RED CITY : ANNIHILATION

By MilenaReds

751K 138K 46.2K

Sequel of RED CITY : ISOLATION Aku sudah pernah dengar tentang ramalan itu. Ramalan bahwa akan terjadinya Per... More

Exodus
Illude
Abience
Obscure
Oblivion
Beginning
Desolate
Passage
Trace
Origins
Fragments
Entangled
Benign
Aegis
Resolute
Curvature
Axis
Protocol
Unison
Avior
Matter
Covert
Storm
Ambush
-Left Behind-
Trapped
Tides
Haywire
Mayhem
-Left Behind-
Hurdles
Symbiote
-Left Behind-
Underground
Emblem
Chivalry
Changes
Hero
Target
-Left Behind-
Threat
Crossing
Visitor
Reverie
Encounter
Insanity
Inhuman
Initiation
Equals
-News Update-
Contra
Nights
-Enigma-
Selfless
Stranded
Turn
Side
Glass
- Ultra Malström -
-The Syndicate-
Divide
-Bloodline-
Lies
Trust
-Left Behind-
Demands
-Left Behind-
Promises
Lead
-Enigma-
Calling
Mind
Dare
Fate
Stalling

Reality

4.2K 1K 460
By MilenaReds

Tak bisa dipungkiri, aku mengenal Kapten Ryan memang dalam waktu singkat sekali.

Singkat, dua minggu pun rasanya tak sampai. Namun rasanya seperti sudah lama sekali aku mengenalnya. Akibat semua tantangan yang kami sama-sama hadapi, ditambah rasa duka kehilangan kawan seperjuangan, Felix.

Aku takkan pernah bisa melupakan perjanjian terakhir kami, impian terakhir Felix ingin kami menjadi satu tim di bawah Regi.

Sampai saat ini masih sesak sekali jika diingat bagaimana kami duduk bersama dengan penuh optimisme melemparkan berbagai rencana dengan penuh harap.

Nanti kami akan begini, kami akan begitu.

Tapi begitulah kehidupan.

Satu-satunya yang tak pasti dari hidup adalah kehidupan itu sendiri.

Dan selama semua tantangan dilemparkan semua pada kami, tak pernah satu kali pun ketika itu, satu kali saja aku melihat Kapten Ryan tertunduk.

Tertunduk seakan kalah.

Dengan jelas aku balik teringat kesan pertama melihatnya ketika masuk ke dalam hotel Crown.

Ia terlihat tinggi sekali menjulang sampai membuatku tak bisa lepas memandangnya.

Dan pembawaannya.

Pembawaannya terlihat tenang sekali.

Tenang, yakin.

Karena jika boleh jujur, aku sempat khawatir parah saking dihujani pikiran paranoid. Seperti bagaimana jika jemputan gagal, bagaimana jika para tentara datang namun kami semua tak saling bisa akur bekerja sama, serta ketakutan kekhawatiran serangan zombie sehingga kami akan terjebak selamanya di Jakarta.

Tapi saat aku melihat Kapten Ryan. Seketika itu juga aku bisa merasa tenang, aman, yakin.

Yakin semua akan terkendali. Sampai Regi nanti mengirimkan heli kedua. Mengangkat kami semua dari hotel Crown.

Namun sayangnya keadaan jiwa Kapten saat ini jelas sudah berbeda sekali.

Aku bahkan tak tahu mau memberi nasehat apa, aku saat ini hanya mampu membalas tatapannya yang penuh sekali dengan keraguan, keputusasaan selama Chef Yuan disana masih bersi keras bahwa ada akan sosok pemimpin militer yang akan membalas perbuatan kelompok Arion.

Karena jika ditelurusi kebelakang, rasanya aku belum pernah mengalami kehilangan akibat direnggut, direbut secara tak adil.

Kehilangan besar memang pernah kualami, seperti dulu masa kelam ketika kehilangan orangtua lalu Regi yang pergi saja meninggalkanku. Tapi keluargaku itu memang diberi untukku, bukan suatu hal yang kuusahakan sendiri.

Aku belum pernah merasakan bagaimana mengusahakan selama bertahun-tahun untuk mencapai sesuatu, impian posisi semisal, kemudian berhasil dan tak lama dari itu dipaksa cabut lagi dariku begitu saja.

Pasti rasanya tak mengenakkan- eh apa itu?

Pandanganku bahkan Kapten Ryan jadi teralih pada sesuatu yang berkedip-kedip menyala dibawah kami.

Dan aku menyadari kedipan itu keluar dari jam tanganku yang padahal sudah disetel dalam keadaan normal stand by saja.

New Order Request
-Confirmed-

High Level Security Activated.
.

-Priority-
Captain Lucian

Aku masih terperangah tak mengerti dengan tampilan pembaharuan tingkatan sistem ketika muncul pemberitahuan baru.

RusselEyes mendeteksi lima subjek yang tak dikenal tak jauh dari Captain Lucian.

Proses tembak mati?

"What the?"
Termangap penuh aku balik mendongak kearah dimana Chef Yuan dan yang lainnya masih adu argumen.

Drone Russel melayang datang bagai hantu jagal menuju pintu kaca.

Aku bahkan Kapten Ryan sama-sama mengambil napas terkejut.

Tanpa ada satupun dari mereka yang menyadari kemunculan sinar laser tipis kemerahan mengarah tepat ke kepala mereka masing-masing.

Proses tembak mati akan dilaksanakan dalam waktu

10

9

8

7

"What? No Russel!"

Otomatis aku menjerit lewat desisan.

"Are you crazy?!"
Sentakku pada layar jam tangan.
"Stop!"

Do you wish to abort-

"Yes! Damnit Russel!"

Sinar laser kemerahan hilang. Russel terbang meninggi tepat ketika salah satu anggota Arion menoleh kepintu luar.

"Kau lolos saat ini Chef! Ingin sekali sebenarnya menancapkan golok ini dilehermu- tapi jasa memasaknya masih dibutuhkan Arion-"

Oh Thank God!

Pertengkaran jelas terlihat sudah akan usai.

"Stay back Russel! Don't do anything!"
Ancamku lagi.

Sungguh tak mau sekali kejadian dulu terulang, seperti membunuh Tom, lalu Arion datang membawa anteknya semua.

Sebenarnya mungkin jika sudah terlalu membahayakan, bisa saja kuijinkan Russel seketika menembak. Tapi yang jadi masalah kenapa drone itu membaca mereka semua setara sebagai musuh.

Lima subjek yang tak dikenal masih berada tak jauh dari Captain Lucian.

Proses tembak mati?

"What?! No! Russel! I said no! Don't do anything!"

Aku jadi menjambak rambut merasa uring-uringan dengan perubahan sikap Russel yang jadi ganas begini.

Aku bahkan tak ada memperhatikan lanjutan makian yang keluar diantara Chef Yuan dan anggota Arion, aku hanya ingin mereka cepat menyingkir pergi saja.

Cepat pergi...ayo cepat!

Akhirnya, anggota Arion dengan masih dalam keadaan geram, memutar badan memutuskan meninggalkan rumah kaca. Mereka mengambil langkah besar-besar menghindari serbuan hujan deras.

Chef yang masih tergeletak ditanah pelan -pelan mendorongi diri untuk mengambil posisi duduk, dibantui oleh Pak Damkar.

Aku dan Kapten pun berdiri dari jongkok sembunyi kami, menghampiri mereka dengan tergesa.

Aku yang sampai terlebih dahulu langsung berlutut disebelah Chef yang sedang terbatuk.

Dua subjek yang tak dikenal berada didekat Captain Lucian-

"O MY GOD! SHUT UUP! I SAID STAY PUT AND DONT DO ANYTHING!"

Bentakanku membuat Chef Yuan serta Pak Damkar terperanjat kaget.

Keheningan kemudian muncul diantara kami.

"Umh-"
Mulaiku lagi sambil menggaruk kepala.
"Umh- tadi itu aku bukan bentak kalian-"

"Kalian tak apa?"
Suara Kapten Ryan dibelakangku mengambil alih.
"Chef, kau luka-"

Bukan menampilkan wajah sakit, alih-alih Chef malah tersenyum lebar sambil mengangkat kedua jempolnya.

"Bagaimana? Hmm? Aku kuatkan?!"
Umumnya penuh bangga.
"Kami semua masih punya semangat berjuang tinggi seperti kalian berdua!"

Aku mendengar jelas suara tarikan napas panjang Kapten dibelakangku.

"Setidaknya kalian aman dulu-"
Lanjutnya sambil merogoh kocek kantong sebelum jadi menoleh pada Pak Damkar yang berjongkok di belakangnya.
"Kuncinya di kau ya? Kasih saja ke mereka, biar sementara mereka menunggu saja di gudang, sampai kawanan Arion sialan itu pergi."

Pak Damkar mengangguk lanjut mengeceki saku kantong lalu melemparkan tiga kunci rangkap keemasan kepada Kapten.

"Kami berdua akan pergi terlebih dahulu lanjut kalian, Kapten dan Nona Lucy menunggu berlindung saja di gudang penyimpanan pipa. Gudang itu berada didepan kiri sana. Kalian lihat disana? Bangunan berbata merah tak dicat. Disana aman. Mereka tak-"

New Order Request
-Confirmed-

O God no! Apa lagi ini?!

"Ya oke-oke baik-"
Aku dengan tak sopannya jadi memotong. Khawatir dengan pemberitahuan penerimaan konfirmasi perintah baru pada Drone Russel.
"Kalian silahkan pergi saja lebih dahulu- tapi hati-hati jangan nanti kalian jadi kena marah mereka lagi!"

Chef memberi tawa kecil sambil berdiri dengan bantuan Pak Damkar.

"Tak apa-apa. Entah kenapa setelah kalian hadir, aku yakin situasi nanti akan menjadi lebih baik."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Walau terseok, Chef Yuan dan Pak Damkar cukup cepat melangkah diantara hujan petir deras diatas mereka.

Mereka seakan ingin sekali kami cepat mengambil posisi berlindung dalam gudang.

"Why then,"
Lanjutku lagi sudah dengan nada penuh memohon pada Russel yang sudah ikut masuk terbang merendah dalam ruang kaca. Ia mengikutiku yang berdiri dekat sebuah pot gantung.
"Kenapa, permintaan penembakan aktif tiap dua puluh detik-"

Perintah dilakukan atas dasar permintaan dari Master Cyril dan Master Pierre-

"Perintah?"
Ulangku lagi dengan lemah. Saat ini Russel berbicara langsung padaku tak lewat perantara jam tangan atau earphone. Ada suara pria robotik yang keluar dari 'tengah wajah' drone Russel
"Tapi kenapa kau menyecar semua?!"

Aku benar-benar memeluk diri, bahkan sampai jadi mual saking stressnya. Aku tak bisa membayangkan konsekuensi jika aku tadi sampai telat menyadari kedipan pemberitahuan pada jam tangan pintarku.

"Masalahnya, tidak semua dari mereka tadi adalah musuhku! Itu berbahaya sekali Russel!"

Keselamatan Captain Lucian menjadi prioritas langsung yang diperintahkan oleh Master Cyril sehingga diterapkan keamanan level tertinggi-

"Tidak! Aku tak setuju hal seperti itu, segera sekarang tolong sambungkan padaku Pierre-"

Aku terhenti karena melihat dari kejauhan, tangan Chef mengayun pada kami, memberi kode supaya kami segera pindah ke gudang.

"Umh Ryan-" mulaiku dengan kaku pada Kapten yang sedang berdiri depan pintu, memperhatikan ayunan tangan Chef juga.
"Sepertinya itu tanda-"

Aku terhenti, menutupi mulut seraya memalingkan wajah kesamping.

Lambungku terasa perih sekali dilanjut seakan ada sesuatu yang mendorong dari perut naik ke kerongkongan, membuat diriku mengeluarkan refleks gerakan ingin muntah.

"Luce?! Kau tak apa?"

Masih dengan terbungkuk, tangan kananku terangkat mengesturkan pada Kapten bahwa aku baik-baik saja.

Kutarik napas tiga kali.

Jelas sudah kadar stressku sudah masuk ke level tinggi.

Are you okay Captain Lucian?

"Luce?"
Tak kusangka Kapten mau berniat balik mendekatiku.
"Kenapa? Kau tak apa-apa?"

STOP DISANA!

Kami berdua jadi terdiam mendengar teriakan penuh larangan dari drone diatas kami.

Aku jadi siaga melirik ke kiri kanan.

"What Russel?!"
Timpalku kemudian.
"Ada apa? Kau menangkap orang asing lain berada dekat kita?"

No, Captain Lucian.
Berdasarkan perintah Master Cyril sebelumya, RusselEyes harus memastikan
Captain Lucian dan Tuan Ryan untuk tidak berada dalam posisi jarak terlalu dekat.

Aku jadi tertawa.

Tertawa tanpa humor.

"Apalagi ini Russ-"

RusselEyes tiba-tiba bergerak memutar membelakangiku.

Sinar lasernya kembali aktif dan malah menunjuk pada Kapten.

"RUSSEL!"

Dengar Tuan Ryan,

Kau dilarang berada dekat dengan Captain Lucian. Pastikan jarak batasmu enam meter sebelum RusselEyes mengeluarkan tembakan peringatan-

"DEMI TUHAN, RUSSEL APA-APAAN SIH KAU INI?!"

Dan pada Captain Lucian.
Master Cyril dan Master Pierre sementara tak bisa tersambung karena harus mengikuti pertemuan rapat. Mereka menugaskan RusselEyes mengawasi sementara Captain Lucian.

"Russel! Kupikir kau berniat melindungiku-"

Russel memang bertujuan melindungi Captain Lucian. Russel juga menurut dari perintah tambahan yang diberi oleh Master Cyril dan Master Pierre. Mereka juga berpesan untuk Captain Lucian untuk menjunjung tinggi kehormatan keluarga Malstrom. Serta menjaga juga perasaan Master Vincent-

Kapten Ryan seketika itu juga balik memandangiku.

Memandang, mengamati dengan intens sekali. Sebelum tiba-tiba menarik napas pendek seakan menyadari sesuatu.

Perilakunya malah jadi tambah membuatku bingung.
"K-kenapa? Ada apa?!"

Pandangannya masih terus bertukar dari wajahku, lalu turun ke perutku, lalu balik ke wajahku lagi.

"Baiklah."
Hembusnya seakan mengerti akan sesuatu.
"Baik. Aku mengerti sekarang. Aku akan jalan lebih dahulu untuk menjaga jarak-"

"Kapt?!"

Ia undur beberapa langkah sebelum membalikkan badan. Pergi mendahului begitu saja membuka pintu rumah kaca.

Dan aku masih tercengang tak mengerti.

"Kapt!"
Aku mulai lagi.
"Hei!-"

Baik Captain Lucian, kau boleh lanjut melangkah-

"DIAM!"
Kuplototi mata drone Russel.
"CEPAT TELPON UNCLE ATAU PIERRE, BATALKAN PERINTAH BODOH INI!"

Permintaan tak bisa dilaksanakan. Master Cyril and Master Pierre sedang mengikuti rapat penting-

"Kalau begitu kau saja yang batalkan perintah itu! Atas perintah-permintaanku-"

Permintaan tak bisa dilaksanakan.
Order dilaksanakan untuk kepentingan melindungi Captain Lucian dari bahaya-

"Kau telah mengecewakanku Russel!"
Tunjukku benar-benar merasa muak. Aku balik melihat kearah kegelapan diluar rumah kaca. Dan terlihat Kapten sudah maju jauh sekali.
"-tunggu Kapt!"
Aku otomatis mulai mengejarnya. Kututup pintu kacanya pelan sebelum lanjut melesat diantara hujaman hujan tanpa ragu ragu.
"Kapt! Dengar dulu-"

Captain Lucian! Tolong jaga jarakmu dengan Tuan Ryan-

"SHUTUP RUSSEL! SHUTUP!"
Jeritku yang juga rasanya jadi ingin menangis saking merasa malu sekaligus tak enak sekali dengan Kapten yang diperlakukan tak pantas sebelumnya oleh Russel itu.

Langkah Kapten terlihat cepat sekali. Ia terlihat tak terganggu dengan hujan yang menyerang diri terutama menyerang punggungnya. Air hujan membuat rembesan lukanya semakin jelas.

Ketika mendekati gudang yang dimaksud, Kapten segera coba buka dengan kunci yang diberi dan membiarkan pintunya dibelakangnya tak menutup.

Giliran diriku yang mendekati pintu untuk masuk, Russel sudah kembali bersuara namun dengan cepat aku sengaja membanting tutup pintu.

Membiarkan drone itu berada di teras kecil luar gudang.

Maaf Captain Lucian. Walau dalam gedung, Captain harus tetap menjaga jarak dengan Tuan Ryan-

Aku benar-benar termundur dari pintu, merasa kesal amat sangat "Oh God, Russel, kau sungguh sudah gila!"

Russel dapat memindai jarak Captain Lucian dan Tuan Ryan lewat thermal tubuh- maaf sekali lagi Captain, terkecuali kau sedang dalam keadaan sakit sehingga sangat butuh bantuan Tuan Ryan, kau dilarang untuk dekat- ini perintah langsung dari Master Cyril dan Master Pierre-

Aku jadi berbalik pada Kapten.
Ia berdiri dipojok jendela. Berdiri membelakangi, sibuk dengan bawaannya sendiri yang ia taruh diatas meja didepannya.

Dan jarak antara kami jadi jauh sekali.

"Kapt-Ryan-"
Cobaku lagi sambil memperhatikan punggungnya gemetar mengikuti napas cepatnya.
"Maaf. Sungguh aku tak setuju tentang ini! Ini sudah sangat berlebihan- dan tadi itu aku sedang cuma-"

Kapten tahu-tahu berbalik sampai membuatku kaget.

Ekspresinya, terlihat tenang.

Ia bahkan menyunggingkan senyuman.

Namun senyumnya itu terlihat tak sampai ke matanya.

"Umh- Kapt-"

"Tidak apa. Mereka jelas sangat serius dalam melindungimu. Itu bagus bagi dirimu bukan?"

Aku yang ragu dengan makna sesungguhnya dari pembicaraan memutuskan tetap diam.

"Kau baiknya duduk saja Luce jangan menunggu dengan berdiri."
Lanjutnya.
"Aku akan pastikan dulu orang-orangnya Arion sudah pergi setelah itu aku akan memanggil tentara penjagamu itu untuk membawamu dari sini."

Aku menggigit bibir, menggeleng.
"Paman Cyril, benar-benar menyuruhmu begitu saja ya untuk datang kesini, melihat keadaanku?"

"Ya."

Aku benar-benar ingin mencekik Paman Cyril serta Pierre saat ini juga.

"Oh iya, walau kau sudah tak peduli dengan teman masa sekolahmu dulu itu, aku hanya ingin beri tahu, bahwa mereka aman. Mereka sudah kupindahkan lebih dahulu sebelum ditangkap- aku tak mengkhianati- meninggalkan mereka menghadapi semua kesulitan, sendiri."

Aku jadi berjengit.
"Iya a-ku tahu mereka baik-baik saja. Jika tidak, kau pasti akan memberitahuku lebih dulu tadi. Aku sungguh berterimakasih dan sungguh minta maaf padamu."

"Ya, permintaan maaf diterima. Bukan salahmu sepenuhnya sebenarnya. Aku saja yang salah mengira, terlalu tinggi harap sehingga jadinya seperti ini."

"Ryan-"

"Siap-siap saja Luce. Supaya kau bisa cepat dibawa pergi dengan aman dari sini."

"Tapi ba-gaimana dengan dirimu saat ini?"
Tanyaku takut-takut.
"Bagaimana denganmu Ryan? K-kau tak mungkin tinggal disini kan? Apa Paman dan Pierre ada punya rencana alternatif untukmu-"

Ekspresinya berubah seperti tersinggung. Seakan tadi itu aku menghinanya.

"Tidak. Aku akan mencari jalanku sendiri. Seperti dirimu bukan? Kau saja sudah sangat berhasil mencari jalan sendiri. Aku juga seharusnya bisa."

"Tapi kemana?"
Tuntutku cepat.
"Bukan maksud tak percaya atau meremehkan- tapi untuk keadaan seperti ini- dan kau tak punya senjata-bahkan kau lagi terluka-"

"Lucy, stop."

"Dan aku juga tak mengerti, memang paman, terlebih Pierre suka semena-mena-"

"Stop. Berhenti bicara."

Aku menolak berhenti.

"O-ke. Kalau ternyata memang kau punya tujuan lain, bisa setidaknya kau beritahu aku, a-ku tak mau kehilangan jejakmu-"

Kapten Ryan tiba-tiba tertawa.

Tertawa keras.

"Kehilangan jejakku?"
Kali ini ia maju selangkah. Kedua tangannya bertumpu diatas kursi didepannya.
"Bukannya kau kemarin ini yang menghilangkan diri begitu saja?! Kau tak mau diasosiasikan dengan orang-orang masa lalu bukan?! Hanya Malstrom saja yang terpenting katamu waktu itu!"

Aku jadi terperangah.
"Apa maksudmu? Aku tak pernah bilang tak mau diasosiasikan- lagi pula bahasa macam apa itu asosiasi? aku sungguh tak pernah anggap dirimu sekedar begitu saja-"

"Hentikan itu Lucy, berhenti bermuka dua! aku mengerti kok. Banyak orang begitu ketika terdesak. Jadi bisa dengan mudahnya-"

"Tapi- memang itu kenyataannya Ryan! Kau jelas termasuk salah satu orang yang terpenting bagiku-makanya aku bahkan tadi habis-habisan menolongmu, sama seperti kau telah menolongku dan teman-temanku dulu di hotel-"

"Ya kalau begitu cukup sudah! Kita impas bukan?! Kau tak perlu merasa ada lagi sisa hutang budi-"

"Aku tak pernah berpikir karena hutang budi!"
Kakiku bergerak maju.
"Jelas memang kau telah melakukan banyak hal tapi aku memang benar-benar khawatir-"

Captain Lucian, mohon jaga jarak-

Kupejamkan mata.

"Demi Tuhan,"
Hembusku sudah lelah membentak.
"Russ, tolong diam."

Russ. Russel.

Diam.

Sungguh sebuah ironi. Mungkin tak seharusnya aku memberi nama drone kepunyaan keluarga Malstrom dengan nama anjing polisi terbaik pelindung dahuluku itu.

"Russel."

Aku jadi membuka mata mendengar suara Kapten.

"Kau memberi nama drone canggih itu -Russel-"
Ia terlihat menggeleng seakan tak habis pikir.
"Seandainya aku bisa sepertimu Luce. Bisa cepat sekali mengganti. Russel saja bahkan sudah tergantikan. Menjadi sebuah drone-"

"Justru bukan karena mudah tergantikan. Kalian, Russel selalu ada di pikiranku kemanapun kemarin ini aku pergi."
Mataku jadi memanas. Mulai ingin menangis lagi rasanya.
"Se-perti yang kusebut sebelumnya. Aku sadar sekali aku memang salah. Tak cukup deh rasanya ucapan maaf bagi kau dan yang lainnya."

Maaf jelas sudah tak cukup lagi. Bahkan bagai kata kosong bagiku. Benar seperti kata Karev si penjaga penjara mutan waktu itu. Butuh kata-kata baru diciptakan untuk defenisi lebih terlebih dikondisi yang semakin tak masuk diakal seperti sekarang ini.

"Kalau memang benar kau merasa seperti itu, kenapa tak dari awal Luce?"

Mataku jadi bertumbukan kembali dengannya.

"Ini yang sama sekali aku tak mengerti!"
Tekannya.
"Kalau kau menolakku, aku jelas masih bisa mengerti. Tapi teman-temanmu itu Luce, mereka kan sudah bersamamu bertahun-tahun! Tapi kau tega memberi kata-kata sebegitu kejam menolak karena kau sudah mendapatkan aliansi baru-"

"Tunggu-"

Tanganku terangkat.
"Ini juga yang tak kumengerti perkataanmu Kapt. Tak pernah sekalipun aku berkata buruk tentang kalian. Aku sungguh tak punya pilihan waktu itu. Sehingga memaksaku harus pergi hilang begitu saja. Tapi aku berani bersumpah tak pernah satu kali pun aku berkata buruk tentang kalian! Tak pernah dan takkan aku melakukan itu, Kapt. Aku justru merindukan kalian, namun aku tak bisa mengakses kalian demi keamanan! Dan jelas kalian pasti tak tahu bagaimana cara menghubungi diriku, jadi-"

"Apa maksudmu tak tahu bagaimana menghubungimu?! Tak terhitung sudah berapa kali aku berusaha mencari lalu menelponmu langsung bahkan Alma juga!"

Aku mengerjap-ngerjap.
"Hah? Benarkah?! Tapi kapan?! Aku tak tahu-"

Ia kali ini terlihat benar-benar tersinggung.

"Tuhan, tolong Lucy berhenti berbohong. Jangan bohong lagi Luce! aku ingin kejujuran saja- kumohon, hargai sedikit diriku ini-"

"Tapi aku memang tak bohong Kapt! Aku tak tahu sama sekali kalian ada hubungi-"

Aku menarik napas pendek, tersadar.

"Oh God. Coba siapa, kau bilang kau dapat pesan dariku? jadi kau bicara dengan siapa? Jangan bilang kalau ulah Pierre atau paman-"

"Bukan."

Gelengnya kecil.
"Itu selalu dia. Kami selalu hanya dapat bicara lewat dia-"

Aku menyipit.
"Dia siapa?"

"Pacarmu. Vincent Malstrom."

Continue Reading

You'll Also Like

68.6K 4K 26
Jangan lupa follow dulu ya 😘 Syerill seorang dokter cantik berusia 27 tahun yang secara tiba tiba masuk kedalam novel yang semalam ia baca. STARD:...
150K 6.5K 36
"Dia seperti mata kuliah yang diampunya. Rumit!" Kalimat itu cukup untuk Zira menggambarkan seorang Zayn Malik Akbar, tidak ada yang tidak mengenal d...
51.5K 3.4K 29
diceritakan seorang gadis yang bernama flora, dia sedikit tomboy dan manja kepada orang" terdekatnya dan juga posesif dan freya dia Cool,posesif dia...
348K 22K 35
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, masyaallah tabarakallah, Allahumma Shalli 'alaa sayyidina muhammad wa 'alaa aali sayyidina muhammad, ini...