verrückt | renryu ✔

By peisinoehina

80.9K 7.4K 1.7K

Deep down we realize that this disgusting secret will slowly kill us and the other, but we cannot hold back w... More

disclaimer
introduction
prolog
1. their story
2. each other's owner
3. first of everything
4. intimidating
5. being hit
6. did it
8. departure
9. side to side
10. stabbed
11. dinner
12. gift from hell
13. beach talk
14. definition of love
15. suddenly
16. avoidance
17. finding out
18. sin
19. result
20. hangout
21. confrontation
22. second time
23. hell pills
24. a date
25. catasthrope
26. the plan
27. complicated
28. grudge
29. accident and the effect
30. another fact
31. deeper
32. fatal
33. chaos
34. solution
35. apology
36. probability
37. the real twist
38. back again
39. will you?
40. went through
epilog
closing
bonus: peace
bonus: interview (1)
bonus: interview (2)
bonus: interview (3)
real closing
promotion

7. volunteering

1.4K 156 66
By peisinoehina

"Arghh!" teriak Renjun kesal.

Pria itu menumpahkan seluruh emosinya dengan berteriak. Untung saja taman rumah sakit di lantai tujuh tersebut masih sepi. Taman yang sama dengan lokasi tangga di mana Jisung terjatuh kemarin.

"Ya ampun! Sampai teriak-teriak gitu sih Jun," goda Jaemin, menyodorkan kopi dalam kemasan kaleng yang ia beli di cafe bawah.

Ryujin sendiri sibuk menyeruput vanilla latte miliknya. Netra si wanita mengedar, takjub dengan desain taman Jiju Seoul Medical Centre itu. Siapapun arsitek rumah sakit ini, mereka berhasil mengeksekusi taman di atas gedung dengan sangat baik. Ryujin rasa ia akan betah memanfaatkan waktu luangnya dengan bersantai di sini.

"Bete. Sudah dibilang diagnosis aku bener, masih aja enggak percaya. Eunwoo-hyung lagi, pingin aku tonjok aja muka dia tadi beres nyuntik tensilon," keluh Renjun.

Pria itu lalu mengambil kaleng kopi dari tangan Jaemin. Membukanya cepat dan langsung meneguk kopi dingin di dalamnya, membasahi tenggorokan. Setelah habis, ia langsung meremukkan kaleng dan melemparnya ke tempat sampah.

Sementara Jaemin dan Ryujin sudah duduk di kursi terdekat, dengan Renjun yang masih berdiri sambil berkacak pinggang.

"Ya sudah sih santai. Juga sudah selesai kan, kamu berhasil nentuin diagnosisnya. Pasien juga sudah diurus Shinhye-noona sekarang," ucap Jaemin berusaha menenangkan sahabatnya.

"Enggak bisa Jaemin! Aku juga masih kesal ya sama si tua bangka. Ngapain juga jaksa sinting itu diladenin? Emang kenapa kalau anaknya sakit? Kita harus baik sama itu jaksa? Ya baik sama anaknya aja lah, kok ribet," gerutu Renjun.

Ryujin yang mendengar gerutuan Renjun seketika tertawa. Lucu saja melihat dokter sekelas Renjun mengomel bak anak kecil.

"Ngapain kamu ketawa Ryujin? Emang aku lagi ngelucu? Lagi kesal ini!" teriak Renjun mendengar suara tawa Ryujin.

Bukannya takut, Ryujin semakin keras tertawa. Tawanya menular, membuat Jaemin juga ikut tertawa. Muka Renjun kian masam, dia sedang marah namun malah ditertawakan oleh dua orang di hadapannya.

"Lanjut aja lagi ketawanya, enggak aku lulusin kalian," ancam Renjun.

Tawa Jaemin dan Ryujin berangsur berkurang. Masih saja cekikikan. Cuma ditahan agar si Renjun tidak tambah murka.

"Dokter ngancamnya gitu banget sih. Enggak seru," ucap Ryunjin, lebih berani mencari celah saat berbicara dengan pembimbing yang ia plintir tangannya kemarin.

"Emang gitu Jin. Untung enggak dibarengi umpatan, lebih serem soalnya," seru Jaemin.

Renjun langsung saja memiting leher Jaemin dengan lengannya, membuat sahabatnya terbatuk.

"Anjing! Ya enggak gini juga Jun," pekik Jaemin sembari memukul lengan Renjun yang melingkar erat di lehernya.

"Ryujin, kamu lapor aja ke Jungeun-noona dan Sihyeon-noona soal Jisung. Jungeun-noona suruh pulang, bilang aku yang nyuruh. Sihyeon-noona suruh terima pasien. Buat visite, suruh Heejin hubungin Lee Seyoung-uisanim. Harusnya Lee-uisanim sudah balik dari US, jadi bisa mimpin visite hari ini. Aku mau bikin perhitungan dulu sama ini orang," titah Renjun.

"Baik dok."

Ryujin berdiri dan membungkukan badannya. Setelahnya wanita itu beranjak, tidak mempedulikan Jaemin yang menatapnya memelas meminta pertolongan untuk dilepas dari pitingan Renjun. Bukan tidak peduli sih, tapi lebih ke tidak ingin ikut campur dengan urusan dua pria itu.

Setelah Ryujin hilang dari pandangan, barulah Renjun melepas pitingannya dari leher Jaemin. Jaemin terbatuk akibat perlakuan Renjun padanya.

"Bangsat kamu Jun!" teriak Jaemin setelah berhasil melewati fase terbatuk akibat pitingan Renjun yang tidak manusiawi.

Renjun sendiri tak membalas. Pria itu mengacak rambutnya kasar sembari mendudukkan tubuhnya di samping Jaemin, tempat yang sebelumnya diduduki oleh Ryujin.

Tangan Renjun merogoh saku kanan bawah jas dokternya, mengeluarkan sekotak rokok dan pemantiknya dari dalam sana.

Niatnya menghilangkan penat dengan menghisap satu atau dua batang rokok sebelum kembali bekerja. Namun Jaemin cepat sadar dan tanggap mengambil kotak rokok dan pemantik dari tangan Renjun saat pria itu hendak membuka kotak rokok.

"Jaem...," protes Renjun saat barangnya diambil.

"First of all, we are in a holy hospital Hwang Renjun!" pekik Jaemin, seakan memperingati Renjun kalau merokok di area rumah sakit adalah tindakan hukum kelas berat.

Merokok di rumah sakit itu memang dilarang, ada landasan hukumnya. Siapapun yang melanggar, maka harus siap membayar denda dan berakhir dibalik jeruji besi.

Untung saja mereka duduk di bagian tengah taman yang jauh dari jangkauan cctv. Kalau tidak, Renjun pasti akan dipanggil oleh jajaran pemimpin rumah sakit untuk mengikuti diciplinary hearing  karena secara 'sengaja' berusaha melanggar aturan rumah sakit.

"Kedua, kamu tuh udah lama berhenti. Ngapain masih nyimpen beginian," omel Jaemin sembari memasukkannya ke dalam saku jasnya.

Inginnya langsung dibuang saja ke tempat sampah. Tapi mengingat merokok dilarang keras penggunaannya di rumah sakit dan akan menimbulkan tanda tanya apabila sampah rokok terbuang di tempat sampah, Jaemin memutuskan untuk menyimpannya terlebih dahulu.

Jaemin akan buang nanti saat makan siang bersama Hina di restauran pizza di luar area rumah sakit. Renjun harus berterima kasih sahabatnya itu masih mau menyelamatkan hidupnya dari kematian akibat tembakau dan juga dari omelan jajaran pimpinan rumah sakit.

"Berhenti bukan berarti aku enggak bisa balik Jaem. Pusing ah!" seru Renjun mengacak rambutnya, lalu menyandarkan tubuhnya pada kursi kayu yang mereka duduki.

"Aku bingung deh asli. Kamu tuh musingin apa? Masih soal Jisung? Atau apaan?" tanya Jaemin penasaran.

Soalnya Jaemin tidak menemukan alasan kenapa Renjun merasa pusing ketika satu beban paling krusial sudah terangkat dari pundaknya.

"Nah itu! Aku juga ga tahu. Balik aja deh aku bantuin kak Sihyeon," balas Renjun yang langsung bangkit menuju pintu gedung.

"Woy! Kamu pulang aja napa!" teriak Jaemin menyarankan sang sahabat, mengingat Renjun belum pulang sejak semalam.

Bahkan pakaian di balik jas pria itu masih sama, menandakan untuk mandi di kamar mandi rumah sakit dan berganti pakaian pun pria itu tidak sempat.

Tapi yang namanya Hwang Renjun mana peduli dengan hal seperti itu. Pokoknya kalau kalian merasa Renjun bekerja terlalu keras di saat harta pun tidak akan habis tujuh turunan, ingat pada prinsip Renjun kalau pasien adalah hal utama dalam hidupnya.

Tidak ada yang lain.

Sebulan berlalu sejak Ryujin, Chaeryeong, Chenle memulai masa residensi mereka di Jiju Seoul Medical Centre. Tentunya bukan satu bulan yang mudah, terutama bagi Ryujin dan Chenle yang berada dibawah bimbingan Renjun dan Jungeun.

Dokter Kim Jungeun mungkin tidak se-'dewa' dokter Hwang Renjun dalam pekerjaan, namun bukan berarti cara kerja wanita itu terkesan santai. Kegigihan dokter Kim lah yang membuat beban dokter residen di bawahnya tidak ada bedanya dengan berada di bawah bimbingan dokter Hwang.

Eh bukan berarti Sihyeon tidak ada apa-apa dibandingkan dengan kedua dokter itu ya. Sihyeon sendiri termasuk dokter yang paling banyak menangani pasien dibandingkan dengan Renjun dan Jungeun. Jika Renjun dan Jungeun berfokus pada diagnosis, Sihyeon justru lebih fokus pada perkembangan pasien untuk sembuh. Membuatnya menjadi dokter yang memimpin visite setiap harinya.

Kecuali jika ia harus giliran menerima calon pasien dan pasien rawat jalan di departemen, akan ada dokter Lee Seyoung dan dokter Hwang Hee yang akan menggantikan.

Dokter Lee dan dokter Hwang adalah dokter senior, namun tidak lebih senior daripada dokter Hwang Chansung yang merupakan ayah kandung Renjun.

Kalau diurutkan akan jadi seperti ini, dokter Hwang Chansung adalah dokter anestesi terbaik di Jiju Seoul Medical Centre, lalu diikuti oleh dokter Lee Seyoung dan dokter Hwang Hee yang merupakan saudara sepupu Renjun.

Dibawahnya baru ada Renjun, Jungeun, dan Sihyeon. Mereka adalah dokter generasi muda yang memegang tanggung jawab atas departemen dan juga dokter residen serta koas yang berasal dari SNU dan Yonsei University.

Makanya kalian akan sangat sulit menemukan Chansung, Seyoung, maupun Hee di ruang diskusi karena mereka lebih sering terima hasil diagnosis dari Renjun, Jungeun, atau Sihyeon. Selain itu, mereka lebih fokus pada penelitian kerja sama dengan organisasi kesehatan dunia. Tetapi menemukan mereka di ruang operasi bisa jadi lebih mudah.

"Aku cari tempat duduk ya," seru Chaeryeong yang sudah mendapatkan menu favoritnya di kantin hari ini, di atas baki makanan.

"Gabung aja sudah sama Chenle dan Yireon-unnie. Tuh kosong depan mereka," tunjuk Ryujin yang tengah mengambil kemasan susu kedelai dengan memiringkan dagunya ke arah meja sepasang kekasih itu.

"Okay," balas Chaeryeong.

Beres dengan urusannya, Ryujin pun mengikuti langkah kaki Chaeryeong menuju meja di pojokan kantin. Pintar juga Chenle mengambil tempat, karena dinding pojokan kantin tidak berbahan dasar bata melainkan lapisan kaca tebal yang menampilkan pemandangan dari luar gedung rumah sakit.

"Hai Le, unnie, kita numpang ya!" seru Chaeryeong yang langsung duduk sebelum Chenle maupun Yireon mengiyakan.

Beda dengan Ryujin yang langsung saja duduk tanpa meminta ijin terlebih dahulu. Toh sudah ada Chaeryeong yang mewakilkan niatnya bertanya.

"Kenapa enggak cari meja lain aja sih? Ganggu banget tahu enggak?" omel Chenle karena waktu berduaan dengan kekasihnya terganggu.

"Pelit banget sih Le. Unnie aja santai," seru Chaeryeong yang dijawab dengan senyuman oleh Yireon.

"Jangan egois kamu. Yang mau makan di sini banyak, enggak kamudoang. Masih untung kita yang duduk sini, kalau yang duduk di sini malah orang yang kamu enggak kenal, mana enak pacarannya," tambah Ryujin yang tengah menyuap nasi dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya sibuk menggulir layar ponsel.

"Udah enggak apa-apa. Abis makan kita ke taman aja," ucap Yireon sebelum Chenle kembali protes.

"Enggak mau ah, di situ banyak pasien Yi," gerutu Chenle.

"Bukan taman yang di lantai tujuh, tapi yang di lantai paling atas, di rooftop. Belum pernah kesana kan? Cuma pegawai sini aja yang bisa masuk, jadi harusnya enggak ramai," terang Yireon.

"Ah! Padahal aku tuh pingin ngelepas penat sama pacar, eh ketemunya kalian. Kayak enggak punya pacar aja kalian," cibir Chenle.

"Kalau Haechan-oppa bisa dengan cepat ke sini, aku pasti makan sama doi di luar," balas Chaeryeong.

"Nah bener tuh. Haechan-oppa yang cuma sekretaris bos aja ga bisa keluar, apalagi Jeno-oppa yang bosnya Haechan-oppa. Sibuk mulu mah mereka berdua," tambah Ryujin yang kini mulai fokus pada makanan dan obrolan.

"Tapi kalian hebat loh bisa tahan sama manusia super sibuk kayak pacar kalian. Terutama kamu Jin, pacaran sama CEO sekaligus pendiri LJN Entertainment. Sudah ganteng, mapan, kurang apa lagi coba?" potong Yireon.

"Enak ya muji cowok orang lain di depan cowok sendiri," sindir Chenle.

"Kamu tetap aku sayang kok, ga usah khawatir," ucap Yireon sembari mengedipkan mata.

"Ya mau ganteng kek, mapan kek, kalau enggak punya waktu buat pacarnya mah apa bedanya," gumam Ryujin dengan nada sedih.

Pasalnya sudah dua minggu ini Ryujin belum bertemu dengan Jeno. Pria itu bahkan belum ada mengiriminya pesan dalam kurun waktu tiga hari. Lebih parahnya, pesan Ryujin yang terakhir belum dibalas sejak tadi pagi. Di telepon pun Jeno tidak mengangkat. Mau mendatangi apartemen pria itu pun tidak sempat. Membuat Ryujin kesal bukan main.

Belum lagi Ryujin harus berhadapan dengan Renjun yang semakin hari semakin banyak maunya. Berada di bawah bimbingan dokter satu itu sulitnya minta ampun.

Penyakit yang ditangani oleh Renjun selalu penyakit-penyakit langka yang tidak banyak referensinya. Mau tidak mau, tidak hanya referensi berbahasa Korea saja yang Ryujin baca. Referensi berbahasa Inggris dan berbahasa Jepang pun harus ia baca, mengingat Ryujin pernah memasukkan nilai kualifikasi bahasa Jepang ke dalam curriculum vitae saat melamar sebagai dokter residen ke Jiju.

Seperti pagi ini, sudah ada 7 referensi berupa jurnal berbahasa Jepang yang ia baca serta ia sampaikan isinya pada Renjun, namun pria itu belum juga puas. Diagnosis pun terpaksa berhenti di tengah karena terbentur jam istirahat.

"Suntuk banget kayaknya Jin," tegur Yireon.

"Ya gitu lah kak. Kepala aku pusing habis baca campuran hiragana, katakana, sama kanji. Pembimbing aku mau bunuh aku perlahan kayaknya," balas Ryujin sekenanya.

"Baru juga sebulan Jin. Jaemin-sunbae loh udah tiga tahun lebih tuh dibimbing Hwang-uisanim," seru Chenle.

"Nah itu yang jadi pertanyaan aku sekarang. Kok bisa sih sunbae tahan dibimbing sama itu orang? Aku aja rasanya semaput," keluh Ryujin.

"Enggak usah jauh-jauh. Aku juga gitu. Kim J-uisanim tuh 11 12 sama Hwang-uisanim. Bedanya Hwang-uisanim pintar, kalau Kim J-uisanim gigih. Doi lagi ngejar gelar profesor tahun ini. Jadinya capek juga aku," keluh Chenle.

"Chaeryeong doang yang enak, kerjaan visite mulu. Paling ikutan bikin diagnosis pas diskusi satu departemen," cibir Chenle setelah menyelesaikan curhatannya.

"Sembarangan kalau ngomong! Aku justru bosan ngelihatin pasien mulu setiap hari. Bayangin deh, ini rumah sakit ada 20 lantai. Lantai 19 ruang VVIP, dua lantai dibawahnya VIP, tiga lantai selanjutnya Suite Room, dan seterusnya. Ditambah kalian tahu sendiri kalau dokter anestesi tuh visite-nya bareng sama dokter spesialis lain. Yang murni pasien kita tuh benar sedikit, tapi yang diperiksa tetap saja banyak. Makanya Sihyeon-uisanim jarang ada di departemen kalau bukan jam istirahat atau giliran nerima pasien," protes Chaeryeong.

Dan tanpa sadar ketiganya menghembuskan napas kasar, membuat Yireon tertawa pelan.

"Jalanin saja, baru juga sebulan. Aku apa kabar yang sudah masuk tahun ketiga. Enggak di departemen kalian doang gitu, di departemen aku juga ada dokter kayak pembimbing kalian. Kwon Nara-uisanim namanya, emang sih keahlian operasi doi ga perlu diraguin. Tapi sebelum operasi dilaksanakan, lama banget prosesnya. Kalau hasil diagnosis enggak benar, ya enggak jalan operasinya," cerita Yireon.

ting, ting, ting

Suara ponsel berdenting tiba-tiba terdengar memenuhi kantin. Banyak orang langsung membuka ponsel mereka. Sebuah notifikasi muncul pada aplikasi resmi milik Jiju Seoul Medical Centre.

Begitu pula dengan Ryujin, Chaeryeong, Chenle, dan Yireon yang kini meraih ponsel mereka untuk melihat notifikasi apa yang dikeluarkan oleh pihak rumah sakit.

"Oh? Jadwal relawan udah keluar?" seru Yireon.

"Eh? Relawan gimana kak?" tanya Ryujin penasaran karena baru kali ini ia mendengarnya.

"Jadi gini, Jiju kan kerjasama-nya tuh sama Johns Hopkins dan WHO. Jadi ada program rutin tahunan buat jadi relawan medis ke wilayah pelosok dunia yang membutuhkan pertolongan medis. Bisa karena masalah umum seperti kekurangan gizi, bahkan sampai masalah besar seperti wabah. Ada yang enam bulan sekali juga sih, tapi yang itu lebih ke pemeriksaan kesehatan gratis di pelosok Korea Selatan," terang Yireon.

"Kalau yang ini kak?" Tanya Chaeryeong.

"Ada logo WHO, berarti yang tahunan," balas Yireon.

"Gini ini berarti kita daftar dulu ya yang?" Tanya Chenle.

"Enggak ada daftar. Udah ditentuin sama rumah sakit siapa saja yang berangkat, mulai dari dokter, perawat, sampai residen pun pasti dapat jatah. Buat residen pun enggak ngelihat udah residen tahun keberapa, bisa jadi kalian malah kepilih. Coba gulir, siapa tahu nama kalian kesebut. Nama aku sih enggak ada, karena tahun lalu aku udah jadi relawan ke Argentina," terang Yireon.

"Nama aku.....enggak ada!" pekik Chaeryeong yang terlihat senang.

"Nama aku juga enggak ada," seru Chenle.

Ryujin sendiri masih fokus melihat deretan nama peserta relawan yang akan bertugas di semenanjung Vietnam itu. Dari yang Ryujin baca pada halaman pertama, kegiatan tahun ini adalah membantu menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang bersarang pada tubuh mantan pejuang perang.

Sebuah bakteri bernama Burkholderia pseudomallei¹ yang lebih sering diketahui sebagai penyakit Melioidosis¹ atau Whitmore's Diseases¹. Bakteri tersebut menyebar di tengah perang Vietnam, yang dimana tanah dan air pada lokasi perang terkontaminasi oleh bubuk mesiu dan bahan kimia lain yang digunakan sebagai perkakas perang. Ketika menyerang tubuh manusia maupun hewan, bakteri tersebut memiliki masa inkubasi yang sangat panjang dan berbeda-beda untuk setiap penderita. Bakteri bisa bertahan di tubuh mereka lebih dari empat puluh tahun sebelum akhirnya menunjukkan gejala.

Ryujin menemukan nama Renjun pada bagian atas tabel, membuatnya was-was. Kalau nama pembimbingnya ada di sana, bisa jadi nama Ryujin akan tertera pada pengumuman berupa file pdf tersebut.

Dan benar saja, nama Ryujin tercantum pada tabel dokter residen. Itu artinya Ryujin harus ikut sebagai relawan, pergi ke Vietnam yang dijadwalkan untuk berangkat minggu depan. Ryujin akan menetap selama tiga minggu di sana.

"Nama aku ada nih, nama pembimbing aku juga," ucap Ryujin lesu.

"Semangat ye! Padahal kalau cuma Hwang-uisanim yang berangkat, enak kamu tiga minggu ga diurus," ucap Chenle.

"Eh iya, kok nama Jaemin-sunbae enggak ada ya? Kan dia bimbingan Hwang-uisanim juga," seru Ryujin saat sadar tak ada nama Jaemin pada tabel.

"Oh Jaemin-sunbae ya? Aku lupa bilang tadi, kalau residen tahun terakhir enggak bakal dipilih soalnya mereka diharuskan fokus kelulusan sama ujian dokter spesialis," ucap Yireon sembari menunjukkan giginya.

Sebenarnya di hati kecilnya, Ryujin sempat senang ketika nama Renjun tertera di tabel. Kiranya ia akan terbebas dari jeratan maut si pembimbing. Tapi takdir berkehendak lain, namanya juga terseret. Yang membuatnya harus kembali berhadapan dengan Renjun.

Ucapkan selamat pada Ryujin karena ia akan kembali bergulat pada kejamnya kehidupan di bawah titah sang pembimbing.

Jas, dasi, kemeja, celana kain, gaun, sepatu kulit hingga heels tersebar berantakan di lantai. Sebuah tas keluaran Michael Kors, dompet dan ponsel juga tergelatak begitu saja di antara hamparan pakaian.

Dua insan yang merupakan pemilik barang-barang tersebut seakan tidak peduli. Keduanya tengah sibuk bergulat di tempat tidur, dengan pihak wanita berada di atas pangkuan pihak pria.

Mendesah hebat kala si pria dengan lihai memberi tanda merah keunguan pada leher, bahu, dan bagian payudara si wanita yang tidak tertutup oleh kain brassiere berwarna hitam yang masih melekat pada tubuhnya.

Si pria berniat melepas atasan yang menutupi aset indah si wanita ketika sebuah gangguan datang menghampiri.

🎵 Beethoven Revolution🎵

Sebuah panggilan masuk ke ponsel si pria. Namun bukannya menghentikan aktivitas, si pria malah bergerak melepas brassiere yang melekat dan dengan brutal meninggalkan bekas pada payudara si wanita.

"Oppa, ahh, berhenti dulu. Itu ada telepon...ahhh," potong si wanita dalam keadaan mendesah.

Si pria yang diketahui bernama lengkap Lee Jeno itu mengerang kasar. Mendorong tubuh si wanita telentang ke tempat tidur dan bangkit untuk mencari ponsel di antara serakan pakaian di lantai.

Namun suara dering ponsel mati tepat saat mata Jeno menemukan di mana letak ponselnya berada. Walaupun merasa kesal karena kegiatan panasnya diganggu, Jeno tetap mengambil ponselnya.

Terdapat satu panggilan tak terjawab dari seseorang yang tidak begitu Jeno pedulikan eksistensinya. Seseorang itu juga mengirim beberapa pesan padanya.

Jeno mendecih saat membaca rentetan pesan dari Ryujin, wanita yang akan ia nikahi dalam waktu dekat.

"Siapa? Ryujin?" tanya wanita di tempat tidur yang kini mendudukkan tubuhnya.

"Ya, si wanita bodoh," ucap Jeno santai, mematikan layar dan melempar ponselnya asal tanpa membalas pesan dari Ryujin. Toh ia bisa membeli ponsel baru apabila barang pipih itu rusak.

Jeno memutuskan kembali ke tempat tidur dan melanjutkan kegiatan menjamah si wanita di bawah kungkungan tubuh atletisnya.

"Oppa serius mau lanjutin ini? Kalau orang-orang, terutama orang tua kamu tahu kalau kita masih terikat hubungan pernikahan, bisa gagal semua rencana kamu ini," ucap si wanita memperingati.

"Don't ever ask about the plan babe! All those people have to feel the same pain that you have been hold for years. I do this for you," balas Jeno.

"But...,"

Jeno tidak memberi kesempatan wanita itu untuk menyuarakan isi pikirannya. Saat ini, ia tidak ingin memikirkan apapun selain membuat wanitanya merasakan kenikmatan terbaik dunia.

[1] Whitmore's disease: lebih sering disebut sebagai melioidosis, penyakit ini disebabkan oleh bakteri bernama Burkholderia pseudomallei yang biasanya ditemukan pada air dan tanah yang terkontaminasi zat kimia. Penyakit ini menyerang manusia dan hewan apabila terdapat kontak langsung dengan sumber kontaminasi. Banyak ditemukan di wilayah Asia. (Centers for Disease Control and Prevention)

Hai semua!

Seperti janji aku di chapter sebelumnya kalau hari ini aku bakal tetap update chapter 7. Pada kaget ga kalau Jeno sebenarnya udah punya istri? Kira-kira apa sih alasan Jeno mau nikah sama Ryujin di saat dia sendiri udah punya istri? Apa yang tengah Jeno rencanakan ya?

Makin penasaran ga? Selamat menunggu ya kalau gitu 😉 Soalnya konflik-nya belum dimulai, jadi kalian harus sabar untuk tahu seperti apa sosok Jeno sebenarnya.

Eh, kalian penasaran juga ga sama karakter Miyeon di sini? Kira-kira Miyeon bakal kayak apa ya orangnya?


Yang jelas aku ga bakal spoiler, jadi kalian bebas berspekulasi. So, happy reading all! 💚

P.S. Judul lagu yang aku jadiin nada dering ponsel Jeno bisa kalian dengerin di playlist Spotify yang aku buat, untuk link-nya: intip.in/verruckt2020

revised on 2020/08/23

Continue Reading

You'll Also Like

156K 19.5K 26
❝semua orang pantas menarik perhatiannya, namun tak semua orang pantas mendapatkan nya sebaik diriku.❞ ⸺ aespa x 00 line nct dream pairing; ───── ❝...
5.7K 632 25
Sebuah pertemuan, pasti berakhir perpisahan.. Ada kala nya kita, demi sebuah hal.. Harus melakukan sebuah pengorbanan Reanna Aliesha Utomo Adelio Eva...
4.3K 1.5K 17
[on going] Terimakasih sudah bertahan walau tertekan! Setidaknya ada usaha untuk tetap Ada. Walau kadang rasa ingin menghilang itu muncul tiba-tiba...
13.2K 1.7K 20
[Complete] Your dazzling smile melts the cold heart of mine. Jaeminjeong fanfiction (Hanya cerita random) [Vote dan Comment sangat berarti untuk pen...