"Ibu, aku tidak mau di penjara. Maafkan aku,"
Camille hanya bisa memeluk putrinya, "Maafkan Ibu, Nak. Semua ini yang terbaik untukmu dari pada harus membiarkan kamu berada di tangan keluarga Ovallius,"
"Ibu, bantu aku .... Aku tidak mau di penjara seumur hidup, Ibu tolong aku ...."
Keputusan yang sudah di buat tidak bisa di ganggu gugat, Camille ingin sekali membantu putrinya bebas dari penjara tapi yang menangani langsung kasus ini itu Brandon dan keluarga Ovallius, akan sulit untuk dirinya mau pun Wilson ikut campur membantu Lizzy. "Maafkan Ibu, Nak. Maafkan Ibu,"
"Bu, apa lebih baik aku mati saja? Di penjara pun seumur hidup, aku tidak akan pernah bisa bebas. Aku tidak kuat, Bu."
"Anakku, jangan berkata seperti itu, Nak. Ibu tidak ingin melihat kamu mengakhiri hidup,"
Ini serba salah, di tangan keluarga Ovallius, Lizzy pasti di siksa habis-habisan. Di penjara pun seumur hidup, tidak ada bedanya. "Jalani ya, Nak? Ibu dan Ayahmu akan berusaha sebisa kami untuk setidaknya meringankan masa hukuman kamu."
Lizzy akhirnya mengangguk dengan pasrah, dia tidak ingin lagi berharap bisa bebas, hidupnya sudah hancur atas kesalahannya sendiri. Usai menjenguk putrinya, Camille tidak langsung pulang melainkan datang ke rumah sakit untuk menemui Ares. Wanita yang sudah tidak lagi muda itu bertemu dengan Ares dan langsung bersujud di bawah kaki Ares.
"Ares, Tante mohon, tolong bantu ringankan masa hukuman Lizzy, Tante mohon, Ares."
Ares menatapnya, "Bangun, Tante."
"Tidak, tolong, Ares. Tolong putri Tante,"
"Tante coba bicara pada Papaku saja, dia akan membalikan semua kalimat yang Tante ucapkan. Anak Tante hanya di penjara seumur hidup, Tante bisa menjenguknya sedangkan Adikku? Adikku meninggal dengan cara tragis di tangan anak Tante, Tante masih bisa memohon kami untuk meringankan masa hukuman? Apa bisa kami memohon pada Tante untuk mengembalikan Adikku?"
Camille akhirnya diam, dia bangkit dari sujudnya. "Kesalahan Lizzy memang fatal, tapi Tante mohon, Ares. Tolong beri sedikit saja kemurahan hati kamu untuk meringankan masa hukuman Lizzy,"
"Tante, keluargaku sudah berbaik hati membiarkan masalah di selesaikan oleh hukum negara. Tante harusnya bersyukur, masih bisa melihat anak Tante bernapas dengan baik meski harus di penjara seumur hidup. Sudah ya, Tante? Aku banyak pasien, aku harus bekerja sesuai prosedur."
Camille meninggalkan ruangan Ares dengan langkah gontai, semangatnya hilang untuk membantu membujuk Ares.
***
Serena terbangun saat mendengar suara rintihan dari belakangnya, dia mencoba untuk duduk tapi terkejut merasakan panas di perutnya yang berasal dari tangan Rayden yang memeluknya. Wanita itu melepas tangan Rayden dari perutnya tapi Rayden yang sadar, bergegas menguatkan lilitan tangannya dengan wajah yang juga bersentuhan pada punggung terbuka Serena.
"Lepas, Rayden!"
"Dingin,"
Serena menyadari, wajah Rayden yang bersentuhan dengan punggungnya terasa sangat panas. Dia tetap mencoba melepaskan tangan Rayden dari perutnya, Rayden yang tidak memiliki banyak tenaga, akhirnya membiarkan Serena melepas lilitan tangannya. Serena, wanita itu mendudukkan dirinya dengan menarik selimut, dia mengulurkan tangan untuk menyentuh kening Rayden yang ternyata sangat panas.
"Dia demam," Serena berbicara sangat pelan. Dia berusaha turun dari atas ranjang, memakai bathrobe dengan cepat dan masuk kamar mandi untuk mengisi baskom dengan air hangat juga tidak lupa membawa handuk kecil. Dengan hati-hati, Serena mengompres kening Rayden, membuat pria yang kesulitan membuka mata, tetap berusaha membuka mata.
"Sayang,"
"Diam, kamu demam."
Rayden tersenyum melihat kekhawatiran istrinya, meski sudah dia lukai, istrinya tetap mau merawatnya yang demam. "Terima kasih,"
"Ini masih tugasku selagi kita belum bercerai,"
Senyum Rayden memudar, dia akhirnya kembali memejamkan mata yang memang masih terasa berat. Di rasa Rayden tertidur kembali, Serena ingin pergi ke dapur tapi terkejut saat rasa sakit terasa di bagian selangkangannya. Tadi tidak terasa sakit, atau lebih tepatnya, karena terlalu panik tahu Rayden demam, Serena sampai tidak sadar akan rasa sakit di selangkangannya?
Entahlah.
Serena tetap berusaha untuk berjalan tanpa menimbulkan keanehan tapi tetap saja aneh, dia keluar kamar menuju dapur. Dia tidak lupa kalau dirinya ini hanya bisa menghancurkan dapur alih-alih bisa memasak, "Bi. Bisa tolong buatkan bubur? Juga, tolong hubungi Dokter, suamiku demam."
Bibi kepala pelayan mengerti tugas dari Nyonyanya, dia pun izin untuk mengerjakan tugasnya. Sambil menunggu, Serena duduk di meja makan dengan menikmati segelas teh yang baru di buatkan. Dia tidak peduli pada beberapa pelayan yang sesekali curi-curi pandangan pada lehernya, dia hanya ingin menunggu bubur siap dan Dokter datang.
Sedangkan di seberang sana, Ares mendapat telepon dari kepala pelayan kediaman Rayden jika Rayden sakit. Tanpa banyak kata, Ares mengendarai mobilnya menuju kediaman sang sahabat. Saat dia masuk, kebetulan sekali Ares berpapasan dengan Serena yang berjalan di dampingi kepala pelayan, kepala pelayan yang mendorong troli berisi semangkuk bubur dengan minuman juga.
"Dokter Ares,"
"Serena, di mana Rayden?" Seperti para pelayan yang lain, Ares juga salah fokus dengan leher Serena. Dia mengerti apa yang telah terjadi di antara sepasang suami istri itu, Ares berusaha profesional meski suara patahan di hatinya terdengar seperti mengejek.
"Di kamar, biar aku antar." Ares mengangguk, dia meminta kepala pelayan agar kembali ke dapur sedangkan troli, dia yang mendorongnya.
Sebelum masuk kamar, Serena ingat kamarnya yang berantakan. Dia meminta Ares agar menunggu sebentar selama dia masuk, Ares pun mengerti. Di dalam kamar, Serena mengambil pakaian yang berserak di atas lantai, setelah lebih baik, barulah dia membiarkan Ares masuk untuk memeriksa Rayden. "Serena, bisa tunggu di depan?"
"Iya, bisa."
Serena menunggu di depan, kesempatan ini Ares gunakan dengan langsung menarik selimut agar Rayden bangun tapi lagi-lagi, dia malah salah fokus pada bercak merah di atas ranjang. "Shit! Rayden, Serena benar-benar menjaga dirinya dan kau adalah orang pertama yang menyentuhnya!"
Rayden di bangunkan dengan paksa, pria itu menyandarkan punggungnya dengan memijat pelipisnya yang berdenyut. Dia juga ikut menatap ke bercak merah di seprei yang berwarna putih, "Aku tahu."
"Dan kau tidak menjaga dirimu agar istrimu menjadi wanita pertama yang kau sentuh?"
Kali ini, Rayden terdiam sejenak. "Ares, kau seorang Dokter yang datang pasti untuk memeriksaku. Kenapa kau banyak sekali bicara?"
"Berhenti mengalihkan pembicaraan, Rayden. Kau bukan pria lemah yang harus di observasi hanya karena demam, katakan padaku, kau sudah jujur tentang dia?"
"Aku akan jujur tentang mereka,"
"Mereka?"
"Adikmu dan calon bayiku,"
Ares mengepalkan tangannya, jika mengingat itu, ingin sekali dia mengoperasi Rayden tanpa bius rasanya. "Bisakah jangan menjelaskan tentang keponakanku padanya? Itu akan semakin melukainya! Cukup katakan, jika Adikku hanya masa lalumu."
"Sayangnya, dia tahu."
"Tahu apa?"
"Aku pernah menghamili seorang wanita,"
"Shit! Rayden bajingan!"
Bukannya mengobati, Ares malah meninju Rayden tepat di sudut bibirnya yang kini terluka. "Ingatannya kembali?"
"Ya,"
"Dia meminta cerai?"
"Ya,"
"Dan kau menyetubuhinya?!"
"Ya ...." Kali ini, Rayden menjawab dengan nada begitu rendah, tatapannya juga kosong. "Aku kalut, Ares. Aku takut dia benar-benar menceraikan aku,"
"Gila! Kau benar-benar bajingan! Harusnya, kau tidak menyentuhnya! Biarkan dia menceraikanmu, agar kau jera dan tidak lagi melukai wanita!"
"Tapi aku mencintainya, Ares."
Ares kembali terdiam, "Kau benar-benar mencintainya?"
"Apa aku pernah main-main tentang rasa cinta?"
"Tapi kau banyak melukainya, Rayden."
"Aku tahu, aku ingin memperbaiki semuanya."
Ares mengalihkan pandangannya, apa ini akhir dari perjuangannya menunggu Serena menjanda? Dia pun menepuk bahu Rayden, "Perbaiki selagi masih ada kesempatan. Adikku dan calon keponakanku hanya masa lalumu yang sudah waktunya untukmu lupa, katakan itu pada Serena agar dia tidak semakin salah paham."
"Mereka tetap memiliki posisi terbaik di hatiku,"
"Ya, asal jangan menyinggung posisi istrimu di hatimu."
***
SPAM KOMENT UNTUK SELANJUTNYA!!
Papay!