verrückt | renryu ✔

By peisinoehina

80.9K 7.4K 1.7K

Deep down we realize that this disgusting secret will slowly kill us and the other, but we cannot hold back w... More

disclaimer
introduction
prolog
2. each other's owner
3. first of everything
4. intimidating
5. being hit
6. did it
7. volunteering
8. departure
9. side to side
10. stabbed
11. dinner
12. gift from hell
13. beach talk
14. definition of love
15. suddenly
16. avoidance
17. finding out
18. sin
19. result
20. hangout
21. confrontation
22. second time
23. hell pills
24. a date
25. catasthrope
26. the plan
27. complicated
28. grudge
29. accident and the effect
30. another fact
31. deeper
32. fatal
33. chaos
34. solution
35. apology
36. probability
37. the real twist
38. back again
39. will you?
40. went through
epilog
closing
bonus: peace
bonus: interview (1)
bonus: interview (2)
bonus: interview (3)
real closing
promotion

1. their story

2.5K 243 53
By peisinoehina

Renjun membenarkan letak kacamata, tengah sibuk membaca buku besar berisi istilah-istilah kesehatan. Di samping buku besar itu, berserakan buku-buku lain serta jurnal-jurnal lama yang pernah ia cetak sebelumnya.

Meja terlihat berantakan bagai kapal pecah, namun tidak menghalangi Renjun untuk tetap berkonsentrasi. Bahkan pria itu santai saja memasukkan hasil diagnosis ke iPad Pro miliknya sembari menyeruput ice americano yang dibelikan salah satu residen, beberapa jam yang lalu.

"Astaga Jun!" teriak salah satu dokter saat memasuki ruangan dan melihat kondisi meja diskusi yang tertutup oleh kertas. Belum lagi banyaknya laptop milik para residen, benar-benar menunjukkan betapa berantakan ruangan itu sekarang.

"Kenapa sih noona?" balas Renjun yang masih saja fokus dengan dunianya.

"Kamu tuh, inget rumah kagak sih? Kerja mulu, lupa makan sama tidur. Setiap saat ngopi, mau jadi apa itu jantung kamu?" cibir Jungeun.

"Aku masih bikin diagnosis pasien, nanggung," balas Renjun masih santai.

"Ya ajak anak residen lah! Ini lagi! Kalau berantakan gini, dimana aku bisa duduk dan naruh laptop? Aku juga butuh tempat kerja ya!" gerutu Jungeun.

Renjun mendengus sebal, bergegas merapikan kertas-kertas yang menutupi meja. Memberi Jungeun ruang untuk bisa bekerja.

"Anak residen jam segini keliling sama Sihyeon-noona. Sama si tua bangka," ucap Renjun, sangat santai menyebut seseorang dengan nama ejekan.

"Sinting! Yang kamu sebut tua bangka itu appa kamu sendiri, Hwang Renjun," balas Jungeun.

"Ya enggak apa-apa sih. Lagipula kalau ada Dokter Hwang, aku bisa lebih cepet bikin diagnosis. Kan biasanya dia cuma ngurusin pasien VIP, kalau enggak duduk di ruangan baca dokumen keuangan. Enggak ngerti deh, beneran dokter atau enggak doi," ucap Renjun.

"Jun, kamu kan anaknya. Masa kamu enggak tahu penghargaan apa saja yang beliau dapat di masa jayanya? Kakek kamu sudah enggak ada, wajar kalau beliau yang menggantikan posisi mengurus manajemen rumah sakit. Kamu nanti juga bakal di posisi itu. Kamu 'kan pewaris Jiju," balas Jungeun yang mulai sibuk mengetik di atas Macbook Air miliknya.

"Bisa enggak sih Yeji aja yang aku suruh megang mananemen rumah sakit? Aku mah pinter jadi dokter aja, ngobatin pasien. Enggak bisa kalau disuruh ngurusin manajemen," kilah Renjun.

"Kasihan amat sih Yeji punya adik macam kamu. Ya kali kakak kamu yang kerja di WHO di US itu kamu suruh balik ke Seoul, cuma untuk ngurusin warisan keluarga," cibir Jungeun.

"Loh kenapa enggak? Harus berguna dong itu sekolah manajemen rumah sakit dia, yang sampai harus terbang ke Berkeley," ucap Renjun yang terdengar seperti sindiran.

"Sadar diri Jun! Kamu tuh sekolah dokter juga jauh. Di Johns Hopkins, sekolah impian para dokter dunia," balas Jungeun yang hanya dibalas decakan oleh Renjun.

Jungeun dan pegawai rumah sakit lainnya tidak akan pernah paham bagaimana cara kerja otak keluarga Hwang.

Terutama pada Hwang Renjun yang terkenal akan kecerdasannya. Orang ajaib mana yang bisa sekolah dari tingkat sarjana hingga doktor hanya dalam waktu 12 tahun secara berturut-turut dan itu dimulai saat pria itu baru menginjak usia 14 tahun. Di sekolah kedokteran pula, yang terkenal dengan lamanya masa studi.

Sudah sehebat itu, saat kembali ke Korea Selatan pun pria itu masih mengejar gelar profesor. Mendapatkan gelar teratas seorang guru hanya dalam waktu satu tahun. Hanya keturunan Hwang seorang yang bisa menghabiskan hidupnya hanya dengan belajar dan belajar.

Apakah saking pintarnya seseorang, makanya krisis kepribadian menjadi efek samping?

Sekarang, sudah empat tahun Renjun menjadi dokter di rumah sakit milik keluarganya. Dan satu tahun menjadi Kepala Departemen Pain Management, departemen yang menaungi seluruh dokter anestesi di Jiju Seoul Medical Centre.

"Selamat siang Hwang-uisanim, Kim J-uisanim," sapa Hyejoo yang baru saja menyelesaikan rutinitasnya memeriksa pasien.

"Siang Joo! Kim S-uisanim mana?" tanya Jungeun.

"Ada janji sama Suji-uisanim, dok" ucap Hyejoo yang kini sudah duduk di hadapan laptop miliknya.

"Yang lain?" tanya Renjun.

"Masih makan siang dok. Ini 'kan jam makan siang," balas Hyejoo.

Renjun melirik jam di layar tab  dan menghembuskan napas kasar. Bagaimana bisa ia melupakan jam makan? Bisa-bisa maag-nya kambuh kalau tidak segera makan. Tidak lucu bukan, seorang dokter yang harusnya menangani pasien, malah jatuh sakit karena lupa makan.

"Benar juga. Ya udah, aku cabut makan dulu. Noona ikut ga?" ajak Renjun.

"Boleh deh! Enggak bisa konsen aku kalau enggak ada makanan masuk."

Keduanya lalu meninggalkan ruangan dan keluar dari departemen menuju kantin di lantai bawah. Setelah mendapatkan makanan masing-masing, barulah mereka mencari tempat duduk. Pas sekali ada meja kosong di pojok dekat jendela.

"Kamu tuh kan sudah nikah ya, kenapa enggak makan siang bareng istri kamu aja sih? Ngenes tahu enggak, sampai harus aku yang nemenin kamu makan," ejek Jungeun.

"Noona sendiri juga sudah nikah. Tapi apa bisa setiap makan siang ditemenin suami?" balas Renjun kejam.

"Ah iya juga sih! Suami aku sibuk kerja di stasiun tv, aku di rumah sakit juga sibuk banget. Kamu ya sibuk, tapi istri kamu lebih sibuk lagi. Secara istri kamu itu Cho Miyeon, aktris yang jam terbangnya tinggi. Pasti syuting ini itu mulu kan doi," balas Jungeun yang sepertinya tidak merasa sakit hati oleh ucapan kejam Renjun.

Kata istri membuat mata Renjun beralih menatap cincin berwarna emas putih yang melingkar pada jari manis tangan kanan. Lalu mendengus kasar, memilih melanjutkan kegiatan makan sebelum niat mengisi lambung semakin menipis.

Kehampaan itu kembali menghantui Renjun. Hidup pria berusia kepala tiga itu selalu diiringi oleh kekosongan yang tidak pernah terisi. Tidak ada momen yang membahagiakan dalam hidupnya. Hanya memori saat dirinya berusia hingga 5 tahun yang menjadi kebahagiaan Renjun, waktu di mana ayah dan ibu-nya masih mencintainya sepenuh raga mereka.

Renjun tentu punya momen kebahagiaan lain dengan teman-temannya di sekolah. Namun, tetap saja rasanya berbeda dengan kebahagiaan yang ia harapkan datang dari keluarga sendiri.

Semua berubah ketika ayah mulai memaksanya mempercepat sekolah di usia belia. Menyelesaikan pendidikan dasar, menengah, dan atas hanya dalam waktu 9 tahun saja. Lalu menyekolahkan Renjun di negeri yang jauh selama 12 tahun, di tempat yang membuat pria itu harus melewati banyak rintangan. Berhadapan dengan orang-orang yang tidak menyukai keberadaannya sebagai manusia yang mampu berpikir dan mengeluarkan diagnosis dengan begitu cepat.

Bahkan ketika sudah kembali ke Korea Selatan, Renjun harus kembali menjadi bagian 'kerajaan' Hwang yang sudah menurun dari jaman kakek buyutnya. Sesuatu yang tidak begitu Renjun sukai.

Renjun punya impian untuk bekerja di rumah sakit lain selain milik keluarganya, dengan harapan agar dia tidak perlu bertemu dengan sang ayah. Tapi keinginan hanyalah angan, karena melepaskan diri dari keluarga tidaklah semudah itu.

Tidak ketika kakek Renjun pergi meninggalkan dunia akibat penyakit diabetes yang lama diidapnya dan meninggalkan tanggung jawab besar berupa gedung rumah sakit yang harus selalu dikelola dengan baik, jika tetap ingin mempertahankan eksistensi di dunia medis Korea Selatan.

Renjun menyukai pekerjaannya sebagai dokter, tapi tidak ingin jika harus turun tangan mengurus manajemen rumah sakit suatu hari nanti. Manajemen bukanlah pekerjaan impian Renjun. Sejak awal ia menjadi dokter, Renjun hanya ingin mendedikasikan diri untuk pasien.

Tidak berhenti di sana, ayah dan ibu juga mengambil keputusan sepihak, menjodohkan Renjun dengan wanita yang dicap sebagai primadona Korea Selatan sekaligus putri pembisnis Cho Kyuhyun yang bergerak di bidang food and beverage.

Aktris nomor satu Korea Selatan bernama Cho Miyeon, dengan nilai kekayaan yang sebanding dengan kekayaan Renjun selama menjadi dokter. Tidak ada warga negeri ginseng yang tidak mengetahui kiprah putri tunggal keluarga Cho itu.

Wanita ceria yang menjunjung tinggi sopan santun dihadapan banyak orang, namun berubah 180 derajat menjadi dingin dihadapan Renjun. Menganggap Renjun hanya sebagai alat pemuas nafsunya dibandingkan seorang suami. Well, Renjun juga menganggap Miyeon seperti itu. Pemuas nafsu disaat penat melanda.

Di luar persetubuhan suami-istri, tidak ada yang istimewa dari pernikahan keduanya. Renjun yang sibuk dengan pasien beserta diagnosis pasien yang mengikuti di belakang dan Miyeon yang sibuk dengan syuting drama dan menjadi brand ambassador produk-produk makanan dan minuman produksi Cho Food Company.

Monoton, kehidupan Renjun hanya bergerak bak air mengalir dari hulu ke hilir. Menimbulkan kekosongan yang Renjun tidak pernah tahu bagaimana cara mengisinya.

Kehampaan ini, kapan Renjun bisa mengakhirinya?

kring, kring, kring

Sebuah tangan keluar dari balik selimut, mencari benda pipih berbentuk persegi panjang yang sukses membangunkan tidur si pemilik tangan.

Setelah mematikan alarm di ponselnya, si tuan putri berniat melanjutkan tidur indahnya. Namun angan itu harus sirna ketika pintu kamarnya terbuka, diikuti dengan suara teriakan nyaring.

"Unnie! Udah siang! Bangun dong!" teriak Yuna, adik kandung Ryujin yang baru saja bekerja sebagai seorang arsitek di perusahaan properti milik keluarga Shin.

Ryujin, si wanita yang berniat melanjutkan tidurnya, terpaksa bangun dan mendengus sebal ke arah sang adik.

"Kamu tuh ganggu tahu enggak? Gatau ngantuk apa?" omel Ryujin.

"Aku sih sebenernya ogah juga bangunin unnie. Tapi Jeno-ssi udah dari setengah jam yang lalu di rumah, katanya sudah janjian sama unnie buat fitting baju," balas Yuna enggan.

Seketika mata Ryujin melebar. Bagaimana bisa ia melupakan janji penting dengan sang tunangan. Si wanita langsung melesat ke kamar mandi, meninggalkan Yuna yang sudah tidak heran lagi dengan tingkah sang kakak.

"Nikah masih delapan bulan lagi juga, ribetnya sudah dari sekarang," dumal Yuna sembari merapikan tempat tidur sang kakak, lalu kembali ke dapur untuk membantu ibu yang tengah memasak sarapan.

Ryujin mengebut proses siap-siapnya, mengenakan pakaian asal rapi dan juga membubuhkan sedikit riasan di wajah berupa sun screen, bb cushion, dan lip tint tipis berwarna oranye. Setelah dirasa rapi, Ryujin mengambil tas selempang yang telah ia isi dengan dompet, ponsel, dan juga bb cushion serta lip tint yang tadi ia poles.

Lalu turun ke bawah, menyusul Jeno yang tengah duduk di meja makan. Bercengkrama dengan ayah Ryujin sembari memakan buah potong. Apalagi yang kedua pria itu bicarakan kalau bukan soal bisnis. Di luar itu, mungkin seputar Piala Thomas atau turnamen golf antar para pembisnis Korea Selatan. Topik yang tidak menarik sama sekali bagi Ryujin.

"Eh Ryujin, kebiasaan kamu tuh. Masa Jeno harus nungguin putri tidur?" goda Taecyeon saat menyadari kehadiran putrinya.

"Orang ngantuk aku, appa. Lagian kan janjiannya jam sepuluh. Ini masih jam sembilan loh," ucap Ryujin yang mengambil posisi duduk di samping Jeno.

"Oppa ngapain sih, pagi banget kesininya?" tegur Ryujin pada Jeno.

"Ya biar bisa ketemu sama abeonim dan eomeonim dulu. Sama Yuna juga," balas Jeno.

Yuna yang namanya disebut hanya bisa mendecak. Tidak begitu suka namanya disebut oleh tunangan Ryujin itu.

"Ih sayang! Enggak boleh gitu sama Jeno-oppa," tegur Yeonhee.

Yuna hanya buang muka dan memilih membawa piring berisi makanan ke atas meja makan. Perlu tiga kali bolak-balik, barulah semua makanan siap disantap.

Sarapan pun berlangsung khidmat, walau sesekali diselingi percakapan basa-basi yang umum terjadi saat berada di meja makan.

Yuna yang pertama kali selesai makan, bangkit dari duduk dan berjalan menuju wash basin untuk mencuci peralatan makannya.

"Yuna, kalau sudah selesai cuci piring, balik duduk sini," panggil Yeonhee.

"Enggak bisa eomma, aku mau siap-siap. Abis ini Jisung-oppa mau jemput, dia minta ditemenin ke pameran fotografi temannya," ucap Yuna yang sudah selesai mencuci dan merajut langkah menjauh, seakan menghindar.

Tapi memang benar, Yuna selalu menghindar ketika ada Jeno di dekatnya. Tidak tahu mengapa, Yuna tidak suka saja dengan keberadaan pria berusia 30 tahun itu. Tidak suka juga dengan hubungan serius yang terjalin antara si pria dan sang kakak.

Nalurinya sebagai saudara kandung Ryujin mengatakan bahwa Jeno tidak pantas bersanding dengan kakaknya. Entah apa yang ayah dan ibu mereka lihat dari seorang Lee Jeno. Yuna justru merasa terancam dengan kehadiran pria itu.

Ryujin sendiri paham bahwa adiknya belum bisa menerima kehadiran Jeno, walaupun sudah lima tahun keduanya bersama. Namun itu bukan masalah, Ryujin merasa bahagia dengan Jeno. Ketidaksukaan Yuna pada tunangannya tidak akan mempengaruhi niat Ryujin untuk berbahagia bersama pria pilihannya.

"Mau fitting di mana nak bajunya?" tanya Yeonhee antusias, selayak ibu pada umumnya yang selalu ingin ikut serta dalam persiapan pernikahan sang putri.

"Rencananya sih ke butiknya Joohyun-imo, aku suka rancangan beliau ma. Suka dipakai sama aktrisnya Jeno-oppa juga, itu siapa sih namanya...,"

"Cho Miyeon," sahut Jeno menjawab kebingungan Ryujin.

"Ah iya itu," sahut Ryujin.

"Ya jelas lah, 'kan anaknya sendiri Jin," celetuk Taecyeon.

"Eh? Miyeon Miyeon itu anaknya Joohyun-imo?" Tanya Ryujin.

"Hush! Manggilnya Miyeon-unnie. Dia lebih tua enam tahun dari kamu," tegur Jeno.

"Apa? Serius ? Berarti lebih tua daripada oppa dong?"

"Iya, lebih tua. Rata-rata aktor sama aktris di agensi aku emang lebih tua dari aku, sepantaran Miyeon-noona semua. Kayak Chaeyoung-noona, terus Jaehyun-hyung yang soloist itu, seumuran tuh bertiga," ungkap Jeno.

"Oh!!! Masih pada lajang semua?" Tanya Ryujin penasaran.

Pasalnya dia tidak hidup sebagai selebriti, yang katanya selalu mengedepankan karir dibandingkan hal lainnya di hidup mereka, termasuk hubungan dengan lawan jenis.

"Enggak sih. Miyeon-noona sudah nikah, tapi tertutup. Aku saja bahkan enggak tahu siapa suaminya. Privasi dia sih, aku enggak mau ganggu," ucap Jeno santai.

"Hmm, pasti suaminya macam dewa. Miyeon-unnie itu kan kayak dewi, aku pernah lihat langsung waktu main ke kantor oppa."

Jeno hanya tersenyum simpul mendengar celotehan Ryujin. Enggan untuk berbicara lebih mengenai sosok yang menjadi pujaan orang seluruh negeri itu.

"Udah nih oppa! Ayo jalan," ajak Ryujin yang sudah selesai makan dan mencuci piring.

"Oke. Abeonim, eomeonim, Jeno pergi dulu ya. Pinjam sebentar Ryujin-nya," pamit Jeno sembari mengamit tangan Ryujin.

"Yang lama juga enggak apa-apa Jen," ucap Taecyeon sembari mengedipkan matanya.

"Ih appa apaan sih!" pekik Ryujin, tidak suka dengan kalimat yang terlontar dari bibir sang ayah.

Jeno tersenyum simpul, dengan tegas menarik Ryujin untuk segera berangkat. Tidak bagus membiarkan Ryujin kelamaan debat dengan Taecyeon, bisa-bisa sejam lagi baru mereka berangkat. Duo anak dan ayah itu tak pernah berhenti berdebat setiap ada kesempatan. Hal kecil saja bisa didebatkan sejam sendiri, apa lagi kalau penting.

"Oppa, aku belum selesai tadi ngomongnya," keluh Ryujin saat mereka sudah berada di samping mobil Jeno.

"Nanti pas pulang saja dilanjut,"

"Eh ya enggak bisa g...,"

Belum selesai bicara, tubuh Ryujin terdorong pelan ke mobil. Pria itu mengukungnya, membubuhkan ciuman lembut di bibir Ryujin. Melumatnya pelan, dengan harapan kekesalan sang wanita pada ayahnya mereda.

"Sudah enggak perlu bawel gitu. Sana masuk," ucap Jeno setelah menjauhkan bibirnya.

Jeno lalu berbalik menuju kursi kemudi, meninggalkan Ryujin yang menggerutu kecil dengan pipi merona kemerahan.

Selama hidupnya, Ryujin selalu merasa bahagia. Sekolah di tempat yang diinginkan, dengan lingkungan yang tak pernah mengekangnya. Berteman dengan orang-orang yang selalu mengerti bagaimana dirinya. Memiliki keluarga yang selalu menyayanginya dan mendukung setiap langkah yang Ryujin ambil dalam hidupnya.

Tentu tidak setiap saat Ryujin merasa bahagia, karena ada beberapa momen dalam hidupnya yang menyedihkan. Tapi Ryujin sebisa mungkin melupakan kesedihan dengan menampilkan senyuman terbaik di wajah cantiknya.

Sekarang, ada seorang pria bernama Lee Jeno. Sumber kebahagiaan lain yang menjadi tambatan terakhir hati Shin Ryujin.

Semoga seperti itu.

Pertemuannya dengan Jeno cukup berbekas di kepala, seorang pria yang baru merintis bisnisnya dan tengah mencari talent untuk dikembangkan menjadi entertainer. Ryujin pun tak luput ditawari, padahal saat itu Ryujin baru saja lulus sarjana kedokteran dan akan melaksanakan koas.

Hubungan mereka pun berjalan begitu saja. Mengikuti kata hati, membiarkan takdir membawa mereka hingga detik ini. Bertunangan dan akan segera menikah dalam kurun waktu kurang dari satu tahun.

Ryujin berterima kasih karena Tuhan selalu memberinya kebahagiaan, dan selalu berharap kebahagiaan akan terus mengiringinya hingga akhir hayat.

Maunya update hari minggu, tapi aku publish deh chapter satunya. Spesial buat ulang tahun neng Ryujin. Ga usah khawatir, chapter dua bakal tetep aku publish hari minggu 😉

revised on 2020/08/23

Continue Reading

You'll Also Like

2.9K 386 27
I thought everything was normal, until I realized how wrong I was. -Bathed in Fear, Bonus Project 1. © 2021 nebulascorpius
90.1K 7.9K 81
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
17.4K 2.3K 39
Terjebak antara dua pilihan, cinta atau keluarga. Hal tersulit itu kini menghampiri kehidupan seorang Kwon Yuri. Ibu tunggal dari seorang remaja SMA...
1K 198 6
hanya tentang 3 hal yang giselle suka dan tidak , beserta kisahnya bersama teman teman dan kekasihnya lee haechan. DISCLAIMER!: ini hanya cerita dan...