RED CITY : ANNIHILATION

By MilenaReds

751K 138K 46.2K

Sequel of RED CITY : ISOLATION Aku sudah pernah dengar tentang ramalan itu. Ramalan bahwa akan terjadinya Per... More

Exodus
Illude
Abience
Obscure
Oblivion
Beginning
Desolate
Passage
Origins
Fragments
Entangled
Benign
Aegis
Resolute
Curvature
Axis
Protocol
Unison
Avior
Matter
Covert
Storm
Ambush
-Left Behind-
Trapped
Tides
Haywire
Mayhem
-Left Behind-
Hurdles
Symbiote
-Left Behind-
Underground
Emblem
Chivalry
Changes
Hero
Target
-Left Behind-
Threat
Crossing
Visitor
Reverie
Encounter
Insanity
Inhuman
Initiation
Equals
-News Update-
Contra
Nights
-Enigma-
Selfless
Stranded
Turn
Side
Glass
- Ultra MalstrΓΆm -
-The Syndicate-
Divide
-Bloodline-
Reality
Lies
Trust
-Left Behind-
Demands
-Left Behind-
Promises
Lead
-Enigma-
Calling
Mind
Dare
Fate
Stalling

Trace

13.5K 2.6K 479
By MilenaReds


Marsia membeliak melihat jejak dilantai.

"Kau..kau yakin--"

GRAAAKH!

"Ishhh!"
Ia mendesis kesal.
"Astaga!"

Tangannya mengepal-ngepal, menyaksikan serigala itu semakin mencakari ganas pintunya.

Sudah tak ada pilihan lagi bagi kami.

"Kita harus segera bergerak,"
Ajakku menarik lengannya.
"Ayo,"

Dengan keberatan penuh ia memandang sebelum akhirnya mengangguk.

.

.

.

"Aku tak percaya ini terjadi,"

Ratapnya, sambil ikut menunduk sama sepertiku tiap melewati pintu ganda berjendela di kiri kanan lorong dengan cepat.

"Seandainya saja tak ngeyel dari nasihat ibu-"

Aku tak menyahut, hanya fokus melangkah mengikuti jejak kakakku di lantai.

Sungguh bersyukur untuk jalanan berlumpur didepan tadi sehingga mempermudahku dalam mengikutinya sekarang.

"--Bagaimana denganmu?"

Aku mengerjap.

"Bagaimana apa?"

"Iya orangtuamu-"

Aku menahan lengannya agar memperlambat langkah ketika mendekati pintu ujung lorong koridornya.

Kami mengawasi pintu yang sekarang berjarak tinggal dua langkah didepan kami, berkeadaan setengah terbuka dengan cahaya lampu bewarna oranye berkedip-kedip dibaliknya.

"Sudah lama aku kehilangan mereka,"
Jelasku sendiri seraya melangkah maju mendekati pintunya.

"Dan aku, akan melakukan apapun agar tidak mengalami kehilangan lagi"

Kudorong pintunya hingga mengayun membuka penuh.

Dan kembali kami melihat koridor panjang yang kosong melompong, tak ada apapun.

Tak ada pintu disisi kiri kanan lorongnya. Koridor panjang remang tanpa lantai keramik, hanya dilapisi semen dan dindingnya bewarna coklat kusam yang sungguh berhasil sekali menambah rasa depresi dipikiranku.

Jejak dilantai pun tampak berubah ketika kuteliti.

yang tadinya jarak jejak langkah satu sama lain berdekatan, berubah menjadi berjauhan.

Aku mengerenyit, pandanganku beralih jauh ke pintu selanjutnya yang sudah terbuka lebar diujung lorong depan.

Jelas terlihat Regi sudah tidak hati-hati lagi dalam membuka pintunya.

Apa dia telah melihat sesuatu

dan berusaha mengejarnya?

"Lucy lihat deh,"

Ada papan penanda penunjuk didinding samping Marsia yang memberitahu bahwa jalur ini menuju langsung ke DECK 1.

Apa yang dia kejar disini?

"Kita akan segera menemukannya disana!"
Sebutnya yakin.
"Kira-kira apa--hei tunggu!!"

Tak buang waktu aku segera berlari cepat menyusuri koridor keduanya.

Oh Tuhan,

Mengingat kenyataan bahwa sudah hampir sejam tertinggal dibelakang Regi membuat kepalaku mulai memunculkan skenario terburuk yang mungkin telah terjadi.

Rasanya ingin sekali segera memanggil, meneriaki namanya. Namun aku takut malah mengundang monster lain yang ada didalam gedung ini.

Setelah melewati pintu ayun ganda yang sudah terbuka lebar itu, lantainya berubah menjadi berbahan plat besi yang menanjak keatas menuju pintu geser baja besar bertuliskan DECK 1 yang juga dalam keadaan tak tertutup rapat.

Deck? dek lantai kapal?

Aku terus berjalan maju, mengacungkan pistolnya lurus.

Gedung ini menyambung langsung ke kapal?

Pintu bajanya terlihat berat untuk digeser, Marsia yang sudah berada tepat dibelakangku menawarkan diri untuk membukanya.

"Aku yang menarik,"
Abanya dengan dahi bercucuran keringat, tangannya menggenggam cantelan gagang.
"Dan kau bersiap dengan pistolnya oke,"

Aku mengangguk.

Satu.. dua..

DANG!

"Sial!"
Rutuk kami sama-sama terkejut mengetahui pintunya malah ternyata mudah digeser jadi membanting gaduh kesamping.

Marsia menggeleng, membuntutiku maju.
"Astaga aku tak tahu kalau--"

Langkah kami segera terhenti.

Benar kami telah masuk kedalam dek kapal sekarang.

Namun belum apa-apa, sudah disambut dengan pemandangan jejak darah dilantai besi kapalnya berjarak tiga langkah didepan kami.

Kami maju mengamati jejak seretan darah horizontal dari pintu kamar mandi disebelah kiri, menuju pintu elevator tertutup tepat diseberangnya.

Darah siapa ini?

Aku menatap layar kecil disamping elevatornya yang menunjukkan liftnya berada dilantai empat dan tak kunjung terlihat akan bergerak turun.

Sepertinya sengaja diberhentikan dari atas.

Aku mengamati lagi jejak dilantai sebagai petunjuk dan dengan horor menyadari bahwa jejak kaki kakakku itu juga berakhir disini.

Jarak antar langkahnya terlihat merapat melambat menuju pintu kamar mandi, seperti mengendap-endap.

"Tunggu!"
Sebutku pada Marsia yang sudah mau membuka saja pintu kamar mandinya.
"Tunggu, kumohon-"
Jariku menunjuk-nunjuk kebawah.

Marsia pun membeliak sadar pada jejaknya lalu memandangku panik.

Tidak. Tenang Lucy. tenang..

Aku meremas kencang pistol suar ditangan,

mendorongi buka daun pintunya dengan ujung bahu kananku perlahan.

Kree..eet..

.

.

Mataku menyapu ke sela pintu.

Dan terlihatlah genangan darah merah gelap menutupi ubin lantainya.

Ya am..pun!

Aku lekas mendorong lebih lebar lagi pintunya.

Jantungku terasa diremas oleh tangan dingin ketika selanjutnya menyaksikan ada sepasang kaki abnormal pucat besar bersisik yang tergeletak dilantai.

Abnormal pucat milik Mutan.

Pandanganku terus bergeser dari kaki, perut, torso dadanya dan terhenti dilehernya.

Ma..na kepalanya?

"Kepalanya putus!"
Ceplos Marsia dengan gemetaran dibelakangku ikut mengintipi juga mayat mutan yang mempunyai kelainan tubuh berbeda dari mutan yang kuhadapi sebelumnya.

Yang ini terlihat kurus sekali, badannya bersisik seperti kadal namun kisaran tinggi tubuhnya hampir sama sepertinya dengan mutan kemarin.

Aku melewatinya, lanjut menghampiri kesekitar deretan pintu bilik, menunduk-nunduk penasaran berusaha mencari kemana kepala mutannya yang akhirnya kutemukan tergeletak di lantai bilik wc kedua dari lima bilik yang ada.

Aku menelan rasa mual, berupaya meneliti sebentar kepala bersisik mutannya yang terlihat cekung kedepan.

Membuatnya terlihat seperti manusia reptil.

Jenis berbeda..?

Aku berbalik mundur mendekati deretan wastafel pecah dekat badan mutannya.

"Tempat macam apa ini!"
Desis Marsia diseberangku menyenteri badan mutannya walau lampu neon diatas kami menyala terang.
"Dan makhluk apa itu?"

Aku tak menjawab, mataku fokus meneliti keantara pecahan wastafel putih dilantai.

I..tu?

"Belum pernah aku melihat makhluk aneh seperti ini, Lucy--"

Aku menutup mulut.

"--kita harus segera pergi dari sini, tepat setelah bertemu kakakmu!"

Tanganku menarik kain terkoyak bernoda darah kering tersangkut pada pecahan wastafelnya.

"Ini sobekan kain lengan kemeja Regi!"
Sebutku panik.
"Oh tidak-tidak"

"Kau yakin? hei Lucy!"
Marsia berusaha menyergah dengan memegang erat bahuku.
"Lucy sabar dulu!"

Jariku mencengkrami sobekan kain sambil mempelototi kuku jari mayat mutannya.
"Ini-- t...tunggu, apa itu?"

Mataku sekarang menangkap sesuatu yang berkedap-kedip pada pinggang bawah mutannya.

Aku segera berjongkok mengulurkan tangan, sekuat tenaga menaikkan sedikit badannya,

Lalu, terlihatlah handietalkie dengan lampu kuning diantenanya masih terus nyala berkedap-kedip tertiban dibawahnya.

Bagai menemukan harta karun aku segera menyambar tarik alat itu keluar.

"I...ni masih aktif!"
Pekikku tak percaya.
"P...unya Regi! Pasti terjatuh dari saku resleting jaketnya-"

"Lucy,"
Marsia memotong sambil matanya mengawasi ke luar pintu.
"Bisakah hubungi seseorang segera untuk menyelamatkan kita-"

"Ya se...bentar,"
Ucapku, coba menekan tombol aktifnya.

Terdengar suara gemeresak radio namun terputus-putus.

Layarnya pun malah menyusul ikut berkedap-kedip.

"Sial!"
Rutukku dengan mengguncangkan handietalkienya.
"Sepertinya ini agak error--"

Brugh!

Marsia mendadak bergerak mundur secara agresif hingga menabrakku.

"Kenapa?"

"Lu-cy-"
Gagapnya dengan terus memandang horor ke pintu.
"Kurasa ada suara geram diluar-"

Aku terperangah memandangnya dan ikut memasang telinga.

.

.

.

Hening, tak ada suara apapun.

Hanya terdengar bunyi tetesan cepat air dari pipa wastafel yang bocor serta suara dengung berat hasil dari ventilasi besar penyedot udara yang masih aktif diatas bilik terujung kamar mandinya.

"Tapi tadi rasanya aku dengar--"

GRAKH!

Pundakku langsung menegang kaku.

Marsia membelalak.
"Suara mengerikan apa itu?!"

Sial!

"Kau... tunggu,"
Ujarku dengan memasukkan Handietalkienya dulu kesaku lalu segera berjalan keluar dari kamar mandi.

Sial! Sial!

Aku mengamati kesebelah kanan, ke jalur masuk pintu geser besi yang kami lalui sebelumnya, lalu ganti mengamati ke jalur kosong dek sebelah kiri.

Apa mungkin...

Dengan merapatkan tubuh ke dinding aku maju perlahan, menyusuri koridor deknya lalu mengintip ke kelokan pertamanya disebelah kiri.

Oh demi Tuhan!

Jantungku terasa melorot keperut.
Ada mutan kurus bersisik yang sama berdiri menyerong diam ditengah koridor didepan pintu ruangan terbuka tak jauh dari tempatku.

Dengan gerakan kaku ia membungkuk, kepala cekungnya bergerak kekiri-kanan dan membuatku terkejut karena seketika ia memutuskan berjalan cepat kearah kelokan dimana aku berdiri.

Bagaimana ia tahu?!

Badanku terasa tersetrum.

Aku menghambur kabur balik kekamar mandi, dengan tergelincir berhasil segera masuk lalu membanting tutup pintu dan menekan kunci pada kenopnya.

Tepat hitungan lima detik, pintu kamar mandinya pun dihantam keras dari luar hingga aku dan Marsia pun memekik ketakutan.

"Sial kita terjebak!"
Ceplosku dengan terus melangkah mundur menjauhi pintu.

"Apa maksudmu?!"
Balas Marsia dengan panik.
"Kau kan bisa menembakinya saja--"

"Tidak akan mempan!"
Aku berteriak frustasi sambil memandang panik kesekeliling kamar mandi, mencari cara.

BUGH!

Tuhan bagaimana ini?!

Tanganku mencengkram rambut dikepalaku meneliti keseluruh dinding keramik biru kamar mandinya.

Tak ada jendela untuk melarikan diri!

BAGH!

Tidak--

Telingaku menangkap suara dengung ventilasi udara besar diatas bilik wc terujung dan seketika membeliak.

Ada jalan!

"Marsia ayo!"
Ajakku sambil menarik bahunya.

Ia sempat terlihat kebingungan sebelum akhirnya melihat satu ventilasi tertempel dilangit-langit yang kutunjuk.

Kami pun segera berlari melangkahi mayat mutannya dilantai, menghampiri segera bilik wc terujungnya.

Kupersilahkan Marsia yang posturnya lebih tinggi dariku memanjat keatas tutup toilet duduk, untuk membukakan penutup ventilasinya.

Ia pun berhasil menarik lepas tutupnya dengan mudah dan segera memanjat naik, dibantu dorongan dariku.

Tepat ketika Marsia mengulurkan tangannya padaku, pintu kayu kamar mandinya pun jebol terpelanting kelantai.

Tanpa melirik lagi aku segera menendang diri keatas dibantu oleh tarikan Marsia hingga berhasil masuk terbungkuk sempit kedalam jalur ventilasi.

"Cepat marsia!"

"Tunggu aku tersangkut--"

Zreek!

Ia berhasil memutar balik tubuhnya dan segera merangkak maju kedepan dengan senter menyala ditangannya.

Krtak..tak..tak..

Terdengar sekarang suara gemeretak dibawah yang kurasa dari pecahan wastafel diinjaki oleh mutan itu.

Sial!

"Maju terus!"
Desisku dan merasakan betapa panasnya hawa didalam jalur ventilasinya ketika aku merayap.

Semoga saja ventilasi ini tak rubuh!

Aku terus maju merangkak merayap dengan tersengal tanpa mengetahui arah, hanya mengikuti saja pergerakan cepat Marsia didepanku.

"Ada dua kelokan lagi didepan-"

"Pilih saja terserah, Marsia!"
Sentakku semakin panik karena rasanya mendengar suara cakaran dibelakang.
"Kumohon! Yang penting kita pergi menjauh saja"

"Oke ke kanan-"
Umumnya dengan kembali maju.
"Ya aku akan berbelok kekanan"

Aku menoleh sekilas meneliti ke belakang.

Dan kosong.

Jalur dibelakangku ternyata kosong.

Dia tak mengejar!

Aku menghembuskan napas, menatap sekilas ke lubang sirkulasi diatas yang terdapat kipas besar berputar pelan sebelum kembali merangkak maju, menyusulnya berbelok kekanan.

"U..daranya terasa minim sekali"
Keluhnya didepan sambil terus merangkak.

"Aku juga merasa sesak,"
Sebutku dengan tangan kananku maju mengenai pergelangan kakinya.

Dan Marsia mendadak berhenti.

"Oh tidak!"

"Kenapa Mar-"

"Buntu! Jalannya buntu!
Teriaknya panik.
"Mundur Lucy, mundur ke jalur dibelakangmu!"

Oh god!

Kepalaku sempat membentur atap ventilasi sebelum bergerak merangkak mundur lurus ke arah jalur yang tak dipilih Marsia sebelumnya.

"Ini Lucy!"
Sebutnya sambil meluncurkan senternya kebelakang.
"Kau saja yang pimpin jalan kita!"

Aku menangkap senternya yang terguling kebawah badanku dan lanjut merangkak mundur.

Kakiku menyeret mundur dengan cepat, mataku melirik sekilas ketika melewati terowongan kanan gelap jalur ventilasi awal kami datang.

Dan aku mendengar suara bernapas dari sana.

Hisap, embus, hisap, hembus..

Oh sial!

"Marsia--"

DUGDRUDUGDUG!!

Sialsialsial!

Aku bahkan tak repot mau menyenter ke arah mutan itu untuk melihat. Jelas mutan itu menyusul, tubuhnya terdengar gaduh membentur-bentur dinding besinya selama merangkak.

"Marsia cepat mundur!"
Teriakku lagi sambil terus mendorong tubuhku kebelakang.
"Dia sudah ada disitu merayap--"

Aku sempat merangkak mundur sekitar lima langkah hingga akhirnya tapak kaki kiriku menghantam keras sesuatu.

Aku segera menyenter kebelakangku,

"Lucy kenapa kau berhenti--"

"Ada tutup ventilasi besi dibelakangku,"

GRAAAK!

"AH LUCY!"

Aku balik menyenter kedepan tepat Marsia menjerit dan terlihatlah mutan itu sudah mau berbelok merangkak ke arah kami.

Sial!

Aku mencabut pistol suar dari saku.

"Marsia menunduk!!"

Klik-DHAR!

Semburat garis merah meluncur cepat kedepan dan meledak kembali tepat mengenai mutannya hingga kepalanya tersentak membentur kedinding diatasnya.

"Cepat buka ventilasinya!"
Marsia memekik.

Aku kembali berusaha menendang ventilasinya dengan kaki kananku yang beralaskan sepatu.

BUGH!

BUGH!

BUAGH!

Setelah tiga kali tendang tutup ventilasi itu pun terpental lepas, jatuh menghantam lantai besi dibawah.

Ada koridor kosong dibawah kami.

"Lantainya jauh sekali!"
Sebut Marsia yang sudah membungkuk merapat sambil menoleh kebawah melaluiku.

Seketika itu juga kami mendengar suara menggeram.

Dan ketika kuarahkan senternya melewati Marsia, Mutan itu sudah bangun kembali dengan luka bakar didagu dan lehernya.

GRAA!

Ia merangkak maju dengan cepat hingga membuat kami memekik ketakutan disusul Marsia bergerak mundur panik hingga membuatku terdorong keluar dari ventilasinya.

"Aakh!"

Taps!

Marsia berhasil menangkap tangan kananku dan seketika aku membelalak melihat kebawah.

Jarak lantainya memang jauh, mungkin sekitar tiga meter jarak tingginya.

"Lucy!"

Aku balik mendongak dan melihat mutan itu sudah berada tepat dibelakang kaki Marsia.

"Tidak sialan!"
Aku berteriak, berusaha menyelipkan tangan kiriku segera kesaku.

Namun hanya ada Handietalkie Regi disakuku.

Aku balik menunduk kebawah, dan melihat penuh horor pistol suarnya yang sudah tergeletak jatuh tepat disamping senter yang sudah pecah dilantai.

Mendadak cengkraman tangannya mengerat lalu ia menjerit. Tubuhnya mulai ditarik oleh mutan itu.

"MARSIA!"
Aku memekik, berusaha menggapai sebelah tangannya ketika ia berusaha menendangi mutan dibelakangnya.

Ironis sekali rasanya.

Marsia menangkap tanganku agar aku tak langsung terjatuh, sedangkan aku bergelantung menahan tangannya agar ia tak ditarik oleh mutan itu.

Mutannya menggeram dan seketika Marsia menjerit lebih kencang hingga tangannya berguncang hebat.

Ia mulai digigiti mutan itu!

"Marsia!"
Aku juga ikut berteriak menggenggam tangannya lebih erat.

Bagaimana ini!

Ia menatapku dengan menangis

Pegangan tangannya padaku mulai melemah.

Lepaskan tangannya luce.

Tidak!

Sudah terlambat baginya--

"Lu..cy-"

Dia akan segera berubah jadi zombie level dua!

Le.pas.kan.

"Tidak!"
Jariku semakin mencengkrami erat tangannya.

Namun pegangan tangannya makin mengendur.

Tidak!

tidak!

tidak!

.

.

Dan akhirnya,

pegangan tangannya padaku terlepas..

.

.

.

Bagaikan video dipelankan aku melihat Marsia membuka mulutnya, menjerit.

Lalu tertarik menghilang dalam ventilasi yang gelap.

BRAGH!

Aku mendarat jatuh dengan bunyi suara gemeretak tulang,

rasa nyeri seketika menjalar disepanjang kaki kiri sampai punggung hingga membuatku menjerit seketika.

.

.

.

Rasanya sakit sekali sampai aku harus mengerjap beberapa kali untuk membuat pandangan berkunangku kembali fokus.

Dengan napas tak beraturan lanjut segera kucoba gerakkan kaki, mengetes apakah patah atau tidak.

Kakiku untungnya masih bergerak. Namun tak bisa kuabaikan rasa sakit pada engkelnya.

Marsia!

Kupungut segera pistol suar tergeletak dibelakang lalu kutekan kuat tanganku kelantai.

Semua ototku memprotes, tapi dengan paksaan penuh aku berhasil juga berdiri.

Tarik napas..ayo..ayo!

Sekilas aku menatap ke deretan pintu asing dikiri kananku sebelum kembali melangkah maju dengan terpincang.

"Marsia!"
Panggilku dengan mendongak, mengamati kelangit-langit koridor.

Hening tak ada suara apapun.

"Uuh,"
Keluhku dengan dada semakin menyesak.
"Ya Tu..han!"

Maafkan aku Marsia..

Disaat itu, aku kembali mendengar suara merangkak dilangit-langitnya.

Suara itu terus bergerak bergeser, mendekati lubang ventilasi tempat aku jatuh tadi.

"Oh God!" Sebutku berusaha cepat menyeret diri untuk segera menjauh.

Aku menolak menoleh, tanganku sibuk mencoba menekan gagang pintu yang ada dikoridor.

Dalam hati, aku takut sekali jika Marsia yang muncul sebagai zombie.

Aku tak sanggup membunuhnya!

Grek!

Satu pintu metalik terbuka mengayun.

Ujung mataku sekilas menangkap bayangan pucat kurus yang turun dari ventilasinya sebelum aku masuk dan segera menutup menguncinya.

Wajahku sudah sepenuhnya basah dengan air mata ketika kembali meneliti sekitar.

Oh,

Ruangan dapur yang sekarang telah kumasuki.

BUGH!

Aku menyeka wajah ketika pintu besi metalik dapurnya kembali dipukul dan lanjut menatap ke langit-langit, melihat jika ada ventilasi lagi walau sangat enggan sekali merangkak ditempat gelap itu lagi, terlebih tanpa senter.

Oh Tuhan tolong aku!

Mutan itu masih terus gigih memukuli pintu besi dapurnya ketika aku terduduk lemas dilantai

dan memeluk diri.

.

.

Mulai terpikir apa motivasiku untuk tetap bertahan.

Regi menghilang,

Dan Marsia mati.

"Ya am..pun,"
Tangis isakku kembali meluncur.
"Aku tak ta..hu harus ba..gaimana lagi!"

Mungkin kematian adalah satu-satunya jalan.

Tidak ada yang bisa kau lakukan lagi bukan?

Aku menelan ludah.

Tak pernah kubayangkan didalam hidup ini diriku bisa sampai berpikiran untuk mengakhiri saja nyawa sendiri.

"Panther zero four disini Kapten Ryan, bagaimana keadaan kalian disana? Ganti!"

Aku benar-benar membeliak terkejut.

"Kapten Ryan kepada Letkol Reginald-"

Aku memekik tertahan, menarik langsung Handietalkienya dari saku.

"--Bagaimana keadaan kalian sekarang disana, ganti!"

Aku menekan penyambungnya.

"K-kapten! Ini aku Lucy!"

"Luce?! syukurlah-- dari tadi aku khawatir--senang rasanya kembali mendengar suaramu!-- kau yang sekarang bertanggung jawab memegang HTnya?-- dimana Letkol?"

"Aku tak tahu Kapt dia dimana! Aku sendirian disini!
Balasku sudah mulai terisak.

"Apa maksud-- Lucy apa yang telah terjadi?!"

"Semuanya kacau Kapt, Helinya jatuh--"

Layarnya mendadak berkedip-kedip.

"Kapt?! kapt!"

Sial!

Aku mengguncangkan HTnya.
"Tolong jangan rusak dulu!"

Ayolah!

Kucoba menekan-nekan tombolnya.

Namun tak ada hasil. Sinyalnya tetap hilang.

"Sungguh sial!"
Pekikku kesal dan menunduk.

.

.

Butuh hampir semenit untuk menyadari bahwa keadaan sudah kembali hening.

Aku memandang pintunya dengan alis bertaut.

Heh?

.

.

Mutannya tak menggedori pintunya lagi.

Aku beranjak berdiri dari dudukku, seraya melirik tanda baterai HTnya ditangan.

Dan ternyata masih terisi penuh.

.

.

Sepertinya,

masih ada harapan..

.

.

Mataku kembali menyisir kesekitar.

.

.

.

Ya mungkin.. walau kecil.

Kakiku kembali melangkah.

.

.

Aku takkan menyerah.

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 212K 74
Berawal dari ayahku yang memasukkan ku ke sekolah khusus yang mengajarkan murid nya untuk menjadi seorang agent. Mendapatkan misi pertamaku yang ter...
51.6K 3.4K 29
diceritakan seorang gadis yang bernama flora, dia sedikit tomboy dan manja kepada orang" terdekatnya dan juga posesif dan freya dia Cool,posesif dia...
50.6K 290 22
π˜Ύπ™€π™π™„π™π˜Ό π™ˆπ™€π™‰π™‚π˜Όπ™‰π˜Ώπ™π™‰π™‚ π™π™‰π™Žπ™π™ 18+, π˜Ώπ˜Όπ™‰ 21+, π˜½π™Šπ˜Ύπ™„π™‡ π˜Ώπ™„ π™‡π˜Όπ™π˜Όπ™‰π™‚ π™ˆπ˜Όπ™ˆπ™‹π™„π™!!! πŸ”žπŸ”žπŸ”ž menceritakan seorang pria bernama A...
2.4M 206K 68
[FOLLOW SEBELUM BACA] Refara, seorang gadis cantik yang hidup sebatang kara. Sejak kecil ia tinggal di panti asuhan dan memutuskan untuk hidup mandir...