RED CITY : ANNIHILATION

By MilenaReds

750K 138K 46.2K

Sequel of RED CITY : ISOLATION Aku sudah pernah dengar tentang ramalan itu. Ramalan bahwa akan terjadinya Per... More

Exodus
Illude
Abience
Obscure
Oblivion
Beginning
Desolate
Passage
Trace
Origins
Fragments
Entangled
Benign
Aegis
Resolute
Curvature
Axis
Protocol
Unison
Matter
Covert
Storm
Ambush
-Left Behind-
Trapped
Tides
Haywire
Mayhem
-Left Behind-
Hurdles
Symbiote
-Left Behind-
Underground
Emblem
Chivalry
Changes
Hero
Target
-Left Behind-
Threat
Crossing
Visitor
Reverie
Encounter
Insanity
Inhuman
Initiation
Equals
-News Update-
Contra
Nights
-Enigma-
Selfless
Stranded
Turn
Side
Glass
- Ultra Malström -
-The Syndicate-
Divide
-Bloodline-
Reality
Lies
Trust
-Left Behind-
Demands
-Left Behind-
Promises
Lead
-Enigma-
Calling
Mind
Dare
Fate
Stalling

Avior

13.3K 2.2K 369
By MilenaReds

Tak terlihat tanda-tanda bekas kemuraman di pagi hari selanjutnya pada wajah tuan muda Pierre.

Ia sekarang sedang bertengger dipegangan tangga lantai dua, melaksanakan pidato penyemangat menggebu untuk semua kru yang berkumpul mendengarkan di bawahnya tanpa bantuan pengeras suara yang sungguh bisa berpotensi melukai tenggorokannya.

Regi dan Vincent saat ini mendapat tugas berberes diruang gimnasium, sedangkan aku dibebaskan dari tugas apapun semenjak rapat semalam.

Penuh kemuraman aku menceritakan situasi terakhir pada Regi dan Vincent sebelum istirahat tidur semalam. Pierre bahkan ketika itu menjadi pendiam menyaingi pendiamnya Vincent. Hanya Regi saja yang paling bisa menguasai diri dari berita potensi bencana nuklir bocor di jepang.

Regi bahkan sempat menegor setelah mendengar pendapat skeptis yang meluncur bagai keran dari mulutku.

Kita bukanlah tipe Que será, será katanya, terlebih disaat seperti ini.

Sepanjang rapat malam itu juga aku terus tak habis berpikir kenapa dulu harus repot merasa iri berat dengan Regi.

Aku ingat dengan jelas perasaan kecut yang timbul di hati ketika mendengarnya akan pergi rapat ke kota ini dan itu bersama para pembesar militer lain.

Dimataku saat itu hidup Regi terlihat seperti keren dan asyik sekali.

Tapi sekarang setelah menjalani sendiri, ternyata jauh dari kata asyik.
Kenyataannya, malah sangat menguras pikiran dan mental.

Padahal di rapat eksekutifnya, aku bukan sebagai pembuat rencana apalagi pembuat keputusan. Aku hanya sekedar ada untuk menyumbangkan pengalaman yang kupunya.

Tapi rasanya ketika itu badanku tak bisa berhenti ingin bergoyang-goyang bagai pajangan per di dasbor mobil saking gelisahnya.

Terlebih ketika memasuki pembahasan tentang mutan.

Diketahui sudah, ada beberapa macam jenis mutan dan hanya ada satu di dunia ini yang tercatat berhasil dibunuh.

Seharusnya memang ada dua, yang diledakkan olehku kemarin ini namun belum diketahui oleh banyak orang.

Mutan yang sudah tercatat ini berhasil diledakkan dengan bom besar di satu museum Spanyol yang memakan korban hampir dua ratus orang penyintas dan tentara didalamnya akibat keputusan singkat Letnan militer disana saking jarangnya mutan itu muncul dan selalu gagal untuk dibunuh.

Keputusan singkat Letnan itu sungguh membuat kepercayaan warga disekitarnya menurun. Bahkan memicu penyerangan balik para warga ke pertahanan militer karena membunuhi keluarga mereka yang berlindung dimuseum itu.

Aku sampai harus menekan kencang kakiku agar mampu tetap berdiri lurus dengan kedua tangan menggamit ujung meja, ketika Frida atas perintah Komander memainkan lagi video yang berisi detik-detik kegaduhan para warga dan anak- anak malang yang diledakkan hidup-hidup oleh bom api.

Dan entah aku yang terlalu putus asa, memasuki yang katanya kategori pembahasan 'teringan' seperti rencana penerimaan penyintas saja malah juga berhasil menambah kadar kestresanku.

Para eksekutif kapal membahas rencana cadangan jika saja harus menerima penyintas selamat kekapal.

Ketika itu mereka menanyakan bagaimana observasiku saat awal pertama seseorang yang kukenal tertular, walau mereka sudah punya video rekaman penularan tersendiri.

Lia dan Prajurit Felix lah yang tentu masuk jadi subjek pembahasanku.

Aku menceritrakan bagaimana masih sempat sedikit berbincang setelah mereka tergigiti zombie sebelum satu terpisah denganku dan satunya lagi mengakhiri hidupnya sendiri tepat dihadapanku.

Menyadari kru kapal ini sedikit dan tak adanya anjing pengendus, para eksekutif memutuskan menggunakan tenaga kru dapur, kru mesin dan kru perbaikan sebagai 'polisi' pengecek para penyintas apakah ada yang terkena gigitan infeksi atau tidak sebelum memasuki kapal.

Langsung bisa kulihat ada potensi bencana disitu sampai aku tak sengaja menyeplosnya begitu saja kepada para eksekutif.

Pemikiranku, kalau hanya menerima satu atau sepuluh mungkin masih aman, tapi bagaimana jika skenarionya ada ratusan atau ribuan penyintas datang berdesak-desakan masuk.

Apakah sempat dan mau jika para penyintas itu diminta satu persatu untuk melucuti semua pakaiannya.

Dan bagaimana jika kelalaian terjadi, hingga lolosnya yang terinfeksi tanpa diketahui.

Lalu menulari satu kapal?

Walau mengetahui dengan benar kurangnya personil bertugas, aku lebih memilih fokus pada satu tujuan. Seperti satu kapal khusus untuk tempat para tentara penyerang, lalu tentukan satu kapal lain khusus untuk ribuan penyintas dengan tentara penyelidik khusus, bukan petugas dapur yang dipaksa jadikan penyelidik.

Salah satu pembahasan yang kudengar cukup menyegarkan suasana keruh adalah pembahasan pengisian suplai senjata pelengkap dan makanan kekapal ini yang sudah dijalankan oleh ayahnya Pierre, Karl Malström.

Ternyata benar kemarin saat Delhart datang, dikuras banyak makanan dan senjata yang ada sehingga membuat kapal Aegis ini hanya sekadar kapal layar saja bukan kapal perang seperti yang seharusnya.

Tuan Karl juga menceritakan tentang kekacauan terkini didarat seperti penjarahan, pembunuhan, perdagangan obat palsu yang digadang-gadang dapat penyembuh mereka yang tertular, kekacauan karena kurangnya pasokan bensin dan senjata. Bahkan menurutnya kegagalan pasukan utama menahan zombie ke utara jepang karena imbas kacaunya sistem pengiriman suplai bensin, senjata serta makanan.

Tapi untungnya dari awal kejadian keluarga Malström cepat mengumpulkan pegawai bahkan tentara bayaran walau dengan jumlah terbatas untuk mengamankan tempat pabrik-pabrik penghasil suplai terpenting perusahaannya walau belum tahu sampai kapan itu akan bertahan.

Kusadari sekarang bahwa Komander Pride ternyata cukup pintar untuk mengumpulkan orang-orang yang punya pengaruh kuat. Pantas tak ada ia halangi Delhart kemarin mengambili senjata dan tentara-tentara yang keloyalitasannya tak dapat dipegang.

.

.

Selesai pidato, Pierre melakukan penelusuran ke seluruh ruangan. Aku yang tak ada kerjaan pun mengekori dibelakangnya bagai asisten setia.

Pierre seakan ingin memastikan keberadaan dirinya diketahui oleh seluruh awak kapal. Ia menyalami mereka semua, tersenyum dan berbicara basa-basi bagaikan kampanye calon kepala daerah.

"Ternyata keluarga kita memang mirip ya," katanya ketika melangkah santai dikoridor. "Keluargaku juga bukan tipe Que será, será."

Ia lanjut membandingkan sejarah jaman dulu keluarga dari buyut-buyut-buyut- neneknya yang selamat dari wabah black death yang berhasil menghabisi jutaan penduduk eropa dalam waktu singkat.

"Jadi pasti keluargaku juga bisa selamat dari wabah sekarang ini!" timpalnya lagi sambil menarik buka pintu kamar mandi dan melongokkan kepalanya kedalam.

Ia benar-benar bertekat menyalami semua kru.

Ditutupnya lagi pintu kamar mandinya dengan pelan setelah tak menemukan siapapun kemudian ia menghembuskan napas panjang nan dramatis.

"Kau tahu Lucian,"
Katanya, mendadak serius.

"Aku sih masih cukup positif tentang hal ini semua. Tapi mendengar video suara jerit penderitaan anak-anak malang itu di museum kemarin-"

Aku hanya memberi anggukan penuh kegetiran.

Pierre berarti terkena imbas syok yang sama besarnya denganku. Video suara jeritan menderita itu rasanya jelas nyata sekali hingga terngiang di pikiran.

"Hal ini semakin membakar keinginanku untuk melakukan perjuangan, dengan lebih serius tentunya."

Aku tersenyum tipis.

Baguslah jika kau sudah anggap ini serius!

"Kita akan melakukan ini dengan gear yang lebih menunjang."
Pierre memandang jam tangan digital emasnya yang menunjukkan sudah jam sepuluh pagi.
"Ayo, kita cek. Mungkin proses pemindahan gearnya dari heli telah selesai."

.

.

.

.

Pierre mengajakku mendatangi ruangan gimnasium dan seketika itu pun aku terperangah.

Ruang gimnasium pria sudah disulap menjadi ruang pelatihan menembak.
Beberapa tentara pria berkumpul dan terlihat heboh mencobai menembakkan ke lingkaran sasaran tembak yang di jejerkan ditembok dengan senapan baru yang bodinya bewarna abu mengkilap.

Aku melirik pada Pierre yang menyunggingkan senyum sombong sambil menyilakan tangannya.
"Ya aku tahu, kau pasti mau sebut keluarga Malström memang hebat tak ada tandingan di dunia."

Aku sih tak mau menyebut tak ada tandingan didunia. Tapi aku tentu harus mengakui keberadaan senjata mereka sangat membantu kelangsungan hidup kapal ini.

"Tidak sampai disitu saja."
Ia menggerakkan kepalanya agar aku mengikutinya.
"Ada tambahan spesial lagi untuk tim most valuable player."

Aku mengekorinya ke ruangan sebelah yang terdengar lebih hening tanpa suara tembakan uji coba senapan.

Ketika pintu didorong buka, langsung aku melihat Vincent, Karl Malström, Komander, Archibald bahkan Regi berdiri di tengah ruangan berhadapan dengan monitor kaca besar nan tipis dimeja depannya.

"Selamat pagi!"
Terdengar alunan lembut Aunty Cheryl dan Sophia menyapa kami lewat layar monitor kaca tipis itu. Mereka melakukan sambungan video langsung dari kamar kapal pesiarnya.

Pierre menghampiri, berbicara menghadap ke layar itu sedangkan aku terus melengos mendekati Regi dengan canggung.

Aku melirik sesekali ke arah Komander mencari 'tanda' namun wajahnya terlihat tenang walau berdiri sebelahan dengan Regi.

Entah karena paksaan Pierre, tapi aku cukup heran Komander akhirnya mau mengikut sertakan Regi juga Vincent. Dan mungkin ini pertama kalinya mereka bertemu langsung bahkan berdiri bersebelahan setelah insiden penyanderaan petugas dapur yang dilakukan oleh kakakku.

"Bagaimana menurut kalian hah?"
Kata Pierre tiba-tiba disamping kami.
"Keren bukan?"

"Hah?"
Aku menoleh heran.
"Apanya yang keren?"

"Loh kupikir kau sudah lihat, itu didepanmu-"

Aku sampai melihat dua kali kedepan. Bisa-bisanya aku tak menyadari keberadaan tujuh tentara berdiri berjejer di dinding tak jauh didepan.

"Oh w--waw!"
Tanggapku dengan gagap melihat lampu mata pada helm pelindung tentara itu bewarna oranye-merah.

"S-siapa mereka?"

Pierre menyahut sambil memandangi sumringah Ayahnya.

"Bukan siapa, Lucian. Tapi apa."
Ia menoyor bahuku.
"Itu yang kusebut gear tambahan. Body protector suit bagi tim khusus."

Aku mengerjap-ngerjap penuh heran.
"Oh itu kostum pelindung-"

"Body protector suit, Lucian."
Nadanya tak terima kusebut kostum.
"Jadi bagaimana menurut kalian bodyprotectorku ini?"

"Ehm-"
Aku menggigiti pipi dalam mulutku menahan tawa geli sambil memandangi bolak-balik Regi dan Vincent yang hanya diam saja.

Karena tak juga mendengar adanya komentar, Pierre akhirnya menekanku.
"Heh bagaimana? Bagus tidak? Ini pelindung dari bahan nano teknologi. menghindari cakaran mutan-"

"Ya bagus sih. Keren."
Aku mengangguki sambil meneliti seragam pelindung serba hitam itu kembali.
"Tapi desain helmnya terlihat--eng--agak mengkhawatirkan."

Helmnya itu mempunyai enam mata berderet kebawah dengan warna oranye hampir kemerahan yang membuatnya tampak menyeramkan.

Sampai aku yakin sekali rasanya orang-orang bakal langsung lari terbirit-birit menjauh melihat tentara yang memakai seragam seperti ini.

"Kau tahu-"
Aku melanjutkan pendapat dengan berbisik-bisik.
"Terkesan seperti- penjahat."

"Umh."
Pierre mengangguk-angguk.
"Kau dengar? Uncle?"

Dahiku mengerenyit bingung.
"Un--ooh!"

Kaget sekali rasanya diriku sampai termundur selangkah kesamping melihat pria berambut ikal berjas rapi yang berada tepat sekali dibelakang kami.

"Perkenalkan pencipta dan pendesain bodyprotector ini-- Uncle Cyril."

Oh sial!

Aku benar-benar tak melihat keberadaannya diruangan ini sebelumnya sampai aku merasa pamannya ini pasti baru muncul dari kolong meja.

"Uncle Cyril adalah adik ibuku-"

"Oh hahah-"
Aku mengangguk-angguk canggung memberi hormat segera.
"Maafkan saya Uncle-- eh Sir-"

Pierre mendengus geli sedangkan Uncle Cyril hanya memberiku senyum tipis ala kadarnya.

Sepertinya ia agak tersinggung dengan komentar 'desain villainnya'.

"Itu sepuluh baju pelindung ciptaanku yang didesain kurang dari dua tahun. Sehingga pasti masih ada cacatnya--"
Uncle Cyril memulai sendiri sambil melepaskan jasnya.
"Dari sepuluh hanya ada tujuh rasanya yang aktif dengan baik. Kau mau kupakai dulu protektornya untuk mendemostrasikan--"

"Tak usah Uncle,"
Pierre menyelak cepat.
"Biar dicoba saja langsung."
Ia memiringkan kepalanya kearahku dan Vincent.
"Mari ikut aku mencobanya!"

.

.

.

Aku, Vincent, dan Archibald dipaksa ikut ke bilik penutup yang didirikan disamping ruangan. Sebetulnya Regi juga diajaki Pierre. Namun ia tetap menolak dengan alasan ingin melihat-lihat dulu saja.

Aku sempat menyangsikan bodyprotector itu akan muat pas ditubuhku. Tapi selesai memakainya lalu memencet tombol pada pinggang sesuai yang diinstruksikan Uncle Cyril, bahan pakaian itu seketika mengetat menyesuaikan diri dibadanku dengan sendirinya.

Aku bahkan sampai mengeluarkan pekik ringan ketika pakaian nano teknologi yang katanya Uncle Cyril terbuat dari karbon hexagon itu berhasil 'memeluk tubuhku' dengan presisi yang tepat sekali. Tak terlalu ketat atau terlalu kendur.

"Bagaimana?"
Ungkapku sembari keluar dari bilik sambil celingukan menyadari baru hanya diriku yang berhasil duluan selesai menggunakan bodyprotectornya.

Uncle Cyril menenteng helmku untuk dipakai terakhir, karena cukup sulit dan butuh bantuan orang kedua untuk memasangkannya.

Aku menyelipkan kepalaku ke dalam helm bermata enam itu dengan dua kali usaha tarikan,

lalu gelap.

Aku tak bisa melihat apapun dari dalam helm itu.

"Hei kau siap?"
Tanya Uncle Cyril mengetuki depan helmku.

"Yap!"

.

.

Aku menunggu rasanya sampai sepuluh detik penuh hingga akhirnya muncul tampilan logo program persis di layar depan wajahku.

Lalu muncullah tulisan.

Welcome,

Please open your eyes widely for scanning process.

Aku otomatis melebarkan mata.

Seketika muncul kilatan cahaya merah melesat sedetik ke mata dilanjuti segera tulisan,

Scan running
succesfully.

Aku masih mengerjap-ngerjap dari silau kilatan singkat sebelumnya.

Say your name clearly please.

Eh?

Aku mengambil lima detik berpikir.

"Lucian."

Voice recognition clear.

Welcome Lucian!

Dan aku pun bisa melihat.

Oh God!

"Bagaimana?"
Tanya Uncle Cyril yang berdiri tepat didepanku.
"Tampilannya jelas?"

Aku termangu, benar-benar terperangah sekali.

Terlihat semua yang berdiri memandangiku lewat layar helmnya namun dengan tambahan info data dikiri kanan tampilannya.

Regi dan Komander bahkan juga tak kalah terperangah mengamati dari atas kebawah.

"Terlihat jelas-- jelas sekali!-- astaga Tuhan!"
Sahutku takjub dengan teknologi gila yang kupakai ini. Aku bagai memandangi mereka lewat mata robot.

Walau masih menganggap ini konyol, tapi aku merasa antusias, menyelidik seluruh badan, merabai bahan bodyprotector hitam nano yang sangat ringan ini.

Kuakui, sungguh kuakui, Bodyprotector ciptaan Uncle Cyril telah berhasil membuat badanku terlihat lebih tangguh dan kuat.

"Wah kau sudah selesai duluan?"
Pierre bersua dibelakangku.

Aku mengangguk sambil menoleh pada Archibald dan Vincent yang belum dipakaikan helm.

Mereka juga menatap penampilanku dengan mata membelalak.

"Apa pakaian ini bisa membuat kita terbang?"

"Ya tentu saja tidak dong Pierre!"
Uncle Cyril memutar bola matanya.
"Ini kan rencananya dipakai untuk melindungi dari cedera jika berhadapan langsung dengan mutannya!"

Sesudah Uncle Cyril membantu memasangkan helmnya ke yang lain, Pierre lanjut mengajak kami berdiri berderet mendekati layar monitor, memperlihatkan penampilan kami dengan jelas kepada Aunty Cheryl dan Sophia.

Tinggiku kusadari jadi bertambah. Aku yang tadinya setinggi leher Pierre sekarang menjadi setinggi telinganya.

Mungkin karena seragam kugunakan ini khusus untuk wanita, Uncle Cyril mendesain bagian sepatu pelindung dengan tambahan pelapis peninggi pada bagian dalam telapak kakinya.

"Awh lihat kalian!"
Aunty Cheryl dan Sophia memekik heboh.
"Kalian terlihat keren dan sangar sekali!"

Pierre terkekeh senang.
"Yeah tentu! Tak lupa kita harus berterima kasih pada Uncle Cyril!"
Ia mengedikkan kepalanya lalu Uncle Cyril pun tersenyum lebar dan disambut tepuk tangan ringan sebagai penghormatan oleh Karl, Komander bahkan Regi.

"Ya! Ini akan keren sekali ketika di sorot kamera!"
Ia menyelesaikan kekehannya dan kembali memandang lurus ke monitor.

"Aku ingin menamai pasukan khusus ini sesuai dengan nama perusahaan senjata kita--"

Mataku sekarang hanya fokus memandang tampilan baru kami yang terpampang pada layar monitor besarnya di meja.

"Akan kunamakan ini--
Lanjut Pierre.
"Pasukan Avior."

Continue Reading

You'll Also Like

Jimin Or Jimmy By arzy

Science Fiction

508K 2.9K 8
hanya cerita tentang jimin yang memenya sering gatel pengen disodok
Morgan Story By Enjoyxyl

Science Fiction

32.5K 2.7K 14
[BUDAYAKAN FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] @rryaxx_x8 Amora Stephanie putri Gadis cantik, kaya, dan pintar yang hampir dikatakan sempurna. Apapun yang d...
SAMA AKU AJA By Ry

Science Fiction

1.3M 61K 34
🌹 🌹 🌹 🌹 Oya. Cerita ini aku private! So, yang mau baca, bisa follow terlebih dahulu 😄 Muachhhh...
488K 72.8K 91
CERITA INI ADALAH CERITA SURVIVAL, DAN SUDAH BERISI SEASON 1, 2 DAN 3 [High School Of The Elite] Ditengah kekacauan negara, pemerintah di seluruh dun...