SEKOLAH 2019

By Afnansyhrn

37.1K 3.6K 1.8K

"Percuma lu pinter, tapi gak punya mimpi!"-Aditya Saputra. "Karena hanya lewat cara ini gue yakin bisa meruba... More

Terima Kasih
Daftar Isi
Reuni
Sampai Kapan?
Kejutan
Masalah Baru
Tak Perlu Malu
Dulu (1)
Dulu (2)
Biar Tahu
Emas
Cepatlah!
Seperti Ini
Mirip
Rahasia (1)
Rahasia (2)
Temu
Kepergok
Riko Rafansyah (1)
Riko Rafansyah (2)
Tangis dan Tawa
Dunia Baru
Butterfly Effect
Polos
Dark Side (1)
Dark Side (2)
Lihai
Manusia
Bisa-bisanya
Ruang Kosong
Keberanian
Kejujuran
Maaf
Malu
Luka yang Terpendam
Terbongkar
Akan Tersingkap
Benci
Restart

Karena Apa?

403 64 6
By Afnansyhrn

Fariz menarik kerah kaus Farel dan bersiap untuk memukulnya. Piring dan gelas yang ada di sampingnya jatuh dan pecah. Amizah yang melihat sikap sembrono adiknya itu segera berlari dan menarik tangan Fariz agar tak melakukan perbuatan nekat.

"Memangnya kenapa kalau ayah gue jualan sayur? Memangnya kenapa kalau ibu gue guru SD? Memangnya kenapa kalau kakak gue kuliah sambil kerja? Memangnya kenapa kalau gue suka belajar?" ujar Fariz sambil menatap Farel dengan kedua mata yang melotot.

"MASALAH BUAT LU, HA?!" bentak Fariz kencang hingga membuat suasana di rumah kakeknya itu menjadi senyap dan tegang.

"Fariz, udah, Riz," Amizah menangis sambil menarik lengan Fariz. Fariz akhirnya melepas cengkramannya itu dan melihat ke arah saudaranya satu-persatu.

"Memangnya kenapa kalau keluarga Fariz berbeda dari yang lain? Apakah memiliki saudara seperti keluarga Fariz ini dosa dan memalukan bagi kalian semua? Apakah keluarga Fariz merugikan kalian?" ucap Fariz dengan kedua mata yang berkaca-kaca.

"Fariz muak diperlakukan seperti buangan. Muak diperlakukan berbeda!" Sambung Fariz kini air matanya mulai menetes.

"Toh, selama ini keluarga Fariz gak pernah merugikan kalian! Kapan keluarga Fariz mengemis dan meminta-minta sama kalian? Kalian semua gak tahu kalau keluarga Fariz juga berjuang! Kami semua berjuang untuk kehidupan. Hanya karena caranya yang berbeda membuat kalian merasa bisa semena-mena memperlakukan keluarga Fariz, begitu? Ayah berjuang, ibu berjuang, kak Amizah berjuang, Fariz berjuang," Fariz menumpahkan semua isi hatinya tanpa rasa takut lagi.

"Fariz tahu, kalian senang membicarakan keluarga Fariz di belakang. Menyebar cerita palsu, lalu mengajak yang lainnya lagi untuk membenci keluarga Fariz. Mau kalian apa, sih?" Fariz menahan tangisnya.

"Kalian semua kekanakan dan egois. Seolah kalian selalu benar, dan keluarga Fariz yang salah. Kalian benar-benar sombong dan menolak kebenaran. Kalian sadar? Kalian juga manusia. Kalian punya dosa! Seperti apa yang selama ini kalian lakukan pada keluarga Fariz! Tapi, apa kami membalas? Tidak pernah. Apa kita benar-benar punya hati?"

Fariz menatap ke sekeliling dengan air mata yang mengalir.

"Apa kita benar-benar saudara?"

Fariz tersenyum miris ke arah saudaranya masing-masing lalu berjalan keluar rumah kakeknya menuju jalan. Amizah yang mendengar semua isi hati Fariz barusan langsung menangis tersedu-sedu. Ayah dan ibu Fariz akhirnya membawa Amizah keluar. Mereka bertiga pun pergi dan pulang menuju rumah.

📚📚📚

Ejek mengejek tidaklah baik bagi kesehatan mental dan psikologis anak. Anak yang mengalami kekerasan emosional, fisik, maupun seksual pada akhirnya akan selalu mengalami masalah dalam menjalani kehidupannya. Entah itu terhambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang. Hal ini dikarenakan adanya luka batin yang mendalam dan kronis yang perlu untuk segera ditangani. Itulah mengapa, penting kiranya koordinasi secara intensif antara anak, orangtua, guru maupun lembaga-lembaga yang bersangkutan perihal penanganan masalah si anak.

Seperti saat ini Bu Aisyah memanggil Aurel, Alivia dan Putri untuk menghadap ke ruang BK. Video Syafiqa yang dipermalukan di samping lapangan sekolah sudah menyebar luas satu sekolah. Untungnya, pihak guru-guru berkoordinasi dan cepat tanggap, sehingga masalah ini tidak sampai menyebar ke luar.

Bu Aisyah menatap ke arah Aurel, Alivia dan Putri bergantian. Lalu ia menghela napas cukup panjang sambil memijat keningnya.

"Apa yang kalian lakukan itu adalah body shaming. Menghina atau mengejek fisik seseorang bukanlah perilaku yang terpuji. Kalian tahu? Hal ini tidak hanya mengganggu pertumbuhan dan perkembangan mental seseorang. Tetapi, memberikan trauma pada diri, menghancurkan rasa percaya diri. Hingga akhirnya terjadi masalah dalam menjalani hidup karena banyaknya stigma negatif yang ditanggung. Memangnya apa yang salah dengan Syafiqa? Ia sama seperti kalian," nasihat Bu Aisyah.

Aurel tertawa kecil, "jelas bedalah. Dia gak putih, pendek kecil macam anak-anak. Kutu buku, kuno. Sok pinter lagi."

Bu Aisyah langsung memalingkan pandangannya ke arah Aurel.

"Apa hanya karena fisik? Kamu yakin hanya karena itu? Bukannya karena kamu iri dengannya? Karena Syafiqa selalu mendapat beasiswa dan peringkat satu di kelas sedangkan kamu selalu di posisi kedua? Begitu?" Cerocos Bu Aisyah menantang.

Aurel menatap tajam ke arah Bu Aisyah, ia mengepalkan tangan kanannya kencang. Lalu ia bangkit dari duduknya, "saya dengar ibu juga dulu pernah menjadi korban body shaming karena gendut? Apa ibu menjadi guru BK untuk membalas dendam? Begitu?"

Bu Aisyah menatap Aurel terkejut. Ia berjalan menghampiri Aurel dan mengangkat sebelah tangannya dan bersiap menampar Aurel. Namun, tertahan karena pak Rasyid memegang pergelangan tangan Aisyah kuat-kuat.

Aisyah menatap Rasyid dengan kedua mata yang sudah berkaca-kaca dan mulut yang bergetar.

"Aurel, Alivia, Putri. Kalian keluar sekarang," perintah pak Rasyid.

Ketiga siswi itu pun akhirnya keluar ruangan sambil melempar pandangan tajam ke arah Bu Aisyah.

"Lepas," ucap Bu Aisyah. Pak Rasyid masih menggenggam pergelangan tangan Aisyah dan menatapnya.

"Bisa tenang?"

Aisyah menarik napas panjang, Rasyid mengerti, ia lalu melepaskan genggamannya.

"Ibu tahu apa yang ibu lakukan barusan? Ibu sadar?" Tanya Rasyid sambil duduk di hadapan Aisyah yang memegang kepalanya frustasi.

"Apa benar yang dikatakan Aurel barusan?"

Aisyah mendongak, menatap kedua manik mata Rasyid lalu menangis.

"Baik, saya mengerti. Tak apa, saya paham," ujar Rasyid sambil mengangguk.

"Tapi, saya tak bermaksud balas dendam. Saya hanya ingin membuat sekolah lebih damai. Dan menyadarkan anak-anak seperti Aurel. Saya ingin kita semua saling mencintai. Tidak ada kasus seperti ini. Saya membayangkan betapa menyakitkannya. Apa yang dirasakan Syafiqa. Karena saya pun pernah merasakannya," cerita Bu Aisyah lalu menghapus air matanya sendiri.

Rasyid mengangguk mengerti.

"Masa sekolah adalah masa dimana anak-anak tidak hanya perlu belajar, tetapi, mereka pun perlu untuk berteman. Membangun banyak relasi dengan orang-orang dan lingkungan sekitar. Coba bapak bayangkan. Bagaimana bisa anak seperti Syafiqa yang rasa percaya dirinya telah hancur bisa berteman? Dan, bagaimana bisa anak seperti Aurel melakukan kesalahan tanpa ada pihak yang mau menegurnya? Kebiasaan yang salah, apakah harus terus diwarisi? Saya tidak akan menyerah. Saya akan membuat Syafiqa kembali percaya diri, dan membuat Aurel belajar dari kesalahannya, agar tumbuh menjadi pribadi yang lebih dewasa," sambung Bu Aisyah.

Rasyid terdiam menatap Aisyah yang memandang ke arah lantai ruangan dengan tatapan sendu.

"Guru yang baik dan benar-benar mendengarkan serta membimbing anak didik itu ternyata masih ada, ya?"

Aisyah menatap Rasyid heran, "maksud bapak?"

Rasyid tersenyum manis, lalu, "bisa tolong ajari saya? Bagaimana caranya menjadi guru yang baik, dan … tulus?"

"Saya?"

Rasyid mengangguk sambil mengacungkan kedua jempol nya.

"Ibu dulu lulusan universitas mana?"

"Saya lulusan salah satu universitas negeri di Bandung. Program studi bimbingan dan konseling, psikologi perkembangan anak dan remaja."

Rasyid menganggukkan kepalanya.

"Terus terang, selama ini saya mengajar karena memang untuk memenuhi kebutuhan. Saya guru yang tidak baik. Saya hanya peduli pada uang dan pencapaian. Yang terpenting, jadikan anak itu masuk PTN dan semua selesai. Saya tak peduli perihal pendidikan, psikologis anak, apalagi soal mendengarkan anak. Saya tak peduli. Lagipula, orangtua mereka hanya ingin mendengar anak mereka masuk PTN. Dengan begitu, status sosial mereka terselamatkan. Saya sering melihat, kedua orangtua yang marah-marah hingga menangis seperti orang gila ketika anaknya tidak lulus PTN. Atau orangtua yang mengamuk karena anaknya memilih menjalani apa yang mereka pilih dan inginkan. Seolah tidak lulus PTN dapat mencoreng nama keluarga. Apalagi bagi mereka yang bersikeras anaknya masuk fakultas kedokteran. Mereka jauh lebih gila. Ibu tidak tahu seberapa tertekannya saya? Atas tuntutan yang beragam. Dan betapa tertekannya saya, karena, karena," cerocos Pak Rasyid panjang lebar.

"Karena apa, pak?"

Rasyid melihat wajah Aisyah sambil menelan ludahnya sendiri. Ia langsung bangkit dari duduknya.

"Maaf, sepertinya saya banyak bicara. Sebentar lagi jam pelajaran saya dimulai. Saya permisi," Rasyid berjalan keluar ruangan dan meninggalkan sejuta pertanyaan bagi Aisyah.

Karena?
Karena apa?
Aisyah benar-benar penasaran.





📚 Bersambung📚

Continue Reading

You'll Also Like

Insecure By

Short Story

31.5K 1.3K 63
Insecure dan pulih. Insecure Story.
2.6M 150K 41
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...
6.3K 363 42
Ini kisah tentang sepasang hati yang terus berjuang meskipun derita selalu menghalang. Ini kisah tentang dua hati yang tak bisa bersatu dan berakhir...
8.8K 729 28
Seorang anak remaja bernama Arfan bercita-cita menjadi seorang penulis. Namun dalam kehidupannya ia mengalami banyak masalah; kegagalan cinta, ketida...