verrückt | renryu ✔

By peisinoehina

81K 7.4K 1.7K

Deep down we realize that this disgusting secret will slowly kill us and the other, but we cannot hold back w... More

disclaimer
introduction
prolog
1. their story
2. each other's owner
3. first of everything
4. intimidating
5. being hit
6. did it
7. volunteering
8. departure
9. side to side
10. stabbed
11. dinner
12. gift from hell
14. definition of love
15. suddenly
16. avoidance
17. finding out
18. sin
19. result
20. hangout
21. confrontation
22. second time
23. hell pills
24. a date
25. catasthrope
26. the plan
27. complicated
28. grudge
29. accident and the effect
30. another fact
31. deeper
32. fatal
33. chaos
34. solution
35. apology
36. probability
37. the real twist
38. back again
39. will you?
40. went through
epilog
closing
bonus: peace
bonus: interview (1)
bonus: interview (2)
bonus: interview (3)
real closing
promotion

13. beach talk

1.4K 174 26
By peisinoehina

Renjun membuka pintu kamar. Tak segan membantingnya karena emosi yang meledak-ledak, tentunya diakibatkan oleh semua kejadian hari ini. Kepala Renjun rasanya mau pecah setiap fragmen kejadian muncul sekelebat di otak.

Namun Renjun mencoba untuk tetap berpikir jernih. Ia tidak bisa berlama-lama larut dalam emosi.

Ia rogoh ponsel dari saku celananya. Membuka daftar kontak dan menelepon Miyeon untuk mengkonfirmasi kebenaran berita yang tersebar.

"Halo?" balas Miyeon terdengar tenang.

"Halo? Kamu gila ya? Kenapa kamu turutin keinginan Jeno?" bentak Renjun tanpa basa-basi. Otaknya sudah pening hanya untuk memikirkan obrolan basa-basi terlebih dahulu.

"Oh kamu beneran kenal Jeno. Kirain Jeno bohong soal hubungan kalian. Anyway, why not? He has grudge, I have grudge too. So yeah!" ucap Miyeon tanpa beban.

"For God's sake! Hwang Miyeon! Are you nuts? Taking revenge is not always the way to make other people realized about their fault!"

"Oh sekarang baru manggil aku Hwang Miyeon kalau sudah masalah kayak gini. Kenapa? Sudah cinta ya sama aku? Cemburu soal hubunganku sama Jaehyun?" remeh Miyeon.

"This is not about me being in love with you or being jealous because you have a boyfriend. But we are married! Have you ever thought about our parent's reaction? You do know that my mom has heart issues. What if something happens whilst I am not there???" bentak Renjun kembali.

"Oh soal itu. Aku bisa kok ngurusin eomeonim kalau kenapa-napa selama kamu di Vietnam. Tenang saja!"

"Setelah secara enggak langsung nyakitin eomma, sekarang kamu berlagak mau ngurusin eomma aku? Yang benar aja kamu Mi! Just shut up!"

"You are the one who should shut your mouth Hwang Renjun. You never know what I have to feel throughout years because of Jung Jaehyun and his sh*tty girlfriend. They have to pay! For every pain that I feel every day without avail!" bentak Miyeon.

Pertengkaran besar yang terpisah oleh jarak tiga ribu kilometer lebih pun pecah setelah tiga tahun keduanya menikah di atas nama perjodohan.

Sambungan langsung dimatikan oleh Miyeon, setelah sebelumnya membentak Renjun. Membuat Renjun melempar ponselnya asal dan mengerang sembari mengacak rambutnya kasar.

Kiranya percakapan malam ini akan berakhir damai, seperti bagaimana biasanya ketika masalah-masalah kecil hadir di antara meteka. Namun kali ini, sepertinya akan memakan waktu yang lama hingga Renjun dan Miyeon bisa meluruskan perbedaan pada pendapat masing-masing.

Saking peningnya, Renjun memutuskan untuk mandi sekali lagi. Dengan niatan melunturkan pikiran-pikiran buruk di kepalanya. Mulai dari penyerangan kepada Ryujin tadi siang hingga ciuman secara tidak sengaja antara dirinya dan Ryujin.

Sebentar.

Ciuman? Antara dirinya dan Ryujin?

Wah! Sepertinya Hwang Renjun sudah tidak waras hingga mengingat ciuman tak sengaja antara dirinya dan Ryujin saat di balkon restauran beberapa saat yang lalu.

Sadarlah Hwang! Kau suami wanita lain dan Ryujin adalah calon istri pria lain. Hubungan kalian hanya akan sebatas pembimbing dan pupilnya. Begitu seterusnya.

Renjun mempersingkat mandinya sebelum memori-memori aneh semakin mempengaruhi jalan pikirnya. Mengenakan pakaian sekadarnya dan ditambah jaket parasut , Renjun keluar kamar dengan membawa gitar yang selama seminggu lebih berada di Vietnam belum sempat disentuh selain tadi sebelum gitarnya beralih ke tangan Jungwoo.

Keluar penginapan, Renjun melangkah menuju pantai. Lalu duduk di salah satu batu karang yang terlihat nyaman untuk diduduki. Tidak menghiraukan angin yang menerpa kencang mengacak rambut basahnya yang bisa saja membuatnya masuk angin keesokan hari.

Dengan gitar di pangkuan, netra Renjun mengedar menatap deburan ombak pasang yang tinggi. Lalu menatap ke atas, disuguhkan dengan pemandangan langit cerah dengan cahaya gemerlap bintang.

Rasa hampa kemudian menyeruak secara tiba-tiba tanpa Renjun pinta. Dengan segala hal yang dicapainya dalam hidup dan masalah-masalah yang datang silih berganti, rasa hampa tidak pernah absen dari diri Renjun.

Kadang Renjun sendiri bingung. Dibalik kehidupan kebercukupan, prestasi bidang akademik yang tidak pernah buruk melainkan selalu di atas kesempurnaan, pekerjaan sukses yang membuat orang iri, hingga bisa menikahi wanita cantik seperti Cho Miyeon yang merupakan idaman banyak kaum pria di negeri ginseng, terkadang perasaan hampa seperti saat ini masih saja hadir dalam hidupnya.

Bukannya Renjun tidak bersyukur dengan hidupnya. Namun terkadang rasanya lelah ketika dirinya harus bertahan hidup dibalik ekspektasi dan harapan banyak orang. Renjun terlalu muak hingga rasa hampa tak ayal menghantuinya.

Tangan Renjun reflek memetik senar gitar dan memainkan lagu yang sebelumnya ia mainkan di kamar saat Jungwoo berkunjung ke kamarnya. Lagu yang menemaninya dalam sepi selama sepuluh tahun terakhir. Lagu yang tidak pernah absen Renjun nyanyikan atau mainkan dengan gitarnya.

Set Me Free

Judul lagu itu. Lagu yang merepresentasikan jiwa Hwang Renjun yang ingin bebas dari kehampaan hidupnya. Ingin setidaknya diberi Tuhan kesempatan untuk memilih apa yang ingin ia lakukan. Ingin lepas dari banyaknya ekspektasi yang orang-orang harapkan.

Seakan hapal di luar kepala, Renjun bernyanyi dan memetik gitar sembari menutup mata. Menikmati semilir angin pantai sekaligus bagaimana alunan lagu memasuki gendang telinga. Liriknya tertanam di otak dan tidak pernah menghilang dari ingatan.

Terlalu fokus pada dunianya, Renjun tidak sadar dengan kehadiran Ryujin yang kini duduk di sampingnya. Gadis itu duduk tenang mendengarkan permainan gitar si pria.

Kelihatannya tenang, duduk anteng di sebelah Renjun yang belum sadar oleh kehadiran Ryujin yang sempat ragu untuk mendekat. Sementara dalam hati Ryujin sudah ingin berteriak karena merasa canggung. Canggung setiap Ryujin mengingat bagaimana bibirnya dan bibir Renjun saling menempel.

Ryujin berakhir membiar alunan suara Renjun dan gitar beradu memasuki gendang telinga. Dari liriknya saja, lagu yang Renjun mainkan terasa menyayat hati.

Sesungguhnya apa  sih yang Renjun rasakan akan pemberitaan di media, sampai-sampai menyanyikan lagu sesedih ini? Ryujin tidak bisa menggambarkan karena ia tidak sedang berada di posisi Renjun yang mengalami cobaan.

Berselang dua menit, permainan gitar pun berakhir.

"Aku enggak tahu dokter bisa nyanyi sama main gitar," celetuk Ryujin sembari memberi tepuk tangan. Tentunya untuk menghilang rasa canggung yang terbentuk di antara keduanya.

Renjun membuka netra perlahan dan menoleh ke arah Ryujin yang kini tengah memandangnya dengan mata berbinar.

Renjun mendengus sebal karena ada saja orang yang berhasil menemukan dirinya. Padahal ia sengaja meninggalkan ponselnya di kamar agar tidak dicari oleh siapapun.

Namun orang yang Renjun paling hindari saat ini justru berhasil menemukan keberadaannya. Renjun tidak bisa menampik kalau rasa canggung muncul setelah ciuman tidak sengaja mereka di balkon restauran tadi.

"Serius dok! Suara dokter tuh bagus, main gitar juga oke, bisa ini mah jadi penyanyi," tambah Ryujin.

"Tapi hanya lagu ini yang bisa saya nyanyikan dan mainkan dengan baik," balas Renjun yang tiba-tiba berubah formal, tidak sepertinya biasanya.

"Ih dok! Kok jadi formal gitu sih!" protes Ryujin.

"Menurut kamu, saya jadi formal karena apa?" balas Renjun dingin.

"Ih kan suka banget dokter ini nyalahin orang lain. Dokter juga punya andil salah ya! Orang cuma dipegang bahunya aja udah lebay reaksinya," galak Ryujin.

Rasa canggung yang tadinya memenuhi atmosfer berubah menjadi perdebatan tidak jelas.

Renjun hanya menggelengkan kepala. Pria itu memilih tidak menghiraukan Ryujin, kembali memainkan lagu yang sama dengan gitar. Namun tidak menyanyikan liriknya. Matanya terpejam guna menghayati permainannya di atas senar.

"Dokter suka banget ya sama lagu ini?" Tanya Ryujin penasaran setelah sambatannya tak terbalas oleh si pria.

"Enggak."

"Kalau enggak, kenapa lagu ini terus yang dokter mainkan?"

"Lagu ini tentang saya," jawab Renjun singkat, enggan untuk menjelaskan lebih rinci mengapa.

Keduanya lalu terdiam, tidak melanjutkan percakapan. Larut dengan pikiran dan kesibukan masing-masing. Renjun dengan gitarnya, dan Ryujin yang tengah memandang ke arah laut.

Si wanita lalu menatap langit malam terlihat bertaburan bintang yang memanjakan mata. Di dukung semilir angin, rasanya penat setelah bekerja seharian lepas begitu saja.

Namun pemandangan indah yang Ryujin tatap saat ini sepertinya belum ampuh merubah suasana hati Renjun.

"Dokter merasa kesepian? Atau merasa terkekang?" tanya Ryujin memecah kesunyian.

Lebih ke penasaran mengapa seorang Hwang Renjun memilih lagu menyedihkan seperti ini sebagai lagu yang merepresentasikan dirinya.

"Maybe both?" Gumam Renjun menggantungkan jawaban.

"Kenapa? I mean, dokter punya keluarga yang sempurna. Juga punya istri secantik kak Miyeon. Dokter pasti di kehidupan sebelumnya pernah menyelamatkan dunia," ucap Ryujin.

Menandakan kalau si wanita sudah tahu mengenai pemberitaan yang tersebar di dunia maya.

"Well, just because people thought it is perfect, enggak selalu semua terlihat sesempurna itu Ryujin," balas Renjun.

Ryujin tak bisa lagi melanjutkan pertanyaan. Wanita itu sadar kalau Renjun tidak berniat untuk membuka hati dan menceritakan apa yang tengah pria itu rasakan.

Renjun bukan Ryujin yang bisa dengan mudah menceritakan apa yang ia rasakan pada banyak orang. Renjun terlalu dingin, susah untuk digapai. Pria itu menyembunyikan dunianya, menguncinya dari dalam dan tak memberi akses kepada siapapun untuk masuk.

"I don't know what you feel now, but there is time when you need to share your mind or your worry to others. Jangan disimpan sendiri dok, yang ada nyakitin diri sendiri," sahut Ryujin.

Wejangan yang sesungguhnya bumerang bagi diri Ryujin. Seterbuka apa Shin Ryujin pada orang-orang disekitarnya, sampai berani mengeluarkan saran seperti itu untuk Renjun?

"Hmm, kamu tahu? I never trust anyone, even my family and my wife. So I don't have an obligation to tell people whatever happened or whatever I feel," Renjun membalas wejangan Ryujin.

Bukan berarti Renjun tidak sayang pada ayah atau ibunya. Sangat sayang malah. Namun tetap saja rasa tidak percaya itu ada, apalagi setelah dirinya dibiarkan bertahan hidup sendirian selama dua belas tahun di negeri asing. Keduanya hanya berkunjung sekali dalam dua tahun, seakan lupa kalau mereka hanya memiliki satu putra yaitu dirinya. Jangankan mengunjungi Renjun, mengunjungi Yeji yang tinggal di kota lain pun juga jarang.

"Then, find someone who you could trust. Or maybe, find someone that would never judge you. Whatever the situation, whether it is good or bad," balas Ryujin.

"Atau coba percaya kalau pasti ada orang yang bisa mengerti dokter. Aku gitu misalnya, kalau dokter mau curhat sama aku boleh saja," tambah Ryujin.

Renjun menghentikan permainannya, menatap Ryujin yang kini terlihat salah tingkah karena ucapannya sendiri. Dalam hati Ryujin mengumpati dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia bersikap sok baik, menawarkan diri sebagai teman curhat setelah kejadian-kejadian aneh nan menegangkan yang terjadi antara keduanya.

"Eh tapi dokter jangan curhat soal kehidupan pernikahan ya. Aku nikah aja masih beberapa bulan lagi, belum ngalamin sendiri," seru Ryujin menutupi gugupnya.

Pertama kali setelah lebih dari dua puluh tahun, Renjun bisa tertawa lepas. Yang benar-benar lepas, bukan tawa yang terlihat tulus padahal sesungguhnya bukan.

Karena seorang Shin Ryujin.

Tidak tahu mengapa, melihat kegugupan Ryujin kini menjadi hiburan tersendiri bagi Renjun. Sekaligus membuat Renjun bernafas lega. Dari perkataannya barusan, Ryujin terlihat yakin dengan hubungannya.

Sehingga kemungkinan Renjun dan Ryujin memiliki sesuatu lebih dari hubungan pembimbing dan pupilnya, hanya karena sebuah ciumaan, akan mendekati angka nol persen.

Alias mustahil.

Tapi apakah benar hubungan platonik mereka akan bertahan seperti itu kedepannya?

Hanya waktu yang bisa menjawab.

"Hahahaha iya iya, enggak bakal aku nanya soal pernikahan! Entar sesat yang ada," cibir Renjun, kembali berbicara santai seperti bagaimana pria itu sebelumnya.

Ryujin merasa lega sekaligus kesal saat mendengar cibiran Renjun. Lega karena pria itu membuang formalitas dengan kembali menggunakan aku-kamu sekaligus kesal karena baru juga kecanggungan hilang, sudah menyindir saja mulut pedas pembimbingnya itu.

Dosa tidak ya menyumpal mulut Renjun dengan pasir pantai yang berjarak beberapa jengkal saja dari raihan tangan Ryujin?

"Dokter nih! Aku serius ya, kalau emang mau curhat ya curhat aja! Enggak bagus tahu memendam beban tuh. Kalau bisa dibagi ya dibagi. Aku tebak, pasti dokter juga enggak pernah cerita sama Saeron-unnie, Hyunjin-ssi, dan Jaemin-sunbae?" cerocos Ryujin.

"Iya, iya Jin. Lain kali aku curhat deh sama kamu, tapi gratis ya," ucap Renjun meladeni.

"Oh ya enggak bisa! Tadi saja dokter belum bayar makan di restauran penginapan ya! Aku tahu yang bayar, ganti rugi lah," tolak Ryujin.

"Ya elah perhitungan banget sih nih orang," cibir Renjun.

"Kalau dokter enggak mau bayar, berarti dokter harus lulusin aku ya entar. Tanpa pengecualian!" tantang Ryujin.

"Yee seenak jidat aja! Ngelanggar kode etik yang ada aku kalau main lulusin kamu tanpa kualifikasi yang jelas. Lagipula, masa nyogok aku cuma pakai makanan. Duit lah Jin, masa keturunan Shin Architect cuma bisa offer makanan," provokasi Renjun.

"Ih dokter kan udah kaya raya! Masa masih butuh duit! Lagian kok tahu sih aku anak yang punya Shin Architect?" sungut Ryujin.

Renjun reflek menoyor kepala Ryujin dengan telunjuk, membuat si wanita ingin melanjutkan omelannya. Namun terbungkam oleh perkataan Renjun.

"Ya tahu lah! Orang diceritain sama Hyunjin, setelah beres ngurusin Jisung waktu ini. Bawahan appa kamu kan?"

"Ah iya juga! Tapi ya enggak ditoyor juga kepala aku!" protes Ryujin.

"Okay, okay! I am sorry for that," ucap Renjun sambil menahan tawa. Mengerjain Shin Ryujin kini menjadi hiburan tersendiri bagi Hwang Renjun.

Renjun bangkit dari duduknya, lalu mengulurkan tangan kanannya pada Ryujin. Tangan kirinya penuh karena menggenggam gitar. Ryujin menatap pembimbingnya bingung.

"Ayo bangun! Udah terlalu malam, entar kamu masuk angin terus sakit. Aku malas ngurusin kamu lagi kayak tadi siang."

"Dokter enggak ikhlas ya nanganin aku?" sungut Ryujin, namun tetap saja meraih uluran tangan Renjun yang hendak membantu si wanita berdiri.

"Ikhlas! Cuma lain kali kalau kenapa-napa kamu cari dokter lain aja, jangan nyusahin aku!"

Renjun dengan santai menarik tangan Ryujin, membuat wanita itu berdiri. Lalu reflek memasukkan tangan Ryujin ke dalam saku jaket parasut miliknya, menggenggam tangan Ryujin. Membuat si wanita menatapnya heran.

"Jangan geer dulu. Aku cuma miris aja lihat jaket kamu, bagus tapi sakunya cuman seukuran setengah amplop angpao. Ga bisa dipakai buat menghangatkan tangan kamu kalau anginnya kayak gini," ucap Renjun sebelum Ryujin berpikir yang tidak-tidak.

"Ya tapi secara enggak langsung aku selingkuh dong dari calon suami aku dok. Masa aku pegangan tangan sama dokter, kayak jomblo aja," seru Ryujin.

"Ye dasar otak drama! Kalau kamu sakit, selain aku repot, aku juga enggak bisa bebas babuin kamu," canda Renjun.

"Jadi tujuan dokter baik sama aku karena biar bisa babuin aku gitu? Wah jahat banget kamu dok!" omel Ryujin.

Keduanya pun asik berdebat selama perjalanan dari pantai menuju penginapan, dengan genggaman tangan diam anteng di dalam saku jaket tipis Renjun.

"Udah nih! Sana masuk!"

Renjun melepas genggamannya saat tiba di depan pintu kamar Ryujin. Mengusir Ryujin untuk masuk ke dalam dengan gerakan tangan.

"Oh iya, kata kamu tadi Saeron sama Jungwoo-hyung nyariin aku kan? Bilang sama Saeron kalau aku enggak kenapa-napa, cuma cari angin. Pemberitaan tadi cuma bikin aku emosi sesaat saja," lanjut Renjun.

Pria itu sudah berbalik, ingin kembali menuju kamarnya. Namun perkataan Ryujin menghentikan langkahnya.

"Dokter bakal nyelesaian masalah dokter kan? I mean, eventhough you are far from home now, you could mend everything from here right?"

Ryujin tahu pertanyaan yang ia keluarkan terkesan lancang. Tapi wanita itu merasa Renjun mulai terbuka padanya, sehingga tak ada salahnya kalau ia beropini sebagai seorang teman.

Mereka sekarang teman kan?

Renjun tidak berbalik. Namun balasan yang keluar dari mulut Renjun sukses membungkam Ryujin sekali lagi malam itu. Suara pria itu terkesan berbeda dibanding dengan saat mereka mengobrol di pantai tadi.

"Just mind your own business Shin Ryujin! Just because we decided to break that awkward atmosphere and I opened myself to you, bukan berarti kamu ada hak untuk bertanya soal sesuatu yang bukan urusan kamu," ucap Renjun dingin.

Dan setelahnya berjalan meninggalkan Ryujin yang berdiri mematung di depan kamar. Tanpa menyadari bahwa perkataannya membuat Ryujin hampir menitikan air mata.

Perkataan Renjun menyakiti perasaan Ryujin. Rasanya seperti mendapat penolakan dari temannya sendiri. Tak ayal, air mata pun jatuh perlahan membasahi pipi Ryujin.

Tapi mengapa juga Ryujin merasa seperti itu? Bukannya omongan pedas Renjun sudah menjadi makanan sehari-hari?

Lalu mengapa sekarang Ryujin menangis?

Haiiiiiii!!!!!!

Aku update spesial karena Renjun dan Chenle buka akun Weibo 😭😭😭 Sebenarnya berharap mereka bikin akun Instagram sih, tp ya udahlah gpp, penting dapet updatean dari mereka berdua udah seneng 🤭

revised on 2020/08/24

Continue Reading

You'll Also Like

8K 692 17
Dengan berbagai macam latar belakang, entah itu sifat, usia, tujuan hidup ataupun kisah cinta mereka. Perbedaan ini tak membuat mereka kehilangan ara...
719K 34.3K 39
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
17.5K 2.3K 39
Terjebak antara dua pilihan, cinta atau keluarga. Hal tersulit itu kini menghampiri kehidupan seorang Kwon Yuri. Ibu tunggal dari seorang remaja SMA...
543 73 7
Kata "Innefable" memiliki arti tak terkatakan atau tak terlukiskan seperti ketika Aku mendeksripsikanmu -Adhelard Chevalier