renjun.

"Apa??? Balas dendam???" pekik Jaemin dan Saeron berbarengan.

"Kamu kok...."

"Dia telepon aku waktu berita itu keluar, pakai private number. Dia ngaku sendiri kalau itu hadiah buat aku karena kejadian dulu," sahut Renjun.

"Wah gila! Tuh orang otaknya di mana sih?" pekik Saeron kesal.

"Dia tuh masih nganggap ini semua tuh salah Renjun? Pikiran dia tuh sudah buta kali ya, padahal sudah kita jelasin dari dulu kalau kejadian itu tuh murni kecelakaan. Kalau sampai sekarang dia begitu, berarti masih dendam dong dia sama kamu?" tanya Jaemin panjang lebar.

"Aku enggak tahu lah Jaem. Mana jadinya semua orang tahu kalau aku suaminya Miyeon. Capek asli dengerin gunjingan orang, padahal lo pda tahu selama ini gue tipe orang bodo amatan. Terus aku merasa kayak Miyeon santai aja setelah sosok suaminya terungkap. Padahal aku sudah merasa tenang orang enggak tahu sosok aku, eh sekarang malah gini. Enggak tahu deh ah!" curah Renjun untuk kesekian kali, dan untuk kesekian kalinya kembali meneguk soju dari botol yang kedua.

"Soal balas dendam, aku enggak yakin deh Jeno bakal berhenti di sana. Pasti dia bakal nyerang lagi Jun," ucap Jaemin berhipotesa.

"Ih kamu mah! Doain aja Jeno enggak bakal aneh-aneh lagi. Oh iya, Haechan juga ikutan di rencananya Jeno?" tanya Saeron kemudian.

"Kalau itu aku enggak tahu. Lebih ke enggakbmau tahu sih," balas Renjun kembali menegak soju.

Jaemin dan Saeron mendengus pelan, mengikuti Renjun meneguk sloki masing-masing. Saat itulah ujung mata Saeron menangkap sosok yang dikenalnya. Tanpa memberi peringatan, Saeron memanggil sosok tersebut.

"Ryujin!!!" teriak Saeron lantang.

Membuat Renjun dan Jaemin otomatis menoleh ke arah tatapan Saeron. Jaemin turut senang dengan melambaikan tangannya ke arah Ryujin yang tengah berdiri dekat bibi penjual bersama Yuna. Berbeda dengan Renjun yang langsung menuang soju ke sloki dan meneguknya cepat.

Merutuki dirinya yang lupa kalau kedai yang mereka datangi ini berdekatan dengan lokasi rumah Ryujin.

Mampuslah!

Suasana pasti akan sangat canggung sekarang. Apalagi Yuna dengan santainya ikut duduk di meja mereka setelah nama Ryujin dipanggil oleh Saeron. Tidak segan juga mendorong Ryujin agar duduk di bangku kosong samping Renjun, sementara dirinya duduk di antara Ryujin dan Saeron.

"Unnie temannya Renjun-uisanim juga ya?" seru Yuna tanpa rasa canggung.

"Ah iya, aku Saeron."

"Aku Yuna, salam kenal!" balas Yuna.

"Oh iya Yuna, gimana kabar Jisung?" tanya Jaemin yang duduk di seberang Yuna.

"Ah Jisung-oppa sudah mendingan kok. Tapi pengobatan masih jalan," balas Yuna.

Tak lama, pesanan Ryujin dan Yuna datang. "Ini pesanan kalian. Oh iya, kalian kenal sama tiga orang ini?"

"Ih ahjumma nanyanya jangan sengak gitu dong," seru Jaemin.

"Bukan gimana ya, saya bosen aja lihat wajah kalian. Setiap minggu pasti kesini, apalagi tuh," balas ahjumma menunjuk ke arah Renjun.

"Seminggu terakhir ini setiap hari nongkrong di sini. Untung pulang masih keadaan waras," cibir ahjumma yang kemudian melenggang kembali ke mobil pick-up yang menjadi dapur untuk kedai tersebut.

Keterangan penjual tteokbokki tentu membuat yang lain terkejut.

"Gila! Kamu mau mati cepat minum terus???" omel Saeron.

"Kamu!!! Kok enggak ngajak aku sih kalau minum?" pekik Jaemin.

bugh

"Aww!"

"Kamu kalau ngomong yang bener dong!" amuk Saeron.

Tidak mengerti dengan jalan pikiran Jaemin yang bukannya memarahi Renjun karena berusaha mempersingkat usia dengan minum alkohol secara berlebihan, justru malah memarahi pria itu karena tidak mengajaknya pergi minum.

"Ya enggak usah dipukul juga Saeron-ie!" sungut Jaemin sembari mengelus bagian belakang kepala.

"Siapa tahu abis dipukul, otak kamu balik bener!" balas Saeron.

"Ya nanti kalau aku jadi goblok, enggak bisa ngehasilin duit, mau ngasih Hina sama Jaeha makan apa?"

"Ya kalau kamu jadi goblok terus enggak bisa ngasih duit, paling kamu dicerain."

"Ya Tuhan nyebut Ron! Jahat banget doa kamu ke aku!"

Ryujin dan Yuna kini menjadi saksi perdebatan antara Saeron dan Jaemin yang tidak tahu kemana arahnya. Sementara Renjun memilih melanjutkan kegiatan minumnya yang sempat terganggu.

"Unnie, mereka ini kalau kumpul emang gini ya?" tanya Yuna penasaran.

"Ya mereka tuh sahabatan berempat sama Hyunjin-ssi," balas Ryujin.

"Oh! Eh iya, Hyunjin-oppa gimana kabarnya? Sudah baikan?"

"Sudah lebih baik, tapi kalau yang sehat sampai bisa masuk kantor kayaknya masih lama deh. Minimal tiga bulan ini harus cuti. Surat keterangan kondisi Hyunjin yang kapan hari aku kasih udah kamu bawa ke HRD kan?"

"Udah aku masukin kok. Cuma sedih aja, soalnya proyek-proyek Hyunjin-oppa kan gede-gede. Aku yang jadi asisten arsiteknya jadi pusing sejak ditinggal sakit gini," keluh Yuna.

"Sekarang aja ada lima proyek, satu di...."

Yuna melanjutkan cerita mengenai proyek Hyunjin apa saja yang kini beralih menjadi tanggung jawabnya beserta beberapa pegawai di tim mereka. Namun Ryujin tidak begitu memfokuskan diri pada cerita Yuna. Hanya anggukan kecil yang ia berikan, seakan mengerti dengan apa yang Yuna bahas.

Kenyataannya tidak.

Wanita itu justru memicing ke arah Renjun yang masih saja melanjutkan minumnya. Rasa khawatir perlahan muncul dalam benak Ryujin. Apa pria itu tidak takut koid karena meminum terlalu banyak alkohol?

Pandangannya lalu tak sengaja bertemu dengan Renjun yang juga memicing ke arahnya. Gelapan, Ryujin langsung mengambil sebotol soju yang sudah dibuka oleh Yuna, menuangkan cairan bening itu ke dalam sloki, dan langsung meminumnya dalam sekali teguk guna mengurangi rasa gugupnya karena ketahuan melirik.

Di sisi Renjun, pria itu sesungguhnya sudah berulang kali melirik ke arah Ryujin. Sejak wanita itu duduk di sampingnya, tatapan Renjun terus berlari ke arah Ryujin. Logika Renjun meminta agar tidak melirik, namun hatinya bebal. Mengajak netranya menatap sosok yang akhir-akhir ini Renjun dambakan untuk kembali dalam rengkuhannya.

Dan setiap berhenti melirik, Renjun akan kembali menegak soju. Berungkali seperti itu, Renjun sampai tidak sanggup untuk menghitung sudah tegukan keberapa yang ia minum.

Saat pandangan mereka bertemu tadi, Renjun tidak memprediksi kalau wanita itu juga melirik ke arahnya. Walau sekilas, Renjun bisa menangkap raut khawatir di netra Ryujin.

Apa wanita itu mengkhawatirkannya?

Renjun yang selama ini berpegang teguh pada logika, kini malah terpengaruh oleh tatapan sekilas yang tidak ia ketahui betul apakah benar sebuah rasa khawatir. Hatinya terguncang hanya karena perhatian kecil dari Ryujin.

Sadar tidak sadar, Renjun meraih tangan kiri Ryujin yang sebelumnya bertumpu pada paha si wanita. Menarik tangan lembut itu, menelusupkan jarinya di antara sela jari Ryujin. Menggenggam tangan si wanita erat tanpa merasa bersalah.

Ryujin tentu menyadari apa yang tengah Renjun lalukan padanya. Dalam kepalanya ia terus berteriak bahwa ini tidak benar. Seharusnya tidak begini. Sudah cukup dosa yang mereka perbuat, luka yang secara tidak langsung mereka torehkan pada hati masing-masing pasangan. Tak seharusnya Renjun bertindak seperti saat ini.

Beda kepala beda perasaan, Ryujin membiarkan saja Renjun menggenggam tanggannya di bawah sana. Walau perasaan gusar itu ada, Ryujin tidak bisa menampik fakta kalau genggaman Renjun membuatnya nyaman.

Tangan pria itu mungkin tidak sebesar dan seerat genggaman Jeno, namun bagaimana cara pria itu menggenggam serta mengelus kulit tangan Ryujin dengan ibu jarinya sukses menimbulkan rasa yang tidak pernah wanita itu rasakan saat bersama Jeno. Rasanya hangat dan menenangkan.

Kembali teringat akan posisi Jeno sebagai calon suaminya, Ryujin pun berusaha menarik tangannya dari genggaman Renjun. Tak seharusnya ia berkhianat berulang kali seperti ini.

Namun semakin Ryujin memaksa untuk lepas, semakin erat pula genggaman Renjun. Pria itu seakan tak memberinya ijin untuk kabur.

"Heh Hwang! Berhenti kamu!" teriak Saeron tiba-tiba, bahkan tak segan untuk bangkit dan memajukan sedikit badannya untuk memukul kepala Renjun dengan sumpit di tangannya.

Tangan kiri Renjun reflek mengusap bagian yang dipukul Saeron, sementara tangan kanannya yang masih menggenggam tangan Ryujin bergerak cepat guna, menyembunyikannya di bawah meja.

Tidak boleh ada yang tahu apa yang tengah Renjun lakukan dengan Ryujin.

"Kok aku dipukul juga sih???" protes Renjun tidak terima.

"Soalnya Renjun-uisanim daritadi minum terus. Ditinggal Saeron-unnie sama Jaemin-oppa berantem, malah lanjut. Ya jelas aja dipukul sama unnie. Geregetan ya?" celetuk Yuna.

"Kamu enggak bakal ngerti Yun gimana rasanya jadi aku punya sahabat cowok tiga orang, sementara aku cewek sendiri. Persis kayak ibu ngurusin anak kembar tiga, kalau enggak diingetin tuh ya gini ini," curhat Saeron sembari menunjuk Renjun dan Jaemin dengan sumpit secara bergilir.

"Gini ini apaan? Aku mah enggak perlu diurus sama kamu! Ada Hina yang siap sedia ngurusin aku," balas Jaemin.

"Emang Hina tuh babu disuruh ngurusin bocah kek kamu?" sambar Saeron.

Yuna terkikik melihat interaksi Jaemin dengan Saeron. Walau sudah berkepala tiga, keduanya tidak malu untuk menunjukkan interaksi bagaikan remaja baru puber.

tak

"Kalian kalau masih lanjut ribut, aku tinggal!" omel Renjun yang berdiri seraya melepas genggamannya pada tangan Ryujin.

Bukan sekadar gertakan, Renjun benar-benar berjalan keluar kedai. Meninggalkan Jaemin dan Saeron bersama Ryujin dan Yuna.

"Dibiarin gitu saja Renjun-uisanim pulang?" tanya Ryujin dengan nada khawatir, tidak begitu yakin pria itu bisa pulang dengan selamat setelah meminum soju berbotol-botol.

Saeron menggigit satu potong tteok. "Biarin aja dia pulang, bagus malah! Renjun tuh soalnya susah mabuk, jadi kalau minum kadang suka enggak tahu batas. Padahal dia dokter, jenius lagi, tapi ya namanya manusia Jin. Enggak sempurna. Dia suka kebablas kalau enggak diingetin."

"Iya juga sih. Jadi keinget kejadian tahun lalu yang dia pingsan di ruang diskusi karena minum soju pas lagi bikin diagnosis. Gobloknya lagi dia minum soju dibarengi sama obat diare, waktu itu dia kan lagi sakit perut," ungkap Jaemin.

"Sometimes, gagal paham aku sama Renjun. Efek terlalu pintar kali ya, jadi kadang otak suka konslet," tambah Saeron.

Ryujin menoleh ke belakang, menatap punggung Renjun yang semakin lama semakin kecil dan menghilang di tengah kerumunan manusia.

Renjun akan baik-baik saja bukan?

"Nanti kamu mau dijemput atau gimana?" tanya Jeno saat mobil berhenti di depan lobi rumah sakit.

"Lihat nanti aja ya, aku enggak tahu bakal ada lembur atau enggak. Kan enggak bisa nebak pasien kapan datangnya," balas Ryujin.

Ia kecup pelan pipinya Jeno, lalu bergegas keluar dari mobil. Meninggalkan rasa berkecamuk dalam diri Jeno. Bukan sebentar pria itu mengamati, namun wanita itu terlihat aneh sejak pulang dari Vietnam. Menghindari ciumannya, sesuatu yang tidak pernah Ryujin lakukan sebelumnya.

Apa Ryujin mulai hilang rasa padanya?

Tidak, itu tidak boleh terjadi. Mereka harus bisa mencapai tahap pernikahan yang berlangsung enam bulan lagi. Maka dengan begitu Jeno juga bisa membalaskan dendamnya pada Ryujin akan masa lalu yang wanita itu lupakan.

Jeno memang seperti ini adanya. Ia adalah pendendam ulung, dan siap kapan saja untuk menyerang jika waktunya tepat. Menurutnya, mata harus dibalas dengan mata, gigi dengan gigi, begitu juga kesengsaraan yang harus dibalas dengan kesengsaraan lainnya.

Apalagi jika kejadian masa lalu yang buruk itu berhubungan dengan orang yang paling ia sayangi, Jeno tak akan segan menjadi antagonis agar keinginannya membuat orang yang bertanggung jawab akan semua ini menderita.

Pertanyaannya kini, seberapa besar rasa dendam yang tertanam dalam diri Jeno? Dan sebenarnya berapa banyak jenis dendam yang Jeno miliki hingga tidak hanya Renjun yang menjadi sasaran, namun Ryujin juga?

Chapter yang ini agak pendek ya teman-teman, tapi aku bisa kan nih double update hehehe 😁Sebenarnya mau triple update, tapi itu kalau bisa yaaa 😂 Soalnya di chapter berikutnya bakal banyak istilah medis lagi, jadi akunya harus belajar dulu 😉

p.s. Salam dari dokter Renjun dan dokter Ryujin.

revised on 2020/09/03

Continue Reading

You'll Also Like

2.9K 386 27
I thought everything was normal, until I realized how wrong I was. -Bathed in Fear, Bonus Project 1. © 2021 nebulascorpius
723K 34.3K 39
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
8K 692 17
Dengan berbagai macam latar belakang, entah itu sifat, usia, tujuan hidup ataupun kisah cinta mereka. Perbedaan ini tak membuat mereka kehilangan ara...
4.3K 1.5K 17
[on going] Terimakasih sudah bertahan walau tertekan! Setidaknya ada usaha untuk tetap Ada. Walau kadang rasa ingin menghilang itu muncul tiba-tiba...