Biasanya, ada letupan bisu dalam hati ketika dia yang kamu ingin ketahui asal-usulnya datang menghampiri.
Percayalah, saat itu pula kamu sedang merasakan apa itu menyukai.
_Love In Galaxy_
~Now playing: Dia Istimewa
~Happy reading~
ANGKASA, Samudra, Elang, Darma, dan Rains sedang bermain basket di lapangan. Sudah menjadi kebiasaan, ketika kelima orang lainnya bermain basket, maka Sagara dan Dirga berperan sebagai penyanyi dadakan. Padahal, di antara mereka hanya Elang dan Angkasa yang suaranya tiada terbandingi. Memang kedua cowok itu anggota ekstrakurikuler musik SMA Adiwara.
"Tuhan aku sedang jatuh cinta. Ku bingung harus bagaimana. Ingin hati nyatakan cinta. Ku takut dia ada yang punya." Sagara memainkan botol bekas minumannya sebagai musik dia bernyanyi.
"TUHAN TOLONG, TOLONG BANTU AKU, KETUK PINTU HATINYA. AKU HANYA INGIN DIA, KARENA DIA SUNGGUH ISTIMEWA." Dirga melanjutkan nyanyian Sagara dengan suara keras yang membuat Sagara meliriknya sebal.
"AYO BANG ANGKASA, SEMANGAT!! NANTI DIRGA NYANYIIN LAGI DEH," teriak Dirga sembari melompat-lompat.
Jam istirahat kedua sebentar lagi berakhir. Tapi, mereka masih enggan untuk kembali ke kelasnya. Bukan karena ingin membolos, dia memang sudah biasa masuk kelas terlambat bersama.
"ELANG! ADA CEWEK, LANG! CANTIK LAGI. NAMANYA BINTANG. DIA SEDANG NAIK--" Dirga menggaruk tengkuknya melihat tatapan tajam Elang.
"Naik ... naik ke puncak gunung, tinggi-tinggi sekali," lanjut Dirga sembari menyengir kuda.
Dari ke tujuh cowok itu, memang hanya Dirga yang kebiasaan mengeraskan suara ketika berbicara. Kadang, teman-temannya itu harus menjaga fungsi pendengarannya baik-baik ketika berada di dekat Dirga.
Diam-diam, Elang mengikuti pandangan Dirga ketika cowok itu tadi berteriak menyebutkan kata 'cewek cantik' padanya. Elang penasaran. Seketika, pandangannya bertemu pada seorang gadis yang sedang tertawa di samping Bulan.
Sudut bibir Elang terangkat tipis sekali. Nyaris tidak terlihat. Dia tidak bisa untuk tidak tersenyum setiap kali bertemu Bintang.
Angkasa pun sama. Dia mengikuti pandangan Dirga yang masih memandang takjub ke arah utara lapangan.
"EMBUL!!!" panggil Angkasa keras pada seorang gadis di sana. Angkasa melambaikan tangan dengan senyuman lebar yang menghiasi wajahnya.
Merasa dipanggil, Bulan menoleh. Dia tertawa-tawa melihat tingkah Angkasa yang peringkat teratas dari kata absurd. Kemudian, pandangan Angkasa jatuh pada gadis di samping Bulan.
"Bi, Bi siapa sih?" gumamnya menggaruk kepala. "BINTANG! HAI, GUE ANGKASA. MAKASIH KEMARIN UDAH LO TOLONG," ujarnya pada Bintang keras-keras.
Elang melirik Angkasa sekilas. Lalu, kembali menatap Bintang. Kedua cowok itu sudah lupa dengan permainan basketnya, karena ketiga temannya yang lain pun juga beristirahat sebelum bersiap masuk kelas.
Angkasa dan Elang tersenyum lebar di tengah lapangan sambil memandang kedua cewek di pinggir lapangan itu. Pandangan Elang jelas untuk Bintang, karena dia merasa tertarik dengan cewek itu. Sedangkan, Angkasa? Entahlah, dia memandang siapa sekarang.
Dengan sisa-sisa keringat yang menetes di dahinya, ketujuh cowok itu berjalan bersamaan menuju kelas XI IPA 6.
"Halo, manis. Kenapa gak masuk kelas?" tanya Angkasa kepada seorang adik kelas yang duduk di kursi panjang koridor.
Elang buru-buru memiting leher Angkasa. "Lo, bisa gak sih? Gak usah godain cewek mulu," katanya pelan namun penuh penekanan.
"Nah, tuh dengerin, Sa! Lo gak ada tobat-tobatnya perasaan," timpal Darma setelah mendengar perkataan Elang.
"Tau, tuh! Contoh nih! Abang Dirga cowok paling setia," ujar Dirga menepuk dadanya bangga.
Angkasa melipat tangan di depan dada. Dia berdehem sebelum akhirnya berkata, "Maklum, orang ganteng mah bebas. Mau jungkir balik pun tetap keren."
"Ekhm! Kalo udah kaya' gitu siapa yang mau nolak gue, hah?" lanjutnya.
Mendengar itu, Elang ingin sekali menyumpal mulut Angkasa dengan sepatu. Sikap Angkasa yang selalu percaya diri, songong dan tidak bisa mengontrol bicaranya itu kadang membuat Elang kesal sendiri. Tapi, dibalik semua itu Angkasa benar-benar sosok sahabat yang pengertian.
"Serah, Sa! SERAH!"
"Gue doain lo bakal ngerasain cinta sebelah pihak," ujar Sagara menepuk pundak Angkasa pelan.
Angkasa melotot tak terima. "Sotoy, lo! Doain gue kaya' gitu."
"Makanya, jangan bikin baper semua cewek. Lo kaya' gak tau aja gimana perasaan cewek kalo udah mewek. Gue aja lihat adik gue baru diputusin pacarnya, ikut prihatin. Segitu sayangnya para cewek sama laki-laki yang berhasil buat mereka jatuh hati," kata Darma serius.
Angkasa terdiam, lalu mengangguk menyetujui perkataan Darma.
"Iya sih. Gue juga punya adik cewek. Tapi, gue gak pernah lihat dia mewek-mewek gitu." Angkasa mencoba mengingat adiknya yang selama ini tidak pernah melakukan seperti apa yang Darma katakan.
"Berarti belum, Sa. Ntar lihat aja, kalo dia udah punya pacar. Tiap hari lo bakal jadi tameng pas dia udah di masa galau merana," ujar Rains hiperbolis.
Angkasa tidak menghiraukan lagi. Mereka kembali berjalan menuju kelasnya.
_Love In Galaxy_
Matahari mulai condong ke arah barat. Kira-kira, sekarang jam sudah menunjukkan pukul 15.30. Bel pulang sekolah baru saja berbunyi. Seluruh murid berlalu-lalang di sepanjang koridor untuk pulang.
Bulan baru saja memasukkan buku pelajarannya ke dalam tas. Gadis itu melirik Bintang yang masih berkutat pada buku Astronomi tebal di depannya.
"Ck, ck. Udah, tenang aja. Ntar malem lo ke rumah gue aja. Belajar bareng. Gue yakin lo bisa," kata Bulan.
Bintang masih merunduk sebal. Dia memang anak IPS, tapi entah kenapa sama sekali tak menyukai pelajaran Astronomi. Bintang selalu berusaha untuk bisa lancar mengerjakan latihan soal-soal. Tapi, tetap saja semua itu sangat sulit baginya. Berbeda dengan Bulan. Gadis itu sudah tidak perlu ditanya lagi tentang kemampuannya di bidang Astronomi.
"Pokoknya gue harus bisa ngerjain ini, Bulan," ujar Bintang mengeluh.
"Iya. Tapi ini udah waktunya pulang. Lo mau nginep di sini emang?"
Bintang pun menggeleng.
"Lo pasti bisa. Tapi gak usah maksa juga kali. Mungkin bakat lo bukan di bidang itu. Coba lo ngerjain sosiologi, mudah kan? Karena kemampuan lo ada di situ." Bulan menepuk bahu Bintang.
"Udah yuk, pulang!"
Bintang akhirnya menurut. Mereka berdua berjalan beriringan menyusuri lorong utama sekolahan. Sampai akhirnya, mereka tiba di depan gerbang. Bulan berpamitan pada Bintang karena dia sudah dapat taksi. Dan seperti biasa, Bintang tidak masalah menunggu bus di halte sendirian.
Saat Bintang hendak melangkah, pundaknya ditepuk seseorang dari belakang. Bintang akhirnya menoleh.
Pertama yang tertangkap netranya adalah dada bidang yang terbalut kemeja seragam berwarna putih. Sedikit, dia mendongak lagi. Rahang tegas yang menawan itu membuatnya meneguk ludah. Semakin ke atas, bibir sedikit merah, hidung mancung, sampai puncaknya, pandangannya bertemu dengan bola mata hitam meneduhkan milik cowok di depannya.
"Hai, Bintang. Ketemu lagi," sapa cowok itu.
Bintang masih tidak menyahut.
"Gue Elang, kalo lo lupa," kata Elang sembari tersenyum tipis.
Bintang meringis. "Oh, enggak. Gue gak lupa kok."
"Lo mau ke mana?" tanya Elang padanya.
"Gue ... ke halte. Ya, gue ke halte kaya' biasanya," jawab Bintang sedikit kikuk. Entahlah, dia gugup berada di depan cowok itu.
"Lo gak pulang?" Bintang balik bertanya.
Elang menghela napas sambil memandangi arah lain. "Gue sih, tadi mau pulang."
"Terus?"
"Feeling gue mau ketemu sama lo ternyata bener." Elang terkekeh pelan setelah berkata itu.
Bintang pun ikut tertawa. "Kalo gitu, gue ke sana dulu ya?"
"Oke, hati-hati," balas Elang.
Bintang pun berbalik badan dan melanjutkan langkah kakinya menuju Halte. Bersamaan dia ingin menyebrang, sebuah motor dengan kecepatan tinggi menuju arahnya.
Elang membelalakan mata menyadari itu. Dengan sekejap, dia berlari menuju Bintang. Tangan Elang dengan asal menarik Bintang. Pikirannya hanya fokus bagaimana cara membuat gadis itu menyingkir. Dan ya, Elang menarik tas punggung Bintang sampai gadis itu terjengkang ke belakang.
Elang limbung. Badannya tidak bisa seimbang ketika Bintang menubruknya. Mereka berdua berguling ke pinggiran jalan yang ditumbuhi rerumputan hijau.
Mata Bintang memejam erat. Badannya bergetar hebat. Tangannya pun tak sadar mencengkeram pergelangan tangan Elang dengan kuat. Posisinya, Elang sedang memeluk pinggang gadis itu.
Perlahan, Bintang membuka matanya. Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat ketika netranya bertemu dengan tatapan meneduhkan milik Elang. Mereka saling berpandangan sangat lama.
"Aww." Elang meringis saat merasakan cengkeraman kuat di pergelangan tangannya. Itu karena kuku-kuku Bintang menancap di sana.
"Lo gak papa?" tanya Elang memastikan keadaan Bintang. Gadis itu mengerjap berulang-kali.
"Eh, sorry. Duh, lo jadi luka gara-gara nolongin gue," ucap gadis itu khawatir.
"Ini cuma luka biasa." Elang membersihkan sikunya yang kena tanah.
"Gue gak tau tadi kalo ada motor," kata Bintang lagi. "Untung ada lo."
Kini, gadis itu membantu Elang berdiri. Setelahnya, dia merapikan baju seragamnya sendiri.
Bintang meringis melihat siku Elang berdarah. "Gue obatin dulu ya?!"
"Gak usah. Udah sore, lo pulang aja ya! Hati-hati di jalan. Jangan teledor lagi," pesan cowok itu.
"Tapi luka lo?"
"Gak papa. Gue bisa obatin sendiri. Udah, pulang aja sana," ujar Elang.
Bintang menurut. Sebenarnya, dia berat hati meninggalkan Elang sendirian dengan luka yang tercipta karena menolongnya tadi. Bintang merasa tidak enak. Baru saja dia kenal, tapi dia sudah membuat cowok itu terluka karenanya.
Sampai 5 meter gadis itu berjalan, Bintang berbalik badan. Dia memandang Elang lagi. Dan cowok itu pun masih di sana mengamatinya. Bintang terhenyak ketika Elang tersenyum sambil mengedipkan sebelah mata ke arahnya. Oh tidak! Organ dalam Bintang sedang tidak baik-baik saja melihat itu. Bintang jadi gugup.
Vote+comment
Salam hangat
EL
See you next chapter
2-5-20