Love In Galaxy (End)

By leetdr

13.4K 1.9K 691

Kisah tertulis tentang sebuah hubungan terlarang, kebohongan yang terbongkar, dan juga cinta yang bertepuk se... More

_prolog_
1. ll Horizon
2. ll Star
3. ll Altair
4. ll Aurora
5. ll IMeridian
6. ll Perihelion
7. ll Capella
8. ll Lyra
9. ll Vega
10. ll Nebula
11. ll Binary
12. ll Nova
13. ll Bolide
14. ll Cygnus
15. ll Andromeda
16. ll Aldebaran
17. ll Aquilla
18. ll Galaksi
19. ll Deneb
20. ll Libra
21. ll Orion
22.ll Regulus
23. ll Auriga
24. ll Black Hole
25. ll Aphelion
26. ll Centaurus
27. ll Sirius
28. ll Rigel
29. ll Spica
30. ll Red Giant
31. ll Betelgeuse
32. ll Antares
33. ll Algol
34. ll Merkurius
35. ll Venus
36. ll Bumi
37. ll Mars
38. ll Yupiter
39. ll Sa(d)turnus
40. ll Uranus
41. ll Neptunus
43. ll Arcturus
44. ll Capricorn
45. ll Aquarius
46. ll Pisces
47. ll Aries
48. ll Taurus
49. ll Gemini
50. ll Cancer
51. ll Leo
52. ll Virgo
53. ll Libra
54. ll Scorpio
55. ll Sagitarius
_Epilog_
Extra part 1
Extra part 2
NEW STORY

42. ll Cassiopeia

136 16 28
By leetdr

Kehidupan yang telah lenyap belasan tahun lalu, kini akan terakit lagi.
Lalu, bagaimana dengan orang baru dalam cerita ini? -Senja.
-Love In Galaxy-

~happy reading~

ANGKASA  berjalan santai menuju kelas Bulan. Dia yakin di jam-jam seperti ini gadis itu masih berada di kelasnya. Sejak Bintang berada di luar negeri, dia sering menemani Bulan. Dia tahu gadis itu merasa kesepian karena tidak ada Bintang.

Eh tapi, bukannya sebelum itu dia juga selalu bersama Bulan?

Entahlah. Lupakan hal itu! Kali ini Angkasa memang membutuhkan Bulan untuk diajak latihan musik lagi. Seragam cowok itu sudah tidak layak dikatakan sebagai siswa. Lihat saja, ujung bajunya sudah keluar. Dasi sudah tidak serapi tadi pagi. Ya, walaupun sekolah sudah dibebaskan dari pelajaran, apa dia tidak punya rasa tanggung jawabnya sebagai murid disiplin.

Angkasa melirik gelang jam di tangan kirinya. Masih menunjukkan pukul 10.00. Sedari tadi, selama dia berkumpul dengan teman-temannya, cowok itu sama sekali tidak melihat batang hidung Elang. Di mana teman satunya itu?

Langkah Angkasa melambat, melihat nama kelas yang tertera di depannya. XI IPS 2. Angkasa perlahan berjalan masuk. Dia sengaja berhenti di depan pintu untuk menunggu Bulan menyadari kedatangannya. Tetapi, selama 5 menit berlalu, Bulan masih nyaman dengan posisinya. Duduk sambil menyangga dagu dan tangan kanan gadis itu mencoret-coret kertas di mejanya.

Angkasa memutar bola matanya. Ternyata kertas itu lebih menarik perhatian Bulan dari pada wajah tampannya yang sudah terpampang di ambang pintu sedari tadi. Daripada menunggu lagi, Angkasa memutuskan untuk menghampiri Bulan.

"Ck. Kertas ini lebih menarik daripada gue," ujar Angkasa sembari menarik kertas di hadapan Bulan. Gadis itu tentu terkejut dengan kehadiran Angkasa yang tidak dia sadari sebelumnya.

"Ih, apaan sih lo? Balikin gak?" Bulan berusaha meraih kertasnya dari Angkasa. Seperti sikap bawaan lahir cowok itu, bukannya diberikan, Angkasa malah mengangkat tinggi-tinggi kertas di tangannya.

"Tumbuh tuh ke atas, gak ke samping," ledek Angkasa persis iklan susu hilo di TV.

"Balikin, Sa!" pinta Bulan yang membuat Angkasa makin gencar mengerjainya.

"Bentar-bentar. Gue mau baca tulisannya dulu," kata Angkasa membuat Bulan membulatkan mata. Bagaimana kalau Angkasa tahu isinya?

Bulan menggeleng dan terus merengek untuk meminta kertasnya. "Pliss! Jangan dibaca. Balikin ke gue," kata Bulan memohon.

"Anjir! Tulisan apaan ini? Pake kode-kode tai ayam segala," ujar Angkasa. Dia merasa kesal karena tidak tahu apa arti angka-angka yang ditulis rapi cewek itu. Tapi, sedetik kemudian dia paham.

Angkasa tersenyum pada Bulan. Dan sekarang, cewek itu hanya bisa pasrah ketika nanti Angkasa mengetahuinya. Tapi, dia tetap berusaha merebut kertasnya.

"Angka 2 mewakili huruf A," Angkasa mulai mengeja deretan angka yang dia pahami sebagai keyboard HP Nokia kuno.

"66, untuk huruf N, 4 untuk huruf G, 55 untuk K, 2 untuk A." Angkasa mengernyit heran. "A-N-G-K-A."

Cowok itu meneliti angka setelahnya. "7777, untuk huruf S."

Angkasa mengacak rambutnya. "Ck, ribet amat sih pake kode-kode segala."

Bulan hanya terdiam. Dia sudah lelah melompat untuk menggapai kertas di tangan Angkasa. Biarkan nanti Angkasa besar kepala karena tulisan itu akan terbaca namanya.

"Sa, kalo gak jadi latihan gue mau ke kantin," ujar Bulan membuat Angkasa berhenti melakukan kegiatannya.

"BIG NO! Enak aja. Tujuan gue ke sini buat ngajak lo ke ruang musik."

"Ya makanya gak usah kurang kerjaan kaya' gitu," ujar Bulan merasa jengah. Beneran jengah?

Angkasa  menghela napas sejenak. "Oke-oke kita ke sana."

Angkasa berjalan lebih dulu. Dan Bulan mengekor di belakang. Mereka berjalan menuju ruang musik. Angkasa membiarkan Bulan membuka gagang pintu ruang musik karena dia yang membawa kuncinya hari ini. Gadis itu memencet saklar lampu. Alat musik lengkap terpampang di depannya.

Angkasa langsung saja melangkah menuju letak piano di ujung ruangan. Sedang Bulan mengambil gitar yang menggantung di tembok.

"Heh, lo mau ngapain?" tanya Angkasa ketika dia melihat Bulan mengambil gitar.

"Main gitar. Kenapa? Gak boleh?"

Angkasa mengedikkan bahu. Membiarkan gadis di sampingnya itu bermain-main dengan alat musik sesuka hati. Cowok itu memencet tuts-tuts piano berwarna hitam putih dengan lihai. Hingga setelahnya, alunan piano menggema.

Bulan seketika mengernyit mendengar nada yang terdengar. Dia seperti ingat dengan suatu lagu. Tapi apa?

"Jika ku air wudhumu, menjadi serimu dalam lima waktu," nyanyi Angkasa.

Bulan langsung melebarkan senyumnya. Pantas saja dia tidak merasa asing dengan lagu itu. Tapi tunggu! Kenapa kalau memakai piano lagunya jadi sebagus ini? Rasanya, Bulan tidak tahan untuk tidak ikut bernyanyi.

"Jika, kau kuat percaya ... akulah jodohmu, jagamu selalu...." Angkasa masih terlihat menikmati lagu yang dia nyanyikan. Lesung pipi Bulan makin ketara karena dia sedari tadi hanya tersenyum mengagumi keindahan di depannya.

Kenapa Angkasa memiliki aura yang sangat kuat? Apalagi kalau dia sedang serius bernyanyi seperti ini.

"Menarilah sayang. Di hari bahagia...." Kini Bulan ikut bernyanyi. Suara  mereka terpadu sangat merdu.

Angkasa menarik sudut bibirnya ketika mendengar Bulan mengikuti nyanyiannya.

"Di bawah bulan bintang, kasih kita berdua. Jangan bimbang sayang ... kita arungi bersama, berdua, selamanya...." Bulan dan Angkasa bertatapan mata dengan tersenyum sambil bernyanyi bersama.

"Sampai ke hari tua...."

"Mencintaimu."

Mereka mengakhiri nyanyian. Setelah itu, Angkasa tertawa kencang. Dan Bulan tentu dibuat bingung oleh tingkah cowok di depannya.

"Lo gila?" tanya Bulan dengan raut wajah datar.

"Gimana? Gue tipe cowok romantis, kan? Nyanyi bareng sambil tatap-tatapan. Pake senyum-senyuman juga."

Bulan diam. Apa Angkasa pikir semua ini lucu?

"Serah lo." Bulan memetikkan senar-senar gitar di pangkuannya. Dia memejamkan mata sejenak sembari menghela napas. Menyukai cowok dengan kejujuran tinggi seperti Angkasa sangat menyakitkan.

"Mbul, gue udah dapet ijin," kata Angkasa menghentikan kegiatan Bulan.

"Ijin?"

"Gue mau nyatain perasaan gue ke Bintang."

Bulan melotot tak percaya. "Tap--"

"Eits! Santuy dong. Gue cuma nyatain perasaan gue aja. Gak berniat rusak hubungan mereka," jelas Angkasa memotong perkataan Bulan.

Bulan menggeleng tak percaya. Waktu itu, dia memang sempat meng'iya'kan. Tapi, setelah dia berpikir apa semua akan tetap baik-baik saja kalau Angkasa menyatakan isi hatinya pada Bintang di saat cewek itu sudah memiliki pacar.

"Gue tau lo cuma mau nyatain perasaan lo ke dia. Tapi, gue rasa itu gak perlu, Sa." Bulan menatap Angkasa penuh harap. Agar cowok itu kembali memikirkan niatnya.

"Tapi gue cuma mau ngomongin apa isi hati gue ke dia. Gak bermaksud apa-apa."

Bulan menggeleng pelan. "Apa lo pikir setelah nyatain perasaan lo ke dia, semua bakal baik-baik aja?"

"Ya, iyalah. Udah jelas Bintang sukanya sama Elang. Mereka juga udah pacaran. Walaupun gue minta dia buat jadi pacar gue pun, ikut gak akan mungkin terjadi," kata Angkasa.

"Gak usah, Sa. Lebih baik gak perlu," cegah Bulan.

Angkasa mengernyit menatap Bulan. "Bukannya waktu itu lo bilang terserah gue. Kenapa sekarang jadi gini?" tanya Angkasa. Tersirat nada tak suka dalam perkataannya.

Bulan menaruh gitarnya. "Jangan nambahin beban pikiran Bintang, Sa! Cewek gak pernah biasa aja kalo ada seseorang nyatain perasaan ke dia."

"Tapi ini sudah keputusan gue. Gue jamin gak bakal ada apa-apa. Gue cuma mau tau gimana reaksi dia pas gue nyatain perasaan ke dia." Angkasa benar-benar dalam mode keras kepala

"Oh, jadi lo cuma mau ngetes dia? Cuma mau tau apa dia gak ada setitik perasaan buat lo?" tanya Bulan.

"Bukan itu. Gue cuma mau lepasin beban gue," jawab Angkasa.

Ternyata, perempuan lebih kuat menyembunyikan perasaannya, lebih tahan rasanya mencintai sendiri, dan lebih tegar untuk menyukai dalam diam.

"Lo selemah itu, Sa," ujar Bulan membuat Angkasa menatapnya tak percaya.

"Maksud lo apa?" tanya Angkasa tersirat amarah.

Bulan tersenyum tipis. "Gak bisa apa, nyimpen perasaan sebelah pihak lo itu?"

"Bukan urusan lo."

"Gue pernah mikir, kalau cowok itu biasanya lebih pinter mainin logika. Tapi, kali ini gue ketemu sama cowok yang lebih mentingin perasaannya." Bulan memandang ke depan ketika mengatakan itu.

"Maksud lo apa sih, Lan?" tanya Angkasa ingin diperjelas.

Bulan berdiri dan menghampiri Angkasa. "Bintang baru aja ada masalah sama Elang. Sekarang, Bintang juga masih berada di LA untuk masalah keluarganya. Dan lo, mau masuk juga buat nambahin beban pikiran Bintang setelah dia tau perasaan lo ke dia?"

"Pikirin sekali lagi, Sa."

"Nggak. Kali ini gue yakin sama keputusan gue. Gue akan secepatnya nyatain perasaan gue ke Bintang," tegas Angkasa.

"Sebenarnya, apa alasan utama lo buat nyatain perasaan ke dia sih, Sa? Kalo lo udah tau ujung-ujungnya, kenapa masih mau coba? Bukannya dari awal sampai sekarang lo malah baik-baik aja menyukai sendiri. Ada apa sama cara pikir lo, Sa?"

"Lo ngatur gue?" tanya Angkasa. Tatapan cowok itu jelas menyiratkan ketidaksukaan dengan cara Bulan berbicara padanya.

Bulan menatap Angkasa balik. "Gue gak ngatur. Gue cuma ngomong apa yang seharusnya dilakukan."

"Terus lo kira, cara pikir lo juga udah yang terbaik gitu?" Angkasa menutup pianonya dan beranjak dari kursi.

Bulan hanya diam. Apa dia salah bicara? Bulan merasa Angkasa hari ini benar-benar beda. Tidak ada Angkasa yang selalu hangat, ceria, dan tidak pernah egois. Sebenarnya apa yang membuat cowok itu seperti ini?

"Denger ya, Lan! Lo emang sahabat gue. Tapi lo juga gak berhak ngatur apa kehendak gue." Angkasa menyisir rambutnya dengan tangan kiri.

"Gue pergi."

Bulan membelalakan mata. "Gue gak ngatur-ngatur, Sa."

Angkasa masih mendengarnya, tapi cowok itu tidak berniat menanggapi. Entahlah, apa yang sedang terjadi dengannya. Hati dan pikirannya sedang bertolak belakang. Dan sekarang, cowok itu hanya ingin sendiri.

-Love In Galaxy-

Los Angeles.

Rasi, Bintang, dan Alana masih berada di ruang keluarga. Setelah apa yang terjadi tadi, kini mereka masih nyaman dengan posisi berpelukan bertiga. Alana yang berada di tengahnya.

"Maafin Mama, Bintang. Mama sempat berpikir buat gak nemui kamu lagi selamanya. Tapi, sebenarnya Mama gak bisa melakukan itu. Karena seorang ibu dan anak tidak bisa dipisahkan."

"Apa alasan Mama ngelakuin hal itu?" tanya Bintang pelan.

Alana memejamkan mata sejenak. "Luka yang Papa kamu ukir terlalu menyakitkan. Mama ingin melupakan semuanya."

Bintang kecewa mendengar alasan wanita itu."Termasuk buah cinta Mama dengan Papa?"

"Enggak, Bintang. Mama tetep sayang sama kamu. Tapi, Mama takut kalau kamu gak bisa nerima keluarga baru Mama."

Bintang terdiam. Benar apa yang dikatakan Alana. Mamanya itu masih membutuhkan kebahagiaan dari keluarga yang lengkap. Apa ini juga termasuk alasan kakek dan neneknya agar tetap menjadi sebuah rahasia?

"Bintang sebenarnya sudah tau dari dulu, Ma. Bintang emang sempat kecewa. Tapi, seiring waktu Bintang bisa  menerima kenyataan. Bintang tidak keberatan dengan keluarga baru Mama. Asal, Bintang masih mendapat kasih sayang seorang ibu," ungkap Bintang. "Biarkan Papa aja yang tidak peduli sama Bintang. Mama jangan."

Bintang menarik tubuhnya dari pelukan Alana. Matanya melirik ke arah Rasi yang masih nyaman menyandarkan kepala di bahu Alana.

"Apa bener, Mama yang udah minta Bintang buat ke sini?" tanya Bintang ketika dia teringat dengan apa yang tadi siang Rasi katakan padanya.

Alana mengernyit. "Siapa yang bilang seperti itu?"

"Papa."

Alana langsung menggeleng cepat. Bahkan, kedatangan Bintang di rumahnya pun tidak pernah dia kira sebelumnya.

"Mama gak tau apa-apa. Mama juga gak pernah ada hubungan sama Papa kamu semenjak perceraian itu. Semua nomor telepon Mama tidak ada yang tau, kecuali kakek sama nenek," jelas Alana.

Bintang mengangguk. Kemudian, dia memanggil Rasi. "Kak."

Rasi menatap Bintang. "Hm?"

"Jadi yang Kakak bilang tadi siang bener." Bintang menggigiti bibir dalamnya. "Bokap gue berencana buat buang gue di sini."

Rasi mengangkat sebelah alisnya. "Emang lo mainan apa? Pake dibuang-buang segala," katanya bercanda.

"Kak gue serius." Bibir gadis itu mengerucut kesal.

Rasi membelai kepala Bintang. "Gak usah sedih lagi. Sekarang lo udah ketemu sama keluarga baru. Ada nyokap, sama Abang lo yang paling ganteng ini," kata Rasi sembari tersenyum.

"Kakak ganteng?" cibir gadis itu.

Rasi melengos. Ternyata, punya adik seperti Bintang benar-benar membuat kesal. "Pikir aja sendiri."

Alana hanya tersenyum di tengah-tengah mereka. Mata wanita paruh baya itu terus memandang Rasi dan Bintang bergantian. Semoga, cerita baru dalam kehidupannya yang telah lenyap selama belasan tahun akan selalu harmonis. Alana berharap Rasi dan Bintang benar-benar saling menyayangi layaknya kakak dan adik. Tapi, satu hal yang saat ini mengganjal dalam benaknya.

Malven Krisenzio.

Bagaimana dengan pria yang berstatus sebagai suami kedua Alana?

Vote+comment
See you next chapter
5-6-20

Continue Reading

You'll Also Like

32.8K 4.6K 53
Highest Rank: #2 in Playboy (20 Desember 2019) #2 in Anara (17 April 2020) #1 in Kenath (19 Agustus 2020) #11 in Senja (13 September 2020) #3 in soli...
79.2K 2.8K 126
(COMPLETED) Sequel altha Alzalvan Darren LDR hanya sebuah kata bukan pemisah untuk kita. Hanya memisahkan jarak dan waktu bukan memisahkan hati. Aku...
1M 42.1K 58
Kai sangat membenci Ana. Baginya Ana hanyalah parasit penganggu yang menyebalkan. Mengganggu kehidupannya, dan perlahan menghancurkan semunya. Baginy...
1.9M 93.2K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...