Bagian 51: Kedatangan

860 47 0
                                    

Elsa termenung di atas ranjangnya. Memeluk kakinya dan air mata terkadang menetes dari pelupuk matanya, mengingat begitu jauhnya Kalila saat ini. Semua akun sosmed nya di blokir, bahkan akses untuk menemui Kalila pun tidak ada. Jika saja Elsa mau mengaku sejak awal, mungkin tidak akan seperti ini jadinya. Semuanya akan tetap baik meski sedikit menyakitkan.

Kini terlarut-larut dan berakar kemana-mana. Seolah tidak ada titik temu untuk memperbaiki hubungan persahabatannya yang sudah terjalin lama. Elsa nampak murung di tatap Viona dari pintu. Benar-benar sendu, sejak pulang sekolah sikapnya dingin dan langsung masuk kamar tanpa makan.

Elsa beralih memiringkan kepalanya ke arah jendela, dimana tirai melambai-lambai seolah senang dengan kesedihan Elsa. Elsa menghapus air mata yang baru saja turun. Dering notifikasi chat sampai dering telepon Elsa abaikan begitu saja. Dunia tidak akan mengerti, jika Elsa kehilangan seperempat kebahagiaan nya, temannya dan bahkan dianggapnya saudara. Tidak akan ada yang mengerti. Yang mereka tau hanyalah Elsa bahagia dan sudah sampai disitu. Yang Elsa butuhkan sekarang adalah mama nya tempat ternyaman untuk bersandar dan berkeluh kesah. Tapi mama nya justru berada di Bogor menemani dinas papa nya.

Ingin curhat dengan Viona, tapi Viona tidak akan pernah sebijak Rosa. Nasehat Viona memang benar, tapi mama nya lah yang Elsa inginkan saat ini.

Pintu di ketuk dua kali membuat Elsa menoleh, sosok Rosa ada di ambang pintu membuat Elsa semakin cengeng saat ini. Rosa menghampiri Elsa lalu duduk di sebelah Elsa. Anak sulungnya itu langsung memeluknya erat, menangis sejadinya kemudian terisak meninggalkan sesak yang bersarang di dadanya. Bisa saja Elsa tersenyum di depan banyak orang seolah tanpa masalah, lain halnya ketika Elsa berada di belakang layar, semua beban ada di pundaknya.

"Mama udah denger dari Viona kalau Kalila tau semuanya" ucap Rosa kemudian Viona masuk ke dalam kamar Elsa dan duduk tepat di depan mama nya.

"Elsa kehilangan Kalila ma" ucap Elsa lalu terisak kembali. Masih dalam pelukan Rosa yang begitu nyaman.

Rosa tersenyum miris, ia benar-benar tau bagaimana persahabatan antara Elsa dan Kalila. Yang kini berakhir begitu tragis. "Semuanya bisa diselesaikan sayang, kamu harus bisa berbaikan lagi dengan Kalila. Meskipun begitu sulit, meskipun Kalila begitu membenci kamu. Memang tidak mudah" ucap Rosa sembari mengelus punggung anaknya yang terus bergerak karena isakannya. Seolah tangis itu tidak akan berhenti meskipun ada gempa disebelahnya.

"Kalila nggak mau ngomong sama Elsa Ma. Kalila benci sama Elsa" ucap Elsa. Mengingat bagaimana sikap Kalila terhadapnya berhari-hari ini semenjak semuanya terbongkar. Benar-benar menyesakkan jika terus diingat di kepala.

"Sahabat itu nggak ada yang benar-benar benci. Adanya benar-benar kecewa sayang. Kalau memang kalian benar-benar sahabat, maka kalian akan kembali lagi seperti dulu setelah kekecewaan itu berangsur menghilang" ucap Rosa dengan penuh kelembutan. Sosok ibu dua anak tersebut memang lemah lembut, murah senyum dan begitu anggun.

Elsa melepaskan pelukannya lalu menatap mama nya yang berada di sebelahnya dengan tatapan yang begitu hancur "Ma, gimana biar Kalila mau denger setiap penjelasan Elsa? Sementara Kalila selalu hidup dalam pemikirannya sendiri dan setiap argumen orang lain tidak pernah Kalila dengarkan. Elsa mengenal Kalila ma. Lebih dari siapapun" cerca nya sembari mengusap sisa-sisa air matanya dengan sisa tissue yang masih tersisa beberapa lembar, sementara lembar lainnya sudah berceceran di lantai.

*****

Seusai memarkirkan mobilnya di pelataran parkir sebuah rumah, seorang wanita dengan balutan kemeja panjang dan rok dibawah lutut, berjalan ke arah pintu cokelat kecil. Mengetuk pintu berkali-kali tapi tidak ada sahutan.

BackstreetWo Geschichten leben. Entdecke jetzt