"Minum?"
Sydney mendongak, dia tersenyum dan menerima uluran botol air mineral. "Terima kasih, Dok."
"Sama-sama, kamu mengenal mereka?"
Sydney yang akan membuka tutup botol mendadak menghentikan gerakan tangannya, "Ya. Bisa dikatakan begitu,"
"Bisa di katakan begitu?" Sydney tak menjawab, dia hanya tersenyum sembari meminum air mineral yang tadi Ares berikan. "Kau terlihat sangat terpukul atas kepergian Rayden, dia pernah menjadi bagian penting dalam hidupmu?"
"Pernah, bahkan sangat penting tapi sekarang sudah tidak lagi."
"Karena dia punya istri?"
"Katakan saja begitu,"
Ares mengangguk, "Sekarang, apa yang akan kau lakukan?"
"Mengikuti upacara pemakaman sampai selesai, aku harus melihatnya sendiri untuk terakhir kali."
Ceklek.
Keduanya menoleh ke arah pintu ruangan Rayden yang terbuka, di sana muncul Serena dengan kursi rodanya. Ares mau pun Sydney sama-sama berdiri, "Serena."
Tatapan Serena berpusat pada Sydney, "Aku ingin bicara denganmu."
Dengan cepat, Sydney mengangguk. Dia mendorong kursi roda Serena, menjauhi Ares yang terus menatap punggung keduanya. Setelah cukup jauh, Sydney berhenti mendorong. Dia pindah ke depan, berlutut di hadapan Serena. "Kau ingin bicara apa? Kau masih berduka, kita bisa bicarakan apa pun nanti setelah perasaanmu membaik."
Serena meraih tangan Sydney dan menggenggamnya, "Maaf. Maafkan aku, karena aku, pernikahan kalian hancur. Harusnya, aku memang tidak pernah hadir di antara kalian. Maafkan aku,"
Sydney membalas menggenggam tangan Serena, "Bukan salah siapa pun. Tidak ada yang ingin jalan hidup seperti ini, aku percaya takdir akan membawaku kepada kebahagiaan kelak walau bukan sekarang. Berhenti menyalahkan dirimu sendiri, Serena. Kau tidak salah, takdir yang membawa kita pada petualangan baru, kan? Kita bisa sama-sama merasakan di raga orang lain dengan kebahagiaan berbeda, jangan minta maaf."
"Aku tahu, kau jauh lebih terluka hari ini karena di tinggalkan oleh Rayden di saat ingatanmu kembali. Aku tahu posisimu sulit, Serena. Jadi jangan meminta maaf, tak ada yang salah, bukan salah dirimu mau pun Rayden. Aku menerima takdir hidupku, kamu juga harus menerima takdir hidupmu. Aku turut berduka cita atas kepergian Rayden, aku ikut sedih melihatnya pergi begitu cepat."
Sydney memeluk Serena yang tentu saja wanita itu balas dengan erat, tangis Serena kembali pecah dalam dekapan Sydney. Begitu pun Sydney yang berusaha menahan air matanya tapi tidak bisa, "Sakit, hatiku sangat sakit."
"Aku tahu, kamu akan sembuh lambat laun. Ingat ya, akan selalu ada aku di sisi kamu. Kamu bisa anggap aku sebagai Kakak, raga ini lebih tua dari usiamu. Untuk Rayden, dia akan menjaga anak kalian di surga sana. Rayden dan anak kalian akan bahagia di tempat baru,"
"SERENA! JANTUNG RAYDEN KEMBALI BERDETAK!"
***
"Menyebalkan! Apa kau menunggu aku dan istrimu yang sebenarnya akur dulu baru mau melewati ambang kematian?"
Serena memukul punggung tangan Rayden yang masih memejamkan mata, dia kaget sekaligus bahagia mendengar teriakan Ares tentang jantung Rayden yang kembali berdetak. Hanya saja, sangat lambat. Bisa dikatakan jika Rayden koma saat ini, "Jika tahu kau ingin melihatku dan Serena Yellen akur lebih dulu, harusnya kau beri kami kode, tapi kodenya jangan kode kematian seperti ini. Kau membuat aku spot jantung,"
Serena menghela napasnya, wanita itu mengecup kening Rayden sebelum berlalu pergi ke luar ruangan. Di luar, masih ada Sydney seorang diri karena sisanya tengah ke kantin untuk mengisi perut setelah lelah menangisi kematian Rayden tapi akhirnya, pria itu kembali bangun. "Sydney, atau aku harus memanggilmu apa?"
Gadis itu tersenyum, dia berdiri, mendorong kursi roda Serena ke dekat kursi tunggu. "Aku Sydney, jangan anggap aku Serena Yellen. Anggap saja jika Serena Yellen itu kamu atau kamu bisa anggap, Serena Yellen itu sudah mati. Terserah lah mau anggap apa, aku tidak masalah."
Serena tersenyum mendengarnya, "Terima kasih atas keluasan hatimu."
Sydney menggeleng, "Luas apa? Hatiku sempit,"
Sontak, keduanya terkekeh.
"Bagaimana kabar jiwa asli dari ragamu?"
"Raga ini?" Sydney menunjuk dirinya sendiri, "Sudah meninggal. Dia bunuh diri karena tidak ingin dijodohkan orang tuanya,"
"What? Apa kamu juga akan di jodohkan?"
"Sebenarnya engga, tapi aku yang minta. Anggap sebagai proses melupakan suami orang,"
Wajah Serena berubah sendu, "Maaf. Dia suamimu tapi aku berlagak seperti istrinya,"
"Hey! Apa yang kamu katakan? Dia jelas-jelas suamimu! Sudahlah, dia itu suami dirimu, suami dari wanita yang dia cintai. Aku mah cuma perantara,"
"Sydney,"
"Okay, aku salah bicara. Pokoknya, jangan merasa bersalah. Toh akunya juga baik-baik saja, terlepas dari masa lalu, kita bisa kan jadi sahabat? Tapi dengan syarat, jangan ada rasa bersalah atau kau menganggap aku ini istri Rayden. Aku bukan siapa-siapa dia, Rayden tak mengenal siapa Sydney. Sepakat? Deal?"
Serena tersenyum, dia merasa lucu dan akhirnya meraih uluran tangan Sydney. "Deal!"
"Semoga, aku cepat dapat keponakan."
"Sydney!"
Keduanya terkekeh bersama, setidaknya, melihat dari kejauhan bagaimana Serena tertawa, Ares merasa lega. Tapi anehnya, kenapa jantungnya berdebar keras saat melihat gadis di sisi Serena?
"Apa aku terkena serangan jantung?"
***
"Bagaimana?"
"Tidak ada jejak, Tuan."
Wilson dan Hadrian mengepalkan tangan erat, pelaku yang menabrak Serena dan Rayden benar-benar hilang bak di telan bumi. "Kalian yakin sudah menyelidiki semuanya dengan benar?"
"Sudah, Tuan. Mobil yang kedua pelaku gunakan adalah mobil hasil curian, mereka mengembalikan mobil pada tempat semula namun tidak ada jejak mencurigakan yang kami temui. Kedua pelaku juga pandai menghindari kamera pengawas,"
"Mereka bukan orang sembarangan,"
Wilson setuju dengan ucapan Hadrian, baru kali ini ada yang bisa melakukan kejahatan dan tak terendus oleh orang-orang seperti Wilson, Hadrian, juga Brandon yang ikut turun tangan. "Tetap lakukan penyelidikan sampai semuanya terkuak,"
"Baik, Tuan."
Kembali ke situasi rumah sakit, Ares berdiri di belakang Serena yang begitu betah menunggu di depan ruangan Rayden. Wanita itu selalu menolak untuk di bawa ke ruangannya kembali, "Serena. Kamu juga harus mendapat perawatan, jangan terus di sini."
Serena mendongak ke arah Ares, dia tiba-tiba ingat tentang Ares yang mencintai Serena Yellen. Apa itu masih berlaku untuk sekarang? Serena penasaran, "Ares."
"Iya?"
Serena menimbang-nimbang, haruskah dia katakan atau urungkan saja. Tapi terlanjur penasaran, Serena mendongak. "Ares, kau masih mencintai Serena Yellen?"
"Uhuk! Uhuk!"
Prang!
Di belakang, Sydney menjatuhkan kotak yang dibawanya dan Ares yang langsung tersedak mendengar ucapan tak terduga dari Serena. Serena sendiri hanya memiringkan kepalanya, apa ada yang salah dengan pertanyaan dirinya? Kenapa dua orang itu malah tampak salah tingkah? Telinga Ares memerah, wajah Sydney juga memerah.
"Serena, Rayden baru kembali dari kematian, tidak mungkin kan kau mau mengajak aku selingkuh?"
Serena mengerjap, "Ha?"
***