Piala Api; 1

2.4K 358 13
                                    

Terimakasih kepada kalian semua yang sudah mau menunggu cerita ini update.

Itu aja, ya, selamat membaca.

•••••

"Dad harus pergi, kau ingin ikut dengan Dad atau tidak?" Kata Dad, aku yang sedang merebahkan diri di kasur tenda menggeleng dengan pelan, "Pertandingannya nanti malam, jika aku ikut Dad, aku nanti hanya akan berdiam diri lalu tersenyum pada teman-teman Dad, itu tidak menyenangkan, aku ingin disini saja."

"Oh, bilang saja kau ingin menangis dulu karna Inggris kalah oleh Transylvania dengan skor--"

"Dad!" Aku memandang tajam kearah Dad sambil memberengutkan mulutku, Dad tertawa dulu sebelum akhirnya pergi keluar tenda untuk melakukan pekerjaannya, aku menghela nafas, benar juga, rasanya ingin menangis saja saat melihat Inggris kalah dalam pertandingan Piala Quidditch, pasalnya Inggris itu adalah tim yang sangat-sangat aku dukung, kemudian dikalahkan oleh Transylvania dengan skor tiga ratus sembilan puluh lawan sepuluh, sangat mengecewakan.

Aku beranjak dari tempat tidur, lalu memakai sandal dan berjalan menuju dapur yang berada di tenda, tenda ini dilengkapi dua kasur yang masing-masing cukup untuk satu orang, seperti yang kusebutkan tadi, ada dapur dan juga lengkap dengan kamar mandinya, meja makan dan juga sofa-sofa berwarna biru cerah, bukan tanpa alasan aku berada di tenda ini, karna hari ini adalah Final Piala Dunia Quidditch makanya aku berada disini, di bawah naungan tenda sihir.

Kakiku melangkah menuju keluar tenda, aku bisa melihat matahari yang sedikit-sedikit akan terbenam, aku juga bisa melihat hamparan tenda-tenda yang bertebaran di segala jurusan, aku memandang berkeliling pada tenda-tenda itu, lalu mataku menangkap Harry, Ron dan Hermione sedang membawa sesuatu seperti ketel dan panci ditangannya. Aku segera berlari menghampiri mereka lalu berteriak agak keras, mereka bertiga menoleh dan raut mereka menampakkan keterkejutan saat melihatku, "Cassandra!?"

"Aku melihat kalian dan yah--aku berlari kesini," Kataku terengah-engah, aku memandang pada ketel dan panci yang mereka pegang, "Apa yang akan kalian lakukan?"

"Mengambil air." Jawab Hermione, aku mengangguk dan kemudian berpandangan dengan Harry dan juga Ron, "Kalian juga?"

"Ya," Kata Harry, sambil mengangkat ketel dan pancinya, "Oh, bagaimana kabarmu, Cassandra?"

"Tidak baik," Kataku menghela nafas, "Inggris kalah dengan skor yang begitu wah, kemudian Dad terus mengejekku, dan sepupuku mengirimi begitu banyak surat yang isinya hanya membuat aku emosi."

"Charlie juga tidak percaya Inggris akan kalah," Kata Ron, memandang padaku, "Lalu Skotlandia dibabat oleh Luksemburg, sungguh! Piala Dunia tahun ini benar-benar tidak bisa ditebak!"

"Hei, kita harus mengisi airnya." Ajak Hermione, aku berucap, "Aku ikut."

Mereka semua mengangguk lalu aku berjalan disamping Harry, para pekemah lain mulai keluar, awalnya keluarga-keluarga yang punya anak kecil, aku belum pernah melihat penyihir sekecil-kecil ini, seorang anak laki-laki, tak lebih dari dua tahun, berjongkok di depan tenda berbentuk piramida, memegang tongkat dan dengan riang menusuk-nusuk siput di rerumputan, si siput perlahan menggelembung sebesar salami. Saat kami melewati anak itu, ibunya bergegas keluar dari tenda, "Berapa kali sudah kularang, Kevin, jangan sentuh tongkat ayahmu--yuckk!"

Tak jauh dari situ, kami melihat dua anak perempuan kecil, tak lebih besar dari Kevin, mereka berdua naik sapu terbang mainan, yang cuma terbang rendah sehingga jari-jari kaki kedua anak itu masih menyentuh rumput yang basah, petugas Kementerian sudah melihat mereka. Saat bergegas melewati aku, Harry, Ron, dan Hermione, dia bergumam bingung, di sana-sini penyihir dewasa, laki-laki dan perempuan, bermunculan dari tenda-tenda mereka dan mulai memasak, beberapa, secara sembunyi-sembunyi menyihir api dengan tongkat sihir mereka. Yang lain menggores korek api dengan wajah ragu, seakan yakin korek itu tidak akan menyala. Tiga penyihir Afrika sedang bicara serius, ketiganya memakai jubah putih panjang, dan memanggang sesuatu seperti kelinci di atas api berwarna ungu cerah, sementara serombongan penyihir separo-baya Amerika duduk sambil bergosip riang di bawah spanduk berkelip-kelip yang dipasang di antara tenda-tenda mereka dengan tulisan berbunyi: INSTITUT PENYIHIR SALEM.

Cassandra Aldrich [✓]Where stories live. Discover now