verrückt | renryu ✔

By peisinoehina

80.9K 7.4K 1.7K

Deep down we realize that this disgusting secret will slowly kill us and the other, but we cannot hold back w... More

disclaimer
introduction
prolog
1. their story
2. each other's owner
3. first of everything
5. being hit
6. did it
7. volunteering
8. departure
9. side to side
10. stabbed
11. dinner
12. gift from hell
13. beach talk
14. definition of love
15. suddenly
16. avoidance
17. finding out
18. sin
19. result
20. hangout
21. confrontation
22. second time
23. hell pills
24. a date
25. catasthrope
26. the plan
27. complicated
28. grudge
29. accident and the effect
30. another fact
31. deeper
32. fatal
33. chaos
34. solution
35. apology
36. probability
37. the real twist
38. back again
39. will you?
40. went through
epilog
closing
bonus: peace
bonus: interview (1)
bonus: interview (2)
bonus: interview (3)
real closing
promotion

4. intimidating

1.5K 173 30
By peisinoehina

"Argh!" teriak Renjun.

Rasanya saraf di sepanjang tangan Renjun akan putus dalam hitungan detik akibat dipelintir oleh wanita yang tidak dikenalnya itu.

"Ryujin!" teriak Chaeryeong, Chenle, dan dokter residen yang lain.

Jungeun dengan sigap meletakkan cup teh di atas counter dan melepas cengkraman Ryujin pada tangan Renjun. Tapi bukan berarti rasa sakit yang menjalar keseluruh tubuh Renjun menghilang. Pergelangan tangannya sakit dan tangannya kaku sementara, sedikit sulit untuk digerakkan.

"Jun, yang mana sakit?" Tanya Jungeun.

"Nanya lagi! Ya tangan aku lah!" balas Renjun ketus.

Netra Renjun tidak sengaja bersirobok dengan netra wanita gila yang memelintir tangannya. Tatapannya menjadi dingin, tatapan yang tidak pernah Renjun tunjukkan sebelumnya. Renjun terkadang terlihat dingin, tapi tidak pernah sedingin itu. Seakan-akan siap untuk melahap siapa pun yang ada di depan matanya.

"Ryujin, minta maaf sana," ucap Minjoo, mendorong tubuh Ryujin pelan menggunakan siku.

"Lah ngapain? Dia yang tadi enggak sopan sama Jungeun-uisanim!" seru Ryujin.

"Serius, kamu minta maaf gih! Bisa didepak kamu, doi yang punya rumah sakit ini," bisik Lia.

"Yang punya rumah sakit ini kan Hwang Chansung-uisanim," balas Ryujin yang masih juga tidak paham dengan keadaan.

Residen lain mendesah mendengar jawaban Ryujin. Ternyata tidak hanya dokter-dokter di departemen mereka yang tidak waras, Shin Ryujin pun tidak waras.

Renjun sendiri akhirnya paham kalau wanita dihadapannya ini adalah residen baru dan sepertinya tidak mengetahui dengan pasti siapa saja orang-orang di bawah Departemen Pain Management, hingga dengan santai menyakiti tangannya. Padahal dia dan Jungeun sudah biasa berinteraksi seperti itu.

"Oh, kamu anak residen baru ya? Hani-noona, boleh aku lihat datanya?"

"Nih!" potong Sihyeon, karena memang wanita itu yang membawa tab berisi data dokter residen baru. Tadi ia minta dari Hani sebelum memulai pengarahan.

Renjun mengambil tab dari tangan Sihyeon, lalu sibuk membaca tiga data dari residen baru. Menahan tab di lengan bagai membawa buku pada tangan kirinya karena area pergelangannya masih sedikit nyeri, menggulir layar dengan jari tangan kanan.

"Ah! Kamu Shin Ryujin?" tanya Renjun tegas.

Pria itu menunggu jawaban sembari mengembalikan tab ke tangan Sihyeon yang memilih diam sejam Renjun berbicara. Begitu pula dengan Jungeun. Keduanya membiarkan saja pria itu berbicara.

Nyali Ryujin yang tadinya membara perlahan menciut karena nada tegas Renjun. Pria itu juga menatapnya tanpa ekspresi. Bagaimana Ryujin tidak takut kalau dilihat seperti dirinya akan dikuliti hidup-hidup.

"Kamu sebelum masuk kesini cari tahu dulu ga, siapa kepala departemen kamu? Terus di surat penerimaan kamu, kamu baca enggak siapa dokter pembimbing kamu selama residen empat tahun?" tanya Renjun kemudian.

"Ca...cari tahu dok."

Ryujin merutuki dirinya yang berbicara gagap. Seumur hidupnya, baru kali ini ia kebingungan untuk berhadapan dengan seseorang. Lagipula siapa sih Renjun sampai membuatnya ketakutan, batin Ryujin.

"Siapa nama dokter pembimbing kamu?"

"Hwang Renj...,"

Ucapan Ryujin terhenti saat netranya tidak sengaja bertemu dengan kartu pengenal yang Renjun kenakan. Dan langsung menutup mulutnya karena terkejut. Ryujin menatap horor ke arah Renjun yang kini tersenyum sinis kearahnya.

Sial!

Ryujin baru saja membuat gara-gara dengan dokter pembimbingnya di hari pertama residensi. Tuhan, tolong kubur saja Ryujin sedalam-dalamnya. Kalau perlu sampai ke bagian inti dalam bumi, agar tidak perlu lagi bertemu dengan Renjun.

"Baru sadar kalau saya dokter pembimbing kamu? Ck, ada aja kelakuan residen baru sekarang," cibir Renjun.

"Kalian yang residen lama emang enggak ngasih tahu siapa aja dokter di departemen ini ke residen baru? Kalian datang sudah daritadi, terus kalian semua punya ponsel. Ngasih tahu wajah saya, Kim Sihyeon-uisanim, dan Kim Jungeun-uisanim ada enggak sampai semenit? Di negara dengan kecepatan internet sekelas 5G, berapa lama waktu yang bisa kalian gunakan untuk bukain website Jiju?" tanya Renjun.

Ekspresi pria itu tidak bisa ditebak, tidak jelas apakah pria itu sedang marah atau tidak. Bagaimana dokter residen tidak takut kalau begini?

"Maaf dok. Salah saya yang enggak kasih tahu mereka," ucap Hyejoo yang merupakan penanggung jawab residen di departemen.

"Enggak harus kamu Hyejoo. Yang lain kan bisa juga, jangan semua kamu. Kamu emang penanggung jawab residen di sini, tapi bukan berarti semua hal kamu yang kerjakan. Kamu lupa wajar, tapi kalau yang lain enggak punya inisiatif ya susah. Apalagi kalau residennya kayak gini," ucap Renjun, dengan kalimat terakhir yang ditujukan untuk Ryujin.

Suasana masih mencekam. Renjun yang terkenal tidak banyak omong dan tidak pernah sekalipun marah pada anak residen, kini berubah menjadi naga yang siap menyemburkan api.

"Gini deh, mumpung sekarang saya terlanjur ngomong panjang. Lain kali, saya enggak akan tolerir hal-hal semacam ini. Terus untuk pagi ini, kalian anak baru ikut Kim S-uisanim aja keliling rumah sakit sekaligus visite. Setelah makan siang baru kita rapat seperti biasa. Saya ijin dulu mau...aw...,"

Ucapan Renjun berhenti saat rasa sakit kembali menyerang pergelangan tangannya. Sesungguhnya masih sakit, tapi sebelumnya masih bisa ditahan.

"Tuh! Kamu tuh masih sakit, ke fisio aja sana," saran Jungeun.

"Lah emang masih sakit kak. Emang aku ada bilang sudah enggak sakit?" balas Renjun.

"Lagian ini aku mau izin ke sana. Paling aku minta ditangani Jungwoo-hyung," lanjut Renjun.

"Kamu bakal baik-baik aja kan?" tanya Sihyeon.

"Should be. Kalau enggak,..."

Renjun memotong ucapannya, lalu kembali menatap ke arah Ryujin yang nyali-nya semakin lama semakin menciut.

"Saya akan buat perhitungan sama kamu, Shin Ryujin!"

"Kalau begitu Kim S-uisanim bisa lanjutkan briefing-nya, terus langsung aja visite. Kim J-uisanim di sini saja, persiapan untuk pemeriksaan harian. Saya mau ke fisio," pamit Renjun.

Pria itu lalu pergi, meninggalkan barang di atas counter. Minah langsung saja menyimpan iPad Pro dan buku dibawahnya. Akan ia berikan pada Renjun saat pria itu kembali.

Sihyeon pun melanjutkan pengarahan, sementara Jungeun tidak lagi mengawasi karena harus bersiap untuk menerima pasien yang melakukan check-up rutin pada pasien rawat jalan maupun calon pasien baru.

"Sinting kamu Jin!" bisik Chaeryeong.

"Enggak ada otak emang si Ryujin," imbuh Chenle.

Untungnya mereka berdiri paling belakang, jadi bisa mengobrol sembari berbisik.

"Aduh gimana dong Chaer, Le? Aku enggak tahu kalau doi itu Hwang Renjun-uisanim, pembimbingku selama empat tahun," bisik Ryujin dengan nada panik.

"Emang kamu enggak cek biodata dokter-dokter di website resmi Jiju? Katanya kamu sudah cari tahu," ucap Chaeryeong.

Ryujin menggeleng pelan, tidak tahu akan bagaimana nasibnya setelah ini. Wanita itu hanya bisa berharap semoga tangan Renjun tidak kenapa-napa dan semoga saja dirinya tidak dihukum karena telah menyakiti dosen pembimbing sendiri di hari pertama residensi.

"Ini tangan kamu enggak papa kok Jun. Cuma keseleo," ujar Jungwoo, dokter di departemen ortopedi.

"Tapi masih sakit hyung," ucap Renjun.

"Ya makanya ini aku pasangin perban elastis buat ngurangi sakitnya," balas Jungwoo.

"Ga ada counterirritant¹ apa gitu? Males banget harus lepas-pasang perban pas mau mandi," keluh Renjun.

"Iya aku resepin. Tapi hari ini tangan kamu tetep harus diperban. Lagian kamu abis ngapain sih sampai keseleo gini?" omel Jungwoo.

Kalau disuruh mengingat kejadian setengah jam yang lalu itu, rasanya Renjun ingin mengamuk sekaligus ngeri karena teringat oleh rasa sakit yang ditimbulkan. Bisa-bisanya ia diperlakukan seperti itu, oleh residen baru pula.

"Abis dipelintir tangan aku. Sama anak residen baru," jawab Renjun singkat.

"Ah? Serius? Kamu? Sabuk hitam yuk dan taekwondo sampai dipelintir? Enggak salah? Bales dong!" seru Jungwoo.

"Masalahnya yang ngelakuin cewek. Mana enggak ada bayangan bakal digituin, ya kagak siap hyung," balas Renjun.

Jungwoo tertawa keras saat mendengar cerita Renjun. Sungguh sial nasib dokter Hwang satu ini, batin Jungwoo.

"Hyung puas bener ngetawain aku," sungut Renjun.

"Aduh gimana ya? Kenapa kamu sampe dipelintir? Kamu ngapain dia emang? Hmph," tanya Jungwoo sambil menahan tawa.

"Aku dikira berbuat enggak senonoh ke Jungeun-noona. Padahal gue cuma mau minta minuman. Gila banget deh tuh anak, perlu aku hukum nih," terang Renjun.

"Jangan galak-galak lah, baru hari pertama juga. Santai aja. Ya jadiin pengalaman menarik saja," balas Jungwoo sembari menulis resep obat untuk Renjun.

"Ya sudah mana resepnya hyung? Aku mau balik, bantuin kak Jungeun sebelum pasien numpuk," pinta Renjun.

"Sabar elah! Nanti aku anter deh obatnya ke departemen. Enggak bisa seenak jidat minta ditebus duluan. Pasien enggam kamu doang, harus ikutan antri," sambar Jungwoo.

Renjun mendengus sebal. Ia pun memutuskan untuk kembali ke departemen untuk melayani pasien sebelum Jungeun kewalahan sekaligus mengambil barangnya yang ia tinggal di counter tadi.

"Minah-noona, iPad sama buku aku mana?" Tanya Renjun saat tiba di departemen.

"Ini dok," ucap Minah.

"Okay! Oh iya, pesenin makan siang kayak biasanya ya noona. Hari ini aku, Sihyeon-noona, sama Jungeun-noona mau ngajak anak residen bikin diagnosis satu pasien yang belum selesai," ucap Renjun sembari menyerahkan black card miliknya.

Kartu kredit bersifat unlimited yang hanya bisa digunakan sebanyak 0,05 persen orang dari keseluruhan penduduk di Korea Selatan. Untuk bisa mendapatkan kartu tersebut pun harus melalui banyak persyaratannya, salah satunya adalah memiliki penghasilan minimal 200 juta won dalam setahun.

Jadi jangan lagi tanyakan sekaya apa pewaris Jiju Seoul Medical Centre itu.

Setelah selesai meminta tolong pada Minah untuk memesan makanan dan juga meminta wanita yang lebih tua lima tahun darinya itu memberi pengumuman di grup chat departemen, Renjun memasuki salah satu ruangan untuk selanjutnya melayani calon pasien maupun pasien rawat jalan.

Renjun dengan baik melayani para pasien hingga jam menunjukkan pukul dua belas kurang lima menit. Setelah melayani pasien terakhir, loket departemen pun ditutup hingga pukul setengah tiga siang. Pelayanan akan kembali dibuka setelah waktu istirahat berakhir.

Renjun keluar dari ruang pemeriksaan dan kembali ke counter guna mengambil kartunya. Tak lupa juga meminta bantuan Minah dan Hani untuk mengambil beberapa kotak untuk mereka, lalu membawa sisanya ke ruang diskusi departemen.

Kalau tidak karena perban ditangannya, sudah pasti Renjun sendiri yang membawa makanan itu ke dalam.

"Oh iya dok, ini tadi ada titipan obat dari Jungwoo-uisanim," ucap Hani setelah meletakkan makanan di atas meja.

"Thank you noona," ucap Renjun seraya menerima pemberian Hani.

Hani undur diri. Wanita itu keluar ruangan, lalu digantikan oleh kehadiran Jungeun yang sepertinya baru selesai melayani pasien terakhir. Wanita itu lalu memilih duduk di ujung sebelah kanan meja, dekat Renjun yang duduk di ujung meja bagian tengah sembari menggulir layar tab.

"Gimana kata Jungwoo-oppa?" Tanya Jungeun mengenai kondisi tangan Renjun.

Sambil menunggu jawabannya Renjun, Jungeun berdiri untuk mengambil dua kotak makanan yang ada di bagian tengah meja. Meletakkan satu di depannya dan satunya di depan Renjun.

"Makan dulu gih. Tangan kanan kamu masih berfungsi kan?" tegur Jungeun pada Renjun yang masih saja fokus pada benda pipih di atas meja.

"Masih lah!" pekik Renjun, sedikit tidak terima dengan teguran Jungeun.

"Kata hyung sih keseleo gitu. Sudah dia resepin obat kok, salep," terang Renjun.

Pria itu mematikan layar tab, lalu beralih membuka kotak makanan. Menampilkan dosirak khas Korea Selatan yang sudah lama tidak Renjun santap. Biasanya Renjun hanya menyantap sandwich siap saji yang kebetulan tokonya tersedia di rumah sakit. Di apartemen pun, ia lebih sering sarapan nasi goreng atau roti tawar dengan tambahan gorengan telur mata satu, sosis, atau bacon. Sementara makan malam tidak pernah menjadi keharusan bagi Renjun. Syukur-syukur kalau ada ramyun di kabinet. Kalau tidak ada ya tidak makan. Sesimpel itu.

Jungeun dengan sigap mengambil sumpit di tangan Renjun. Membelah kayu tersebut menjadi dua, baru mengembalikannya ke tangan Renjun.

"Noona! Aku bisa sendiri," keluh Renjun.

"Coba deh kamu ngomong sama tangan kamu itu. Sudah bisa enggak diajak kerja sama buat sekedar misah sumpit yang menyatu," cibir Jungeun.

"Aduh so sweet-nya! Kalian enggak takut dicap lagi selingkuh dari pasangan masing-masing nih?" celetuk Sihyeon yang baru datang, diikuti oleh dokter residen lainnya.

"Dih ogah! Aku kalau selingkuh enggak mau lah sama Renjun, kaku kek kanebo kering. Minimal tuh sekelas Kim Soohyun," sungut Jungeun sembari memasukkan suapan pertama ke dalam mulut.

"Ogah juga aku selingkuh sama noona. Kan lo lahiran normal waktu anak pertama, pasti udah ga rapet. Enggak seru entar mainnya," seru Renjin tak mau kalah.

Para residen yang mendengar celotehan dokter-dokter di hadapan mereka hanya bisa melongo. Bingung juga harus bereaksi seperti apa. Walaupun sebagian dari mereka sudah melakukannya, membicarakan hubungan intim segamblang itu terkesan aneh.

"Eh kalian! Makan dulu, udah saya belikan makan tuh," seru Renjun setelah melewati beberapa suap nasi.

"Makasih dok," balas semua residen.

Jaemin dan Hyejoo mulai membagikan bungkusan makan siang pada yang lain, termasuk Sihyeon yang duduk dekat Renjun.

"Jadi gimana tuh tangan? Sehat buat melewati malam panas sama istri?" tanya Sihyeon jahil.

"Jesus Christ! Kita lagi makan Hyeon, ngomongin yang lain kek," dumal Jungeun yang tengah menguyah. Rasanya mual mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut Sihyeon.

"Depends. Kayaknya malam ini doi enggak pulang. Syuting drama di luar kota," gumam Renjun.

Sementara ketiga dokter sibuk mengobrol, mari kita tengok apa saja yang tengah dibahas oleh dokter residen yang menarik kursi mereka ke ujung meja yang satu lagi.

"Serius deh Jin! Kamu tuh ngawur banget tadi," seru Jisu.

"Iya loh, aku kaget kamu berani kayak gitu. Kirain kamu sudah tahu bentukan pembimbing kamu macam apa," tambah Minjoo yang merupakan residen tahun kedua.

"Ya gimana dong? Aku kok ya bisa lupa nyari profil pembimbing sendiri. Bakal dihukum enggak sih aku?" Gumam Ryujin memelas.

"Enggak tahu deh Jin. Kalau lihat ekspresi doi sekarang sih kayaknya kamu enggak bakal dihukum. Tapi, Hwang-uisanim tuh susah ditebak jalan pikirnya. Bisa jadi dia sudah mikirin satu hukuman buat kamu," ucap Yangyang yang juga residen tahun kedua.

Ungkapan dari Yangyang membuat Ryujin semakin sangsi.

"Tenang saja. Kalau dihukum pun, paling disuruh bikin diagnosis satu pasien sendiri," ujar Heejin si residen tahun keempat.

"Santai banget sih Jin ngomongnya. Kamu mah enak pintar, udah tahun terakhir juga. Lah kalau Ryujin masih baru," seru Jisu.

"Well, yang diomong Heejin bener kok. Lagian dokter-dokter kelas dewa kayak Hwang-uisanim itu enggak hanya satu. Di Jiju, minimal satu departemen punya satu orang kayak doi," celetuk Jaemin.

"Ngomongin yang lain saja kenapa sih. Mumpung ada waktu lagi lima belas menit. Jam satu kurang lima belas sudah mulai diskusi soalnya," seru Hyejoo.

"Itu kunyah dulu sih Liv makanan kamu" protes Heejin.

"Loh? Kok dipanggil Liv?" tanya Chaeryeong yang daritadi sibuk makan.

"Olivia, nama penanya Hyejoo sebagai penulis web story," celetuk Minjoo.

"Kamu nulis cerita gitu ya? Fiksi?" tanya Ryujin yang pikirannya sudah teralih dengan hal lain.

"Hmm enggak juga sih, half-fiction maybe? Soalnya aku suka bikin cerita berdasar pengalaman selama belajar di r....,"

Sayangnya cerita Hyejoo tentang tulisannya harus berhenti saat Renjun angkat suara. Memperingati bahwa mereka hanya punya waktu sepuluh menit untuk menghabiskan makanan mereka sebelum diskusi dimulai.

Semua residen langsung fokus menghabiskan makanan mereka. Tak ada suara yang muncul, agar bisa segera selesai makan dan mempersiapkan diri sebelum diskusi dimulai.

Ryujin, Chaeryeong, dan Chenle awalnya bingung kenapa senior mereka buru-buru makan. Tapi mereka ikuti saja. Baru hari pertama residensi, jadi sebisa mungkin mereka beradaptasi.

"Sunbae, kenapa pada buru-buru makan gitu sih? Masih ada sisa empat menitan loh ini," tanya Ryujin yang kebetulan duduk di samping Jaemin setelah membuang sampah makanan.

"Siap-siap dulu Jin, minimal baca-baca referensi di laptop atau tab masing-masing. Soalnya di Jiju tuh lucu, dokter-dokter departemen lain suka ngelempar pasien ke departemen kita kalau mereka enggak bisa lanjutin diagnosis. Jadi mau enggak mau kita harus belajar lebih banyak. Abis diagnosis pasti keluar, baru departemen itu berebut buat nanganin. Peraturannya sendiri ya begitu, kalau pasien punya masalah sama saraf ya harus kita rujuk ke neurologi. Begitu pun dengan jenis penyakit lainnya," terang Jaemin.

"Kasarannya, kita yang kerja sampai otak kebakar, departemen lain tinggal ngobatin based hasil diagnosis kita. Enggak semua dokter gitu, tapi ya tetap banyak," celetuk Yangyang yang duduk di samping kanan Ryujin.

Percakapan antara Ryujin, Jaemin, dan Yangyang terhenti saat Renjun angkat bicara. Para residen mulai memusatkan atensi pada kepala departemen mereka.

"So, sepertinya yang kalian tahu. Kita ketambahan tiga dokter residen tahun pertama. Mungkin Kim Chenle-uisanim, Lee Chaeryeong-uisanim, dan Shin Ryujin-uisanim bisa perkenalan terlebih dahulu. Dari tempat masing-masing enggak masalah," ucap Renjun mengawali diskusi.

Pria itu lalu kembali duduk, memberi waktu pada dokter residen baru bergilir memperkenalkan diri masing-masing. Dimulai dari Chenle, Chaeryeong, dan berakhir pada Ryujin.

"Selamat siang dokter semua, perkenalkan nama saya Shin Ryujin. Usia 27 tahun," ucap Ryujin singkat lalu kembali mendudukkan dirinya.

"Nah sekarang untuk duduknya bakal saya ubah ya. Na Jaemin sama Shin Ryujin, duduk di samping kanan dan kiri saya. Kim J-uisanim di sayap kiri sama Heejin, Hyejoo, Yangyang, dan Chenle. Kim S-uisanim di sayap kanan sama Jisu, Minjoo, dan Chaeryeong. Sesuai dengan pembimbing masing-masing," titah Renjun.

Perlahan semua bangkit untuk duduk di daerah yang telah Renjun jelaskan sebelumnya.

"Okay! Sekarang kita mulai diagnosis hari ini, satu penyakit aja," seru Renjun.

Tapi pandangan Renjun menandakan bahwa satu penyakit ini tidak akan mudah untuk didiagnosis hanya dalam waktu satu hari.

[1] Counterirritant: salep berupa krim atau gel, seperti metilsalisilat, mentol, dan camphor, yang menimbulkan sensasi dingin untuk mengalihkan rasa sakit pada bagian tubuh yang keseleo. Di Indonesia, salah satu produk counterirritant yang terkenal adalah Voltaren. (Alodokter)

Haiii!!!

Harusnya aku hari ini up my page, tapi serius deh aku kehabisan ide 😭 Udah ada sih satu draft, tapi masih mentah gitu, ga layak publish.

Jadi ya udah deh, aku publish di sini aja. Udah pada nungguin kah? Eh apa jangan-jangan ga ada lagi? 哈哈哈 😂

Soal Voltaren di bagian glosarium, itu bukan aku diendorse atau gimana ya. Tapi aku pakai itu kalau lagi pegal, terutama di bagian antara bahu sama leher kalau kelamaan nugas depan laptop. Dingin gitu, ga panas kayak counterpaint. Ya jadi aku contohin itu sebagai salah satu produk counterirritant yang aku tahu.

Oh iya, aku besok tetap bakal publish chapter berikutnya kok. Kayak minggu lalu, aku bakal publish dua chapter. So don't worry! 😉

Anyway, happy reading all!

revised on 2020/08/23

Continue Reading

You'll Also Like

17.5K 2.3K 39
Terjebak antara dua pilihan, cinta atau keluarga. Hal tersulit itu kini menghampiri kehidupan seorang Kwon Yuri. Ibu tunggal dari seorang remaja SMA...
8.2K 1.1K 17
Rachel ingin Alana-mamanya membacakan lagi dongeng untuknya di setiap malam. Rachel juga ingin Alana bertanya mengenai hal apa yang Rachel lakukan se...
10K 1.2K 14
Body swap. Baik Haechan maupun Giselle, keduanya tidak pernah menyangka bahwa jiwa mereka akan tertukar. Di tengah penyelidikan untuk mengetahui peny...
4.3K 1.5K 17
[on going] Terimakasih sudah bertahan walau tertekan! Setidaknya ada usaha untuk tetap Ada. Walau kadang rasa ingin menghilang itu muncul tiba-tiba...