Love In Galaxy (End)

By leetdr

13.4K 1.9K 691

Kisah tertulis tentang sebuah hubungan terlarang, kebohongan yang terbongkar, dan juga cinta yang bertepuk se... More

_prolog_
1. ll Horizon
2. ll Star
3. ll Altair
4. ll Aurora
5. ll IMeridian
6. ll Perihelion
7. ll Capella
8. ll Lyra
9. ll Vega
10. ll Nebula
11. ll Binary
12. ll Nova
13. ll Bolide
14. ll Cygnus
15. ll Andromeda
16. ll Aldebaran
17. ll Aquilla
18. ll Galaksi
19. ll Deneb
20. ll Libra
21. ll Orion
22.ll Regulus
23. ll Auriga
24. ll Black Hole
25. ll Aphelion
26. ll Centaurus
27. ll Sirius
28. ll Rigel
29. ll Spica
30. ll Red Giant
31. ll Betelgeuse
33. ll Algol
34. ll Merkurius
35. ll Venus
36. ll Bumi
37. ll Mars
38. ll Yupiter
39. ll Sa(d)turnus
40. ll Uranus
41. ll Neptunus
42. ll Cassiopeia
43. ll Arcturus
44. ll Capricorn
45. ll Aquarius
46. ll Pisces
47. ll Aries
48. ll Taurus
49. ll Gemini
50. ll Cancer
51. ll Leo
52. ll Virgo
53. ll Libra
54. ll Scorpio
55. ll Sagitarius
_Epilog_
Extra part 1
Extra part 2
NEW STORY

32. ll Antares

123 20 47
By leetdr

BAYANGIN ITU SUARA ANGKASA👆

Kita sama-sama sedang merindukan dia. Merindukan seseorang yang sama-sama kita suka, teman.

-Love In Galaxy-

~Happy reading~



"KAU begitu sempurna...." Angkasa mengalihkan pandangan pada gitar di pangkuannya.

"Di mataku kau begitu indah...." Kini, cowok itu kembali menatap Bulan yang sedang menopang dagu dengan tangan cewek itu.

Angkasa tersenyum sekilas. "Kau membuat diriku akan slalu memujamu...."

"Di setiap langkahku ... aku kan slalu memikirkan dirimu, tak bisa ku bayangkan hidupku tanpa cintamu...." Angkasa mengedipkan sebelah matanya membuat Bulan terkekeh pelan.

"Gini ya, cara lo jadi fakboi?" kata cewek itu sembari tertawa. Angkasa hanya tertawa mendengarnya, cowok itu kembali fokus memainkan gitar.

"Janganlah kau tinggalkan diriku ... takkan mampu menghadapi semua ... hanya bersamamu ku akan bisa...." Angkasa terlihat meresapi setiap lirik yang dia nyanyikan.

"Kau adalah darahku...." Akhirnya, titik keterpanaan Bulan pada Angkasa memuncak sekarang. Pipi gadis itu kian memanas. Bulan berusaha menyembunyikan rona merah pada wajahnya.

"Kau adalah jantungku...."

"Kau adalah hidupku, lengkapi diriku, oh sayangku kau begitu...."

"Sempurna...." Sebagai penutup lagu, Bulan ikut menyanyikan kata lirik terakhirnya.

Angkasa berseru heboh sembari meletakkan gitarnya. "Woah! Gimana-gimana? Ganteng kan gue kalo main gitar, apalagi nyanyiin lagu romantis, terus di taman malam-malam lagi."

Bulan hanya menganggukkan kepala. "Cocok banget emang lo jadi fakboi," katanya.

"Gue gak fakboi ya," decak Angkasa.

"Iya, gak fakboi tapi suka baperin anak orang," ujar Bulan menanggapi.

Angkasa tertawa hingga menampakkan deretan gigi rapinya. "Kenapa? Lo baper ya?" godanya.

"Gak." Bulan buru-buru mengalihkan wajahnya dari hadapan Angkasa. Tak mau aksinya gagal, Angkasa langsung menarik dagu Bulan hingga gadis itu menatapnya lagi.

Bulan menahan napas ketika dagunya sedikit diangkat oleh Angkasa, hingga posisinya kini mereka seperti orang yang hendak berciuman.

"Ciahh. Pipi lo udah merah kek gini bilangnya gak baper," ujar Angkasa sembari tertawa jahil.

Bulan menepis tangan Angkasa yang masih memegang dagunya. "Diem lo!"

"Lo gak nelfon Bintang," ujar Angkasa membuat Bulan kembali menatapnya.

"Kemarin dia nelfon gue. Katanya, di sana dia sama Kak Rasi," jelas Bulan.

"APA?" pekik Angkasa ketika mendengar hal itu. "Jadi, Rasi murid baru itu juga di LA?" tanyanya.

Bulan mengangguk. "Bintang bilang, mereka ketemu di pesawat yang sama. Kak Rasi mau jenguk keluarganya di sana. Terus, akhirnya Bintang dicariin hotel sama dia."

"Terus Bintang mau?" tanya Angkasa.

"Iya. Mau gimana lagi, dia juga harus cari nyokapnya dulu, kan?"

"Bukannya waktu itu dia udah punya alamatnya?" tanya Angkasa. Dan Bulan langsung membalas dengan anggukan.

"Iya. Tapi lo tau sendiri kan, Amerika luasnya banget. Bintang juga capek kali. Butuh istirahat juga."

"Kenapa lo tanyain Bintang? Kangen?" Bulan langsung menembak pertanyaan yang membuat Angkasa meneguk ludahnya.

Cowok itu menghela napas pelan. "Mungkin," jawabnya. Dan hal itu membuat Bulan mengangguk maklum.

"Jangan sampai Elang tau, kalo Bintang di sana sama Rasi," ucap Angkasa serius.

"Kenapa?"

Angkasa terdiam sejenak sambil merapikan rambutnya. "Lo tau sendiri, gimana sikap keras kepalanya Elang. Kalau dia tau Rasi sama Bintang, pasti dia bakal lebih ngejauhi cewek itu."

"Lah kan, si Elang udah kelihatan gak peduli banget sama Bintang," tanggap Bulan. Gadis itu memang belum mengetahui alasan di balik sikap tidak peduli Elang pada Bintang.

"Pokoknya jangan. Gue yakin Elang masih sayang sama Bintang," ujar Angkasa. Meskipun cowok itu sudah mengetahui semuanya, tapi dia tidak ingin menambahkan orang dalam ruang lingkup permasalahan Elang.

"Rela banget lo," ujar Bulan tersenyum miris.

"Mau gimana lagi? Perasaan gak bisa dipaksa. Cinta itu cuma satu. Gak bisa dibagi lagi," balas Angkasa.

"Kalo sampai nanti Bintang gak tau perasaan lo, terus dia juga gak bisa balas perasaan lo, berarti cinta lo cuma di balik layar dong?" kata Bulan.

Angkasa tersenyum tipis. "Gak selamanya suka dalam diam itu menyakitkan. Ntar juga ada waktunya semua itu dibalas kebahagiaan oleh Tuhan."

"Allah maha adil. Dan tau mana yang terbaik buat gue," lanjut Angkasa yang membuat Bulan sedikit tersentil perasaannya. Bagaimanapun juga, apa yang dirasakan Angkasa sama dengannya.

Mereka sama-sama terdiam setelahnya. Tidak ada topik pembicaraan yang mampu memecah keheningan lagi.

"BANG AKASS!"

Teriakan yang sangat dikenal itu membuat Angkasa dan Bulan saling berpandangan. "Adik lo tuh," ujar Angkasa membuat Bulan mengernyitkan kening.

"Kenapa adik gue?" tanyanya.

"Lo gak lihat? Pas ada lo gue kaya' bukan kakak kandungnya," kata Angkasa yang membuat Bulan tertawa.

"Gak usah cemburu gitu dong. Samperin sana! Kan lo yang dipanggil."

"Gak. Lo aja. Males gue," ujar Angkasa.

"Yeee ... yang dicari lo Sa," tukas Bulan.

Angkasa lagi-lagi menolak. "Ogah! Lo aja yang samperin. Gue tunggu di sini."

"Itu adik lo, Sa."

"Itu juga adik lo, Mbul. Gue dinistakan pas ada lo."

"Tapi-" ucapan Bulan terpotong oleh Angkasa.

"Ya udah. Adik kita berdua," kata Angkasa membuat Bulan tersenyum malu.

"Gimana sih lo? Orang yang dicari-"

"OHH! JADI LAGI BERDUAAN? PANTES DIPANGGIL KAGAK NYAUT." Tak jauh dari mereka, Pelangi sudah berdiri dengan tatapan garang sembari berkacak pinggang .

"Eh, nggak kok. Tadi Abang lo juga mau samperin. Masih otw," ujar Bulan.

"Lah, kok gue?" Angkasa pura-pura tidak mengerti. Hal itu membuat Bulan geram sendiri.

"STOP! Jangan dengerin Bang Akas. Dasar sinting! Gue ke sini cuma mau ngasih tau, kalau abangnya Langit ada di dalem. Temuin sana!" Pelangi berkata sambil mencak-mencak tak jelas. Karena gadis itu merasa tidurnya terganggu.

"Heh, lo kualat tau rasa ngatain abang sendiri sinting-sinting kaya' gitu," ujar Angkasa tidak terima. Dan Pelangi hanya merotasikan matanya ketika mendengar respon Angkasa.

Pelangi langsung melengos pergi. Kini, Angkasa menatap Bulan yang sepertinya sedang menertawai cowok itu. "Apa lo ketawa- ketawa?" decaknya.

"Udah. Masuk aja yuk! Kasian Elang," kata Bulan menyudahi.

Bulan langsung beranjak dari duduknya. Sontak, Angkasa pun ikut berdiri. Bukannya berjalan biasa di belakang, Angkasa justru berlari sambil melompat dan merangkul pundak Bulan. Mendapat perlakuan itu, Bulan tentu terkejut.

"Tungguin dong," ujar Angkasa. Dan Bulan hanya diam.

Ketika mereka sampai di ruang tamu,hal pertama yang tertangkap netra adalah sosok lelaki berpakaian santai dan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Astagaa ... ditinggal bini langsung kacau gini lo," ledek Angkasa tertawa.

"Hah? Bulan di sini juga? Lo baru ngapain sama Bulan?" Bukannya merespon perkataan Angkasa tentangnya, justru Elang bertanya tentang Bulan yang berada di sana.

"Lagi belajar bareng," jawab Bulan.

"Beneran?" tanya Elang memastikan.

Angkasa berdecak kesal. "La terus kalo gak gitu mau ngapain lagi? Tidur bareng?" Bulan langsung melayangkan pukulan pada Angkasa ketika mendengar itu.

"Ya tapi, kan...." Elang menggantungkan kalimatnya.

"Ck, banyak omong lo," tukas Angkasa.

Bulan dan Angkasa duduk di sofa sebelah Elang. "Ngapain ke sini? Kangen sama gue?" Angkasa langsung menembak pertanyaan menyebalkan.

"Gila kali, gue kangen sama lo," balas Elang. "Kalo sama dia pasti."

Angkasa yang mengerti itu hanya mengangguk. Sedangkan Bulan masih belum tahu. "Mbul, lo gak pulang? Udah malem loh."

Bulan terkesiap ketika Angkasa berkata seperti itu. "Oh iya. Sekarang udah jam berapa? Duh, gue kok lupa ya."

Angkasa tertawa melihat Bulan kebingungan. "Masih jam 9 sih."

"Gue pulang dulu ya, kalo gitu." Bulan beranjak dari sana. Tetapi, Angkasa buru-buru menahan pergelangan tangannya.

"Naik apa?" tanya Angkasa.

"Taksi lah."

"Gak boleh. Biar dianterin sama sopir gue ya?" tawar Angkasa yang membuat Bulan menggeleng.

"Gak mau tau. Pokoknya lo dianter sama sopir gue." Angkasa merogoh ponsel yang berada di saku celananya. Lalu, mengetikkan sesuatu di sana.

"Nah, selesai. Sekarang lo pulang sama sopir gue. Hati-hati di jalan. Ntar langsung tidur aja, jaga kesehatan! Bentar lagi kita olimpiade," ujar Angkasa pada Bulan. Hal itu tentu berada dalam pantauan Elang.

Setelahnya, Bulan keluar dari rumah Angkasa. Dan Elang langsung melontarkan kalimat yang sempat tertahan di benaknya. "Ciee ... perhatian ciee...." godanya pada Angkasa.

"Perhatian apanya?" tukas Angkasa. Cowok itu benar-benar tidak sadar dengan apa yang sudah dilakukannya pada Bulan.

"Dasar gak peka," gumam Elang yang tidak disadari Angkasa.

"Kamar yuk! Berasa tamu agung aja lo duduk di sini," kata Angkasa.

"Anjrit! Lo ngajak gue ngamar?" Ketika tadi, Angkasa yang mendapat pukulan dari Bulan. Kini, Elang yang ganti mendapat pukulan oleh Angkasa.

Angkasa berdecak. "Ck, pikiran lo." Setelahnya,  Angkasa berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Elang pun ikut mengekorinya di belakang.

Sesampainya di kamar, Angkasa buru-buru keluar lagi ketika teringat gitarnya masih di taman. Tentu Elang hanya diam tanpa bertanya. Cowok itu langsung menghempaskan tubuhnya di kasur milik Angkasa.

Elang menoleh saat pintu kamar Angkasa terbuka. "Baru main gitar sama Bulan lo? Bener dugaan gue. Lo baru romantis-romantisan sama cewek itu, kan?"

"Apasih lo? Bulan sahabat gue ya," balas Angkasa.

"Iya, iya sahabat. Sahabat rasa pacar maksudnya," ledek Elang.

"Lo kenapa sih, tumben banget ke sini?" tanya Angkasa.

"Gue kangen."

Angkasa terbahak-bahak setelahnya. "Nah, bener, kan? Lo kangen sama gue, makanya ke sini."

"Bukan sama lo kangennya. Tapi sama Bintang," tukas Elang merasa jengah.

"Iya, gue juga kangen." Angkasa mendaratkan tubuhnya di sebelah Elang. "Kita sama-sama kangen," katanya.

Elang dan Angkasa kini sama-sama berbaring di atas satu kasur. Mereka memandangi langit-langit kamar sembari memikirkan sesuatu dalam benak masing-masing.

"Kenapa ya, Sa. Kita suka sama cewek yang sama?" tanya Elang tiba-tiba.

"Gak tau."

"Bener emang, kalo perasaan hadir dengan sendirinya. Tapi kenapa datengnya di waktu yang sama juga?" ungkap Elang.

Angkasa masih terdiam menyimak perkataan Elang. Sebelum akhirnya dia berkata, "Waktu gak pernah salah. Di sini, perasaan yang berhak memilih. Dan buktinya, Bintang milih lo. Kalian udah pacaran."

Elang melirik cowok yang saat ini memainkan ponselnya. "Kenapa lo gak pernah mau rebut dia?"

"Karena gue tau, apa yang harus gue lakukan di antara persahabatan dan percintaan." Angkasa bersandar pada kepala ranjang.

"Kalo Bintang milihnya lo, kenapa gue harus capek-capek ngejar? Cukup perasaan gue aja yang berharap. Tapi, untuk tindakan gue gak mau ngelakuin apa-apa. Karena lo itu temen gue. Bintang juga temen gue." Angkasa menghela napas sesaat. "Gue lebih milih temenan aja daripada bisa milikin dia, tapi ujungnya malah kehancuran yang ada,"lanjutnya.

"Gitu ya?" Elang mengambil gitar yang tadi ditaruh Angkasa di sebelah meja. "Kalo Bulan, dia juga ada dalam lingkup persahabatan lo?" tanyanya sembari memainkan senar gitar Angkasa.

"Oh jelas. Iya deng, tadi lupa gak disebut dianya." Angkasa menyengir. "Bulan juga sama. Dia sahabat gue. Dia sahabat Bintang juga."

"Jadi dalam kisah persahabatan lo, cuma gue aja yang pacaran? Lo enggak?" tanya Elang.

Angkasa mengedikkan bahunya. "Gue gak akan pernah pacaran sebelum sukses nanti.  Bokap nyuruh gue belajar dan belajar sampe gue botak mungkin," katanya kesal.

"Tapi kan, nanti akhirnya juga lo jalin hubungan sama seseorang," ujar Elang.

"Iya. Tapi nanti. Dan sekarang gue gak mau mikir hal itu," balas Angkasa.

Elang menghela napas pasrah. Dia mengira, Angkasa mulai tertarik dengan Bulan. Tapi nyatanya, Angkasa nampak biasa saja ketika menanggapi pertanyaannya. Usaha Elang untuk membuat Angkasa peka sepertinya gagal. Elang memilih diam sekarang.

"Jangan sampai Bulan tau, kalo gue jauhi Bintang karena bokap. Gue mau semuanya terbongkar kalo gue udah nemu alasan di balik semua ini," kata Elang setelahnya. Dan Angkasa mengangguk menyetujui.

"Tapi, lo betah kagak terus-terus jauhin Bintang sampe lo temuin alasannya?" ledek Angkasa.

Elang mulai memetikkan senar gitar sembari menjawab, "Gak tau. Pokoknya gue turutin aja apa yang disuruh bokap. Tapi, kalo suatu saat gue gak bisa, gue mau jujur sama Bintang. Ya walaupun mungkin secara diam-diam, intinya gue gak mau bokap tau terus gue dipindahin ke London."

Angkasa mengangguk berkali-kali. Kemudian, cowok itu mendengar nada yang keluar dari permainan Elang. "Nyanyi kuy!"

Elang menyetujuinya langsung. Setelahnya sebaris lirik dinyanyikan oleh Angkasa.

"Malam ... kini berganti...." nyanyi Angkasa.

"Sunyi ... sepi untukku...." sahut Elang.

"Meskipun engkau telah pergi, mungkin takkan kembali ... aku di sini,  tetap di sini sayangku...." nyanyi mereka bersamaan.

"Aku masih rindu padamu ... aku masih sayang padamu ... meski kini cintamu bukan, aku...." Elang mengakhiri kegiatannya. Setelah itu, mereka berdua kembali menghempaskan tubuhnya.

"Gue nginep ya, Sa? Males pulang gue. Akhir-akhir ini gue gak pengen ketemu bokap," ujar Elang.

"Oke dah! Tidur sini aja." Setelah Angkasa melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 10 malam, dia segera menarik selimut dan menggulung tubuhnya. Berbeda dengan Elang. Cowok itu tidak pernah memakai selimut selama AC tidak dinyalakan.

"Sa. Gue jadi penasaran sama alasan bokap larang gue deketin Bintang. Ada apa ya?" tanya Elang. Angkasa yang sudah mengantuk pun hanya menjawab singkat.

"Gak tau dah. Pikir besok lagi aja. Ngantuk," jawabnya mirip menggumam. Akhirnya, dua cowok itu mulai terlelap dalam satu kamar.

Vote+comment
Salam hangat
EL
See you next chapter
23-5-20




Continue Reading

You'll Also Like

4.3M 184K 47
On Going ❗ Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
98.5K 3.8K 39
[LENGKAP] Dia Gerryl Evans, cowok dengan sejuta pesona yang mampu menarik siapa saja untuk mendekat. Si pemilik iris coklat tua tajam itu selalu berh...
20K 2.2K 33
Sebuah kisah yang belum terselesaikan, membuat seorang gadis dari masa lalu kembali kepada pujaan hatinya. Kisah mereka begitu rumit. Hidup ini terla...
3.4M 199K 55
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...