Pengantin Pengganti

By indomieseleramurawr

1.2M 75.7K 806

"Pernikahan itu terjadi atas dasar kontrak bukan cinta, dan aku hanya pengganti bukan pemilik." - Gracellina... More

[01] - Acara Sakral
[02] - Edelweis
[03] - Business Kyle
[04] - Luka Dean
[05] - Tawamu laraku
[06] - Kematian Willy
[07] - Tssalisa Rivana
[08] - Astraphobia
[09] - Perverted Brain!
[10] - Pelik
[11] - Kasus Tssalisa
[12] - Kota hujan
[13] - Tuntutan pekerjaan
[14] - Sidang pertama
[15] - 5w 1h?
[16] - Sakit yang berkepanjangan
[17] - Berbadan dua?
[18] - Minyak panas!
[19] - Titipan Tuhan
[20] - Asmaraloka?
[21] - Retak!
[22] - Menuai rasa
[23] - Siapa aku?
[24] - Riana Andaretha
[25] - Roman picisan
[26] - Selesai
[27] - Dia milikku!
[28] - Apakah dia egois?
[29] - Tombak rasa
[30] - Sepenggal kisah
[31] - Kepingan luka
[32] - Siapa Carla?
[33] - Carla Oktarani
[34] - Risalah hati
[35] - Sebuah balasan
[36] - Berpeluk luka
[37] - About Dean!
[38] - Nestapa lara
[39] - Menepi rasa
[41] - Peluk dalam pelik
[42] - Rasa yang hilang
[43] - Bentuk perjuangan
[44] - Menetaplah sebagai pemilik
[45] - Aku pulang
[46] - Kapsul waktu
Info!
[47] - You complete me!
Info penting!
Extrapart - 143 = I Love You!
VOTE COVER
Cerita Baru @indomieseleramurawr!
Mampir, siapa tau tertarik!

[40] - Sehari saja sehati

18.6K 1.3K 15
By indomieseleramurawr

“Percayalah, ada yang lebih buruk dari sekadar patah hati, yaitu saling mencintai. Namun, mereka memilih untuk meninggalkan daripada bertahan untuk saling menyakiti.”

***

Desiran angin menerpa setiap helai rambut yang hitam legam. Perempuan bertubuh mungil itu sengaja menggerai rambutnya yang masih basah. Suasana malam semakin terasa, pekat dan juga sepi. Mata sendunya menatap ke arah langit, lalu seorang perempuan paruh baya menghampirinya.

Mengusap puncak kepala putrinya, membuat si empu menoleh dan langsung menjauhkan kepalanya—berusaha menghindar. "Ada apa?" tanyanya tanpa menatap.

"Kau bertengkar dengan suamimu?" tanya Rani—sang ibu. Ia tidak sengaja mendengar ucapan Grace dan juga Ansell tadi siang, sebelum laki-laki itu kembali ke Jakarta.

"Aku sedang tidak ingin membahasnya. Lagi pula, bertengkar atau tidak … itu bukan urusanmu."

"Kenapa, Grace? Sikapmu selalu saja dingin ke Bunda," ujar wanita tua yang kini berdiri di sampingnya.

"Tidak apa-apa. Aku hanya ingin sendiri," imbuhnya. Bukannya pergi, sang ibu justru menggenggam tangannya. Grace menatap Rani, lalu sepersekian detik kemudian ia mengalihkan kembali atensinya.

"Semenjak kamu mengetahuinya, kamu berubah. Bunda tahu rasa kecewa dan amarah tidak bisa dihilangkan dengan begitu mudahnya, dan mungkin akan selalu membekas di hatimu. Namun, sampai kapan kamu seperti ini, Grace? Jika harus mengatakan yang sejujur-jujurnya Bunda menyesal, bahkan sampai detik ini pun Bunda masih bertanya-tanya. Apa pantas Bunda ada di sini?"

"Bukan berubah, hanya saja aku baru sadar alasan mengapa Tssalisa selalu dinomorsatukan, itu yang membuatku kecewa. Lagi pula, ini bukan hanya perihal marah ataupun kecewa, tapi tentang rasa sakit yang masih terasa sampai detik ini."

"Bahkan, jika harus mengatakan yang sebenarnya. Bukan hanya kecewa yang tumbuh dalam hatiku, tetapi perlahan rasa benci pun mulai tumbuh tanpa diminta. Kau bilang aku selalu mengabaikanmu, tetapi coba bercermin dari masa lalu, siapa yang lebih dulu mengabaikan?"

"Kau tidak lupa, bukan? Jika kau mempunyai dua orang anak?" Grace menatap wajah sang ibu. Namun, wanita tua itu malah terdiam.

Rani paham betul apa yang putri bungsunya sampaikan. Dia juga sadar, dari dulu dirinya selalu menomorsatukan Tssalisa, sampai lupa jika dirinya memiliki satu orang gadis yang membutuhkan kasih sayang dan jug perhatian darinya. Namun, dulu padangannya selalu tertuju kepada Tssalisa, seolah Grace hanyalah angin lalu yang tidak begitu penting untuk diperhatikan.

"Aku sadar, beberapa tahun terakhir ini ada perubahan dari sikapmu. Aku tidak pernah mengatakan kamu jahat, hanya saja aku merasa kalau kau tidak pantas untuk dipanggil Bunda."

"Grace?" panggil Rani melirih, hatinya terhenyak setelah mendengar pernyataan putri bungsunya.

"Kau tahu? Dari dulu aku selalu bertanya-tanya, apa aku memiliki ibu? Jika iya, kenapa aku tidak bisa merasakan kehadirannya dan juga kasih sayangnya." Sebuah lengkungan tertarik dari ujung bibirnya yang tipis.

"Bunda minta maaf. Dulu, Bunda terlalu mengkhawatirkan Tssalisa, tanpa pernah mengkhawatirkan perasaanmu."

"Maaf? Hati yang sudah hancur tidak akan bisa disembuhkan hanya dengan kata maaf. Kau juga tahu itu, bukan? Dari dulu kau selalu menjaga jarak denganku, bisakah kau melakukannya sekarang? Aku benar-benar ingin sendiri."

"Semakin kamu menjauh dari Bunda, Bunda semakin ingin mendekapmu. Apa tidak ada kesempatan untuk Bunda?"

"Keluar dari kamarku, tolong."

***

Di bawah remang cahaya rembulan seorang laki-laki yang mengenakan jaket jeans berwarna mocca itu sedang duduk seorang diri, bersama gelap gulita malam yang menghantar kesunyian. Bola mata hitam temaramnya terus memandangi sebuah gawai yang terletak di atas meja, sudah dua hari dia tak mendapatkan kabar sama sekali. Mungkinkah semuanya akan berakhir secepat ini?

Lama memandang gawainya yang tak kunjung mendapatkan notifikasi, laki-laki itu tersenyum hampa. Lalu, meletakkan kembali benda tersebut. Ternyata sesunyi dan sehening ini. Lagi dan lagi ia terkekeh pelan, kembali menenggak minumannya sampai tandas tak tersisa. Ada sesal yang tak bisa dijelaskan, ada rindu yang tak bisa dibiarkan. Jika dirinya tahu menjaga jarak dengan perempuan itu akan seberat ini, mungkin ia tidak akan membuatnya terluka hingga wanita itu memilih untuk pergi.

Ansell sudah terbiasa melewati malam yang sunyi, tetapi tentu saja ia tak ingin mengulang rasa yang sama seperti dulu lagi. Dulu, ketika Carla meninggalkannya untuk selama-lamanya, setiap malam yang ia lewati selalu terasa sunyi dan menyakitkan. Begitupun dengan kepergian Grace kali ini. Sunyi menghantam rindu, terlalu naif jika Ansell terus bertanya apakah dirinya sudah benar-benar jatuh cinta? Padahal dia bisa merasakan perasaannya.

Beberapa saat kemudian, Ansell berdiri, lalu mengambil kunci mobilnya. Laki-laki itu berniat untuk menjemput sang istri malam ini juga, bagaimanapun juga permasalahan ini harus segera diselesaikan.

Beberapa jam di perjalanan, kini mobil Ansell sudah tiba di depan rumah mewah yang bernuansa putih. Laki-laki itu keluar, lalu berdiri tepat di depan mobilnya, meraih ponsel lalu dia mengetikkan sesuatu di sana.

[Sudah tidur?]

Sebuah notifikasi pesan muncul di layar ponsel berlabel Realmi. Perempuan yang akan bersiap untuk tidur itu mengurungkan niatnya, ia mengambil ponselnya lalu menatap isi pesan tersebut selama beberapa detik. Setelah mengetahui siapa pengirim pesan, dia pun kembali menyimpan ponselnya, Dia tidak berniat untuk membalasnya sama sekali.

[Lampu kamarmu masih menyala, aku tahu kau belum tidur.]

"Ansell?" Grace membuka sedikit tirai gordennya. Di bawah sana, ia melihat Ansell yang tengah berdiri dengan mata yang tengah menatap ke layar ponselnya.

Grace menghela napas, lalu ia pun memutuskan untuk turun dan menemui laki-laki itu. Waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam, untuk apa Ansell jauh-jauh datang ke rumahnya selarut ini? 

"Ngapain?"

"Pulang?" tanya Ansell to the point.

"Aku tidak ingin pulang."

"Sampai kapan?"

"Ngapain, sih?" Tampaknya Grace sudah mulai kesal. Sebab, ia tidak menginginkan kehadiran suaminya itu.

"Menjemputmu."

Grace lagi-lagi menghela napasnya. Lalu, perempuan itu menatap wajah suaminya dengan lekat, setelah itu ia memutuskan untuk memasuki rumahnya kembali. Namun, langkah Grace terhenti ketika tangan Ansell berhasil meraih lengannya.

"Tidak seperti ini caranya," ujar Ansell pelan.

"Lalu, kau ingin aku bagaimana?" Grace membalikkan tubuhnya, kembali menghadap Ansell.

"Pulang denganku, aku ingin kau bertahan denganku."

"Bertahan denganmu atau bertahan dengan luka?" tanya Grace, lalu tersenyum sinis.

"Tidak bisakah kau mendengarkan penjelasanku? Kau tidak akan tahu kebenarannya jika hanya mendengar dari satu pihak, Grace!" Nada suara Ansell sedikit meninggi.

"Untuk apa? Aku sudah tahu jawabannya. Bahkan, kau sendiri mengakuinya, apa perlu aku mendengar penjelasanmu?" Grace memelankan kata terakhirnya. Perempuan itu menundukkan kepalanya, air mata pun jatuh detik itu juga. Sakit.

"Grace? Kumohon." Ansell menggenggam jemarinya dengan lembut, tetapi Grace tak meresponsnya dengan baik.

"Sekarang, kau menuntutku untuk tetap bertahan, bagaimana bisa aku bertahan dengan luka? Bahkan, bertahan atau meninggalkan keduanya sama-sama luka, sama-sama menyakitkan. Kau mau bertukar posisi?" tanyanya melirih.

Ansell terdiam. Benar, jika seseorang sudah dikecewakan, mungkin akan sulit untuk menerima atau memaafkannya. Posisi Grace saat ini serupa dengan posisinya dulu—ketika Riana menduakannya, di dunia ini mungkin ada beberapa orang yang memiliki opini yang berbeda.

Menurutmu bagaimana? Jika seseorang mengecewakanmu, kamu akan bertahan untuk memperbaiki atau pergi menutup lembaran? Mana yang akan kamu pilih?

Grace menundukkan kepalanya. Ia tidak tahu jika dirinya akan mencintai Ansell dengan sangat, semuanya terlalu cepat, saking terlalu cepatnya cinta dan luka datang secara bersamaan. Jika dirinya tahu akan jatuh dan terluka sedalam ini, mungkin sudah jauh-jauh hari ia mempersiapkan semuanya, terutama hatinya.

"Pulang, Ansell." Grace berusaha melepaskan genggaman Ansell, meminta agar laki-laki itu kembali ke Jakarta. Ansell tampak mengabaikan ucapan Grace, laki-laki itu justru malah memasuki rumah istrinya.

"Kau tuli? Aku menyuruhmu pulang bukan masuk!" teriak Grace berlari mengejar suaminya.

"Benar katamu, Grace harus pulang. Sekarang dia sudah menjadi tanggung jawabmu. Lagipula tidak biasanya anak itu seperti ini."

"Tidak besok saja? Ini sudah malam." Rani menimpali. Beberapa menit yang lalu keduanya tak sengaja terbangun, ketika mereka mendengar suara keributan di luar rumahnya. Ketika mereka hendak keluar, mereka sudah dikejutkan dengan hadirnya Ansell yang tiba-tiba.

"Jika dia bersikeras tidak mau pulang, Ayah yang akan bicara dengannya langsung." Ansell pun tersenyum penuh harapan, karena dia tahu jika Grace tidak berani untuk menolak permintaan ayahnya.

To be continued ....

Continue Reading

You'll Also Like

9.5M 410K 40
Cerita ini masih banyak typo... Merasa lelah dengan sang suami yang masih mengejar masa lalunya. Meski hadir sang malaikat yang kini berumur dua tahu...
171K 12.2K 45
‼️FOLLOW DULU SEBELUM BACA‼️ {SECOND STORIES ABOUT ACHILLES} Judul yang lama : A Mistake Love Judul yang baru : Auristela Start 06 Juni 2020 - Fin...
107K 8.7K 42
Seberapa lama lo bisa nyimpan perasaan suka sama seseorang? Gue 6 tahun. Cukup gila. Mau uncrush pun gue rasanya nggak bisa. Entah karena emang ngga...
313K 2K 11
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...